Menyambut Ramadhan
“Ya Allah berikanlah kami keberkahahan di bulan Rajab, dan Syaban, serta pertemukan/sampaikanlah kami dengan Bulan Ramadhan…”
Bulan Rajab adalah bulan yang agung, yaitu bulan ketujuh dalam
hitungan bulan hijriyah. Pada bulan ini Allāh swt. telah membuka mata
umat kaum musrikin yang pada masa zaman jahiliyah. Betapa tidak, pada
bulan yang mulia ini Allāh swt. memperjalankan hambanya yang bernama
Muhamad bin Abdullah dari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha pada
waktu malam hari. Allah swt berfirman dalam alquran :
“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar
lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Israa [17] : 1)
Perjalanann ini merupakan sebuah gambaran umum bagi kita semua bahwa urusan-urusan yang bersifat sosial kemanusiaan (Hablun Min al-naas)
harus terlebih dahulu dibangaun, agar terciptanya sebuah kedamaian dan
kesejahteraan. Jika hal ini telah terbentuk, maka aspek yang lain akan
mudah dilakukan. Kita tidak boleh mengesampingkan ibadah yang bersifat
horizontal, karena justru ibadah ini juga bisa berpengaruh.
Rasulullāh mengajarkan bagaimana kita semua untuk hidup berdampingan
dengan tetangga dan bagiamana seharusnya kita bersikap dengan tetangga,
bahkan rasul menyatakan dengan tegas tidak akan masuk syurga bagi siapa
yang membuat resah tetangganya. Inilah gambaran betapa pentingnya
hubungan antar sesama manusia (Hablun Min al-naas)
Setelah diisrakan oleh Allah swt. Muhamad bin Abdullah melaksanakan
mi’raj atau naik ke langit, dari masjidil Aqsha di Palestina menuju
sidratul muntaha. Hal ini menggambarkan dengan jelas bahwa berhubungan
kepada Allah swt. (Hablun Minallah) harus dibangun berdasarkan
kekokohan secara menyeluruh, yaitu ibadah mu’amalah dahulu dikuatkan
setelah itu barulah ke urusan syariah yang dibangun.
Jika ibadah mu’amalah tersebut masih belum tertata rapi kemungkinan
ibadah tersebut tidak sampai kepadaNYA. Allah swt tidak menerima ibadah
seseorang apabila dihatinya ada riya, iri dan dengki. Inilah gambaran
secara jelas bahwa amalam mu’amalah kita harus baik dan berusaha untuk
menghindari mu’amalah yang tidak baik.
Dari perjalanan mi’raj Nabi Muhamad saw kita disadarkan dengan
hubungan secara horizontal dan vertikal dan sempurna. Pesan yang
disampaikan dalam peristiwa nabi tersebut adalah bahwa kedua hubungan
ini dapat disatukan dan harus ada dalam diri orang-orang muslim. Jika
keduanya tertata dengan baik, dan bisa dijalankan secara besama-sama
maka itulah yang disebut dengan sebaik-baiknya manusia; ahsanu taqwim.
Hitungan bulan yang selanjutnya, setelah bulan rajab adalah hitungan
bulan kedelapan yaitu bulan syaban. Pada bulan ini amalan-amalan kita
akan dilaporkan dan dibukukan, oleh karena itu maka rapor/rapot yang
akan kita serahkan harus memiliki nilai baik. Jika nilai rapor sekolah
siswa ada yang tidak memenuhi standar maka guru akan memberikan teguran
kepada siswa dengan berupa memenggilnya dan kemudian memberikan nasihat
kepadanya. Akan tetapi Allah memiliki cara yang sungguh sangat baik dan
bijak ketika memberikan teguran kepada hambanya.
Jika kita tidak ingin rapor itu memiliki nilai yang buruk maka jangan
berbuat pelanggaran. Adapun rumusnya sebetulnya sangat mudah, hanya
taat dan patuh saja. Akan tetapi manusia terbawa oleh hawa nafsunya,
sehingga ketaaan tersebut bisa tertutupi oleh nafsu lawwamah dan
ammarah. Sehingga untuk bisa taat dalam menjalankan perintah Allah
sangat berat, ketimbang melaksanakan sebuah keburukan.
Pesan Untuk Ramadhan
“Ya Allah berikanlah kami berkah dibulan Rajab, dan Syaban, serta pertemukan/sampaikanlah kami dengan bulan ramadhan…”
Do’a yang yang sering kita panjatkan ini, selain sebagai bentuk
perasaan rindu akan keagungan bulan ramadhan akan tetapi ini juga
berarti meminta kepada Allah agar di dua bulan sebelum ramadhan ini
untuk diberikan berkah supaya dapat mempersiapkan diri dalam menyambut
bulan yang agung.
Adapun berkah di dua bulan pra ramadhan adalah, pada Bulan Rajab kita
dianjurkan mensucikanan ibadah dengan baik dan benar, sedangkan pada
Bulan Syaban kita dianjurkan untuk memyucikan nafsu dari segala
bentuknya agar ketika menghadapi Bulan Ramadhan semuanya sudah
betul-betul matang dan siap.
Pada bulan Rajab ibadah harus betul-betul dipersiapkan, dan hubungan
muamalah sesame manusia harus diperbaiki. Itulah kenapa dalam tradisi
orang Banten ada istilah mengunjungi sauadara dan membawakan hidangan
untuk mereka istilah ini disebut dengan “nganteuran”. Tujuannya adalah
sebagai menjalin tali silaturahmi dan meminta maaf jika ada salah dan
dosa. Intinya adalah memperbaiki muamalahnya, siapa tahu selama ini
belum benar, terutama dengan saudara sendiri.
Adapun pada bulan Syaban yang diperbaiki adalah urusan batin (hati).
Setelah urusan muamalah selesai, maka kita dituntut untuk memperbaiki
dan menata hati. Urusan hati inilah yang menentukan manusia baik dan
buruk, tetapi sayang yang mengetahui hal itu hanya dirinya dan Allah
saja. Karenanya banyak sekali amalan-amalan baik, tetapi karena hatnya
tidak baik akhirnya pahala itu malah berbuah dosa. Puasa ramadhan adalah
amalan yang dikerjakan oleh manusia, tetapi yang mampu mengetahui
kualitas puasanya hanya Allah dan hatinya saja.
Nafsu Manusia
Alquran membagi nafsu itu menjadi tiga, yaitu nafsu amarah, nafsu lawwamah dan nafsu mutmainnah. Nafsu ammarah
adalah nafsu yang selalu mendorong kepada kejahatan Allah berfirman “
dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi
rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang.” (QS. Yusuf [12] : 53).
Nafsu lawwamah adalah nafsu yang selalu membuat seseorang
tidak puas dengan apa yang telah diperolehnya dan berusaha untuk sesuatu
yang lebih baik dari yang sudah dimilikinya. Nafsu ini disebut juga
sebagai “merasa tidak cukup”. Jika ketidakpuasan ini dijadikan untuk hal
yang positif tentu sangat dianjurkan, misalnya kita diharuskan mencari
ilmu dan jangan puas dengan ilmu yang telah kita miliki.
Sedangkan nafsu yang terakhir adalah nafsu mutmainnah, yaitu nafsu
yang tenang dan patut dimiliki harus terus dijaga oleh setiap diri
manusia. Nafsu mutmainnah selalu mendorong pemiliknya untuk menjadi
manusia yang seutuhnya. Memiliki kesadaran, jati diri, dan mampu
memaknai arti hidup dan kehidupan serta arti kebahagiaan. Siapa saja
yang memiliki nafsu ini, janji Allah adalah surga sebagai balasannya.
“…. Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku,
masuklah ke dalam syurga-Ku.”
Ihtitam
Setiap perubahan itu membutuhkan waktu, dan waktu yang butuhkan
tergantung manusia itu sendiri. Dalam hal ii, tiga bulan adalah waktu
yang paling efektif. Bulan pertama memperbaiki muamalah dengan sesama
manusia, sedangkan bulan kedua adalah menata hati. Disamping menata
hati, dibiasakan juga latihan menahan lapar dan perbanyak membaca
al-Quran. Jika persiapan ini sudah betul-betul dipersiapkan, ketika bula
ramadhan datang sudah betul-betul mantap.
Saat ini kita berada di bulan rajab, sebentar lagi kita memasuki
bulan syaban. Alangkah baiknya kita mencuci ulang dan introspeksi dengan
amalan-amalan yang telah kita lakukan pada bulan-bulan sebelumnya agar
amalan tersebut terseleksi dengan benar, yang baik terus dipertahankan
dan yang tidak baik ditinggalkan.
Setiap Bulan Ramadhan, ada satu malam yang paling ditunggu dan dinanti, yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan (lail al-Qadar)
atau disebut juga malam kemuliaan. Jika persiapan ini sudah dimulai
dari jauh-jauh hari, serta sudah dipersiapkan dengan baik. Maka bukan
tidak mungkin jika rahasia malam kemuliaan itu akan dapat kita jumpai,
Amiin.
Allahu’alam.
0 komentar:
Posting Komentar