Egoisme dan Individual
Artinya : Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena
telah datang seorang buta kepadanya, tahukah kamu barangkali ia ingin
membersihkan dirinya (dari dosa)…. (Qs. ‘Abasa [80] : 1-4)
Dalam serapan asing dan bahasa Indonesia, kata egois yang berarti
orang yang mementingkan diri sendiri, tidak peduli akan orang lain atau
masyarakat.
Dalam kamus bahasa Indonesia online, egois berarti tingkah
laku yang didasarkan atas dorongan untuk keuntungan diri sendiri dari
pada untuk kesejahteraan orang lain atau segala perbuatan dan tindakan
selalu disebabkan oleh keinginan untuk menguntungkan diri sendiri.
Ketika ada orang yang lebih mementingkan kepentingan dirinya sendiri
ketimbang orang lain, maka kita sebut ia adalah orang egois. Begitu
juga, ketika ada orang yang selalu ingin menang sendiri kita sebut orang
itu dengan sebutan yang sama, yaitu egois. Pernahkah kita melaukan
tindakan yang menurut orang lain itu egois? Padahal dalam diri kita
sendiri, tindakan itu sama sekali bukan egois.
Tak jarang keegoisan seseorang membuat orang lain menjadi benci
terhadap dirinya, bahkan tak sedikit pula yang memusuhinya. Ketika awal
mula berteman, sifat keegoisannya belum kelihatan, tetapi setelah
lama-kelamaan akhirnya tahu juga bahwa sang teman memiliki sifat egois.
Tentu yang dilakukan adalah menjaga jarak dari sang teman atau memilih
tidak menjadi temannya lagi.
Coba kita bayangkan jika keegoisan tumbuh dalam sebuah keluarga.
Biasanya, ketika masih menjadi suami-istri baru, sifat egois tidak
kelihatan, tetapi seiring berjalannya waktu akhirnya kelihatan juga.
Jika tidak pintar dalam menyikapinya bisa dipastikan hubungannya tidak
bertahan lama, dan berakhir dengan perceraian.
Nabi Pernah Egois
Semua manusia pernah egois, tetapi kadang secara sadar atau pun tidak sadar tidak merasa melakukannya. Menurut sebuah riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari, demikian juga riwayat dari Ibnu Abi Hatim, yang diterima dari Ibnu Abbas : “Sedang Rasûlullâh menghadapi beberapa orang terkemuka Quraisy, yaitu Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahal dan Abbas bin Abdul Muthalib dengan maksud memberi keterangan kepada mereka tentang hakikat Islam agar mereka sudi beriman. Pada waktu yang sama, masuklah seorang laki-laki buta, yang dikenal namanya dengan Abdullah bin Ummi Maktum”.
Semua manusia pernah egois, tetapi kadang secara sadar atau pun tidak sadar tidak merasa melakukannya. Menurut sebuah riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari, demikian juga riwayat dari Ibnu Abi Hatim, yang diterima dari Ibnu Abbas : “Sedang Rasûlullâh menghadapi beberapa orang terkemuka Quraisy, yaitu Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahal dan Abbas bin Abdul Muthalib dengan maksud memberi keterangan kepada mereka tentang hakikat Islam agar mereka sudi beriman. Pada waktu yang sama, masuklah seorang laki-laki buta, yang dikenal namanya dengan Abdullah bin Ummi Maktum”.
Dia masuk ke dalam majelis dengan tangan meraba-raba. Sejenak
Rasûlullâh terhenti bicara, Ummi Maktum memohon kepada Nabi agar
diajarkan kepadanya beberapa ayat Al-Qur’an. Karena terganggu sedang
menghadapi pemuka-pemuka Quraisy, kelihatanlah wajah beliau masam
menerima permintaan Ibnu Ummi Maktum, sehingga perkataannya itu
seakan-akan tidak beliau dengarkan dan beliau terus juga menghadapi
pemuka-pemuka Quraisy tersebut. Akhirnya Allâh menurunkan surat ‘Abasa
[80] :
Artinya : Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena
telah datang seorang buta kepadanya, tahukah kamu barangkali ia ingin
membersihkan dirinya (dari dosa)…. (Qs. ‘Abasa [80] : 1-4)
Setelah ayat itu turun, sadarlah Rasûlullâh saw akan kekhilafannya
itu. Lalu segera beliau hadapilah Ibnu Ummi Maktum dan beliau
perkenankan apa yang ia minta dan Ummi Maktum pun menjadi seorang yang
sangat disayangi oleh Rasûlullâh saw. Allâh swt begitu halus
mengingatkan Rasûlullâh ketika beliau sedikit saja melakukan kesalahan,
karena menurut Rasûlullâh melobi para pembesar Quraisy lebih penting
dibandingkan dengan melayani Ibnu Ummi Maktum.
Tipe Egois
Sikap egois bisa kita temukan dimana pun, lebih tepatnya adalah dalam kehidupan kita sehari-hari. Salah satu ciri orang yang egois; Mendustakan ayat-ayat Allâh, ingin menang sendiri, suka mengatur tapi tidak mau diatur, dan keras kepala.
Sikap egois bisa kita temukan dimana pun, lebih tepatnya adalah dalam kehidupan kita sehari-hari. Salah satu ciri orang yang egois; Mendustakan ayat-ayat Allâh, ingin menang sendiri, suka mengatur tapi tidak mau diatur, dan keras kepala.
Pertama, mendustakan ayat-ayat Allâh swt. Dalam hal ini
cakupannya sangat luas sekali. Orang kafir bisa dikategorikan oang yang
egois, karena mereka enggan memeluk islam. Padahal agama islam adalah
agama penyempurna bagi agama – sebelumnya. Sehingga jelaslah bahwa
mereka adalah orang-orang yang bisa dikatakan orang yang super egois.
Orang yang mengaku muslim (orang islam) tetapi tidak melaksanakan
perintah-perintah Allâh maka termasuk kedalam orang-orang egois.
misalnya saja tidak melaksanakan sholat lima waktu, dan amalan-amalan
yang lain yang Allâh perintahakan, serta tidak menianggalkan apa yang
Allâh larang, misalnya mabuk-mabukan, berfoya-foya, dan lain sebagianya.
Pengertian egois yang dimaksud disini mereka egois terhadap dirinya
sendiri dan seolah tidak peduli dengan pahala dan ancaman Allâh swt.
Padahal akibat ke-egois-an merekalah Allâh swt memberikan sebuah
peringatan melalui tentara-tentaranya. Misalnya saja Allâh mengirimkan
tentara air, tanah, angin, dan sebagainya. Sehingga timbullah banjir,
angin puting beliung, longsor, gempa bumi dan lainnya.
Kedua, ingin menang sendiri. Menang dan kalah dalam sebuah
pertandingan merupakan hal yang lumrah. Menjadi bermasalah ketika ada
orang yang ingin menang sendiri, tidak mau kalah. Untuk apa menang kalau
tidak sportif, menang seperti ini sama saja kalah. Tentu, kemenangan
sesungguhnya adalah menang yang diperoleh dengan secara sportif, tentu
cara seperti ini lebih terhormat. Akibat sifatnya inilah biasanya
seseorang dijauhi serta di musuhi teman-temannya.
Orang yang ingin menang sendiri biasanya tidak peduli dengan apa yang
ia lakukan, walaupun itu sebetulnya salah. Untuk itu berhati-hatilah
bila memiliki teman yang seperti ini, sedini mungkin untuk diiangatkan
sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Jika bukan anda sebagai
sahabatnya maka siapa lagi.
Ketiga, suka mengatur tapi tidak mau diatur. Seorang
pemimpin dituntut untuk mampu memimpin bawahannya. Tetapi masa menjadi
seorang pemimpin itu ada batas dan jangka waktunya. Ketika menjadi
seorang pemimpin ia bisa mengatur anggotanya seperti apa yang
diinginkan, tetapi ketika masa jabatannya habis, ia kembali menjadi
anggota, maka harus siap diatur pemimpin yang baru. Sama seperti dirinya
mengatur ketika menjadi pimpinan.
Saat ini, banyak sekali kita temukan orang-orang yang siap memimpin
tetapi tidak siap dipimpin. Ketika ia sudah tidak lagi memegang jabatan
sebagai pemimpin, ia memilih keluar. Inilah potret yang saat ini terjadi
dan sudah membudaya. Akhirnya bermusuhan dan saling menjatuhkan satu
sama lain, sehingga perseteruan ini tanpa akhir alias jadi “musuh
bebuyutan”.
Keempat, keras kepala. Keras kepala identik dengan sebutan
kepala batu, artinya isi kepalanya sangat keras sehingga sangat sulit
untuk dihancurkan. Orang bekepala batu yaitu orang yang tidak bisa
menerima masukan dari orang lain. Orang yang berkepala batu biasanya
berpasangan dengan muka tembok dan keras hati. Jika tiga unsur ini sudah
menyatu, maka sangat sulit untuk mengubahnya apa lagi untuk diingatkan.
Orang yang keras kepala pada masa Nabi Musa as adalah Fir’aun, dan
akhirnya Allâh swt tenggelamkan Fir’aun dan tentaranya di tengah lautan.
Tak hanya itu, pada masa Nabi Nuh as. umatnya juga sangat keras kepala.
Sehingga Allâh swt mengirimkan banjir bandang yang sangat dahsyat,
sehingga tak ada yang selamat dari umatnya Nabi Nuh walau pun mereka
lari ke atas gunung. Kecuali yang ikut naik kapal dengan Nabi Nuh as
mereka selamat.
Penutup
Egois adalah sifat yang tumbuh alami dari dalam diri manusia. Karena saking alaminya, sampai manusia tidak menyadari kehadiran sifat egois itu sendiri. Sampai sekarang pun belum ada obat yang bisa menghilangkan sifat egois dari dalam diri manusia. Obat yang dicari adalah bukan obat berbentuk kapsul atau tablet, bukan pula berbentuk sirup yang diberikan oleh sang dokter.
Egois adalah sifat yang tumbuh alami dari dalam diri manusia. Karena saking alaminya, sampai manusia tidak menyadari kehadiran sifat egois itu sendiri. Sampai sekarang pun belum ada obat yang bisa menghilangkan sifat egois dari dalam diri manusia. Obat yang dicari adalah bukan obat berbentuk kapsul atau tablet, bukan pula berbentuk sirup yang diberikan oleh sang dokter.
Rasûlullâh SAW bersabda : “Kita baru kembali dari satu peperangan
yang kecil untuk memasuki peperangan yang lebih besar…’, yang membuat
para Sahabat terkejut dan bertanya, “Peperangan apakah itu wahai
Rasûlullâh ?”Rasûlullâh berkata, “Peperangan melawan hawa nafsu.”
(Riwayat Al Baihaqi)
Perang melawan hawan nafsu adalah perang yang sesungguhnya. Filsafat
kuno juga menyebutkan, musuh terbesar adalah diri sendiri. Karena dalam
diri manusia terdapat sifat-sifat yang buruk. Amarah, dendam, iri, dan
benci adalah contoh sifat manusia yang buruk. Begitu juga dengan egois.
Untuk itu, melawan musuh yang ada dalam diri sendiri sangat sulit.
Maka sebenarnya, saat ini secara tidak langsung kita sedang berperang
melawan diri sendiri. Berperang melawan sifat sifat buruk yang timbul
secara alami di dalam diri kita. Mungkin hanya kebesaran iman kitalah
yang mampu melawan itu semua. Hanya imanlah yang mampu menjadi obat
penawarnya untuk melawan egois itu. Abu Bakar Al-Warraq berkata :“Jika
hawa nafsu mendominasi, maka hati akan menjadi kelam, Jika hati menjadi
kelam, maka akan menyesakkan dada. Jika dada menjadi sesak, maka
akhlaknya menjadi rusak. Jika akhlaknya, maka masyarakat akan
membencinya dan iapun membenci mereka”.
Dengan mengedepankan iman, tentu sifat-sifat egois yang terdapat
dalam diri kita akan bisa diredam. Bantuan Allâh swt lah yang menjadi
tumpuan terakhir agar kita terbebas dari sifat-sifat buruk tersebut, dan
selalu dalam bimbingan-NYA. Semoga kita termasuk kedalam hamba-hamba
yang mendapat perlindungan Allâh swt. Amîn
0 komentar:
Posting Komentar