Selasa, 28 Juli 2015

Hutang Piutang Dalam Islam

Hutang Piutang dalam Hukum Islam


a. Pengertian Hutang Piutang dalam Hukum Islam

Hutang Piutang dalam hukum Islam berarti menyerahkan harta atau benda kepada seseorang dengan catatan akan dikembalikan pada waktu kemudian dengan tidak mengubah keadaannya. Misalnya utang Rp200.000,00 di kemudian hari harus melunasinya juga sebesar Rp200.000,00. Memberi utang kepada seseorang berarti menolongnya dan hal itu sangat dianjurkan oleh agama.


b. Rukun Hutang Piutang dalam Islam

Rukun Hutang Piutang ada tiga, yaitu:

  1. Ada yang berpiutang dan yang berutang
  2. Ada harta atau barang
  3. Ada Lafadz kesepakatan. Misal: “Saya utangkan barang ini kepadamu.” Yang berutang menjawab, “Terimakasih, saya utang dulu, beberapa hari lagi (sebutkan dengan jelas) atau jika sudah punya uang akan saya lunasi.”

Jika salah satu dari rukun hutang piutang di atas tidak terjadi, maka hutang piutang tersebut dianggap tidak syah, jadi saat melakukan hutang piutang, kita harus memperhatikan rukun-rukun hutang piutang tersebut.
 


 Untuk menghindari timbulnya masalah di belakang hari, Allah Swt. menyarankan agar kita mencatat dengan baik Hutang Piutang yang kita lakukan. Jika orang yang berutang tidak dapat melunasi tepat pada waktunya karena kesulitan, Allah Swt. menganjurkan untuk memberinya kelonggaran dalam firman-Nya. 

“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui..” (Q.S. al-Baqarah/2: 280)

Berkaitan dengan hutang dalam Islam, apabila orang membayarkan utangnya dengan memberikan kelebihan atas kemauannya sendiri tanpa perjanjian sebelumnya, kelebihan tersebut halal untuk diterima oleh yang berpiutang, dan merupakan suatu kebaikan bagi yang berutang. 

Rasulullah saw. bersabda: 

Sesungguhnya sebaik-baik kamu, ialah yang sebaik-baiknya ketika membayar utang.” (sepakat ahli hadis). Abu Hurairah ra. berkata, ”Rasulullah saw. telah berutang hewan, kemudian beliau bayar dengan hewan yang lebih besar dari hewan yang beliau utang itu, dan Rasulullah saw. bersabda, ”Orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang dapat membayar utangnya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
 

Bila orang yang berpiutang meminta tambahan pengembalian dari orang yang melunasi utang sesuai dengan yang telah disepakati bersama sebelumnya, hukumnya haram. Tambahan pelunasan tersebut tidak halal sebab termasuk riba. 


Rasulullah saw. berkata 

Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat maka ia semacam dari beberapa macam riba.” (HR. Baihaqi) 
 

Demikianlah hutang piutang dalam hukum Islam, semoga kita dapat lebih mengerti, karena beramal tanpa ilmu maka dia telah menyerupai orang Nasrani, sedangkan yang berilmu tapi tidak beramal maka dia telah menyerupai orang Yahudi.




0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution