Namimah (Adu Domba) 
Berbicara mengenai bahaya lisan memang tidak ada habisnya. Lisan, 
hanya ada satu di tubuh, tapi betapa besar bahaya yang ditimbulkan 
olehnya jika sang pemilik tak bisa menjaganya dengan baik. Ada pepatah 
yang mengatakan “mulutmu adalah harimaumu”, ini menunjukkan betapa bahayanya lisan ketika kita tidak menjaganya, sedangkan pepatah jawa mengatakan ajining diri ono ing lati, yang maknanya bahwa nilai seseorang ada pada lisannya, nilainya akan baik jika lisannya baik, atau sebaliknya.
Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi jaminan surga pada seorang muslim yang dapat menjamin lisannya. Dari Sahal bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
 menjamin untukku apa yang ada di antara kedua dagunya (lisan) dan apa 
yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan/farji), maka aku akan 
menjamin untuknya surga.” (HR. Al-Bukhari)
Salah satu bentuk kejahatan lisan adalah namimah (adu domba). Kata adu domba identik dengan kebencian dan permusuhan. Sebagian dari kita yang mengetahui bahaya namimah mungkin akan mengatakan, “Ah, saya tidak mungkin berbuat demikian…”
 Tapi jika kita tak benar-benar menjaganya ia bisa mudah tergelincir. 
Apalagi ketika rasa benci dan hasad (dengki) telah memenuhi hati. Atau 
meski bisa menjaga lisan dari namimah, akan tetapi tidak kita sadari 
bahwa terkadang kita terpengaruh oleh namimah yang dilakukan seseorang. 
Oleh karena itu kita benar-benar harus mengenal apakah itu namimah.
Definisi Namimah
Al-Baghawi rahimahullah menjelaskan bahwa namimah adalah
 mengutip suatu perkataan dengan tujuan untuk mengadu domba antara 
seseorang dengan si pembicara. Adapun Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaani rahimahullah mengatakan bahwa namimah tidak
 khusus itu saja. Namun intinya adalah membeberkan sesuatu yang tidak 
suka untuk dibeberkan. Baik yang tidak suka adalah pihak yang 
dibicarakan atau pihak yang menerima berita, maupun pihak lainnya. Baik 
yang disebarkan itu berupa perkataan maupun perbuatan. Baik berupa aib 
ataupun bukan.
Hukum dan Ancaman Syariat Terhadap Pelaku Namimah
Namimah hukumnya haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Banyak sekali dalil-dalil yang menerangkan haramnya namimah dari Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya, “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.” (QS. Al Qalam: 10-11)
Dalam sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu disebutkan, “Tidak akan masuk surga bagi Al Qattat (tukang adu domba).” (HR. Al Bukhari)
Ibnu Katsir menjelaskan, “Al qattat adalah orang yang menguping 
(mencuri dengar pembicaraan) tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa
 pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba.”
Perkataan “Tidak akan masuk surga…” sebagaimana disebutkan dalam hadist di atas bukan berarti bahwa pelaku namimah itu
 kekal di neraka. Maksudnya adalah ia tidak bisa langsung masuk surga. 
Inilah madzhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah untuk tidak mengkafirkan seorang 
muslim karena dosa besar yang dilakukannya selama ia tidak 
menghalalkannya (kecuali jika dosa tersebut berstatus kufur akbar 
semisal mempraktekkan sihir -ed).
Pelaku namimah juga diancam dengan adzab di alam kubur. Ibnu Abbas meriwayatkan, “(suatu hari) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan lalu berkata, lalu bersabda, “Sesungguhnya
 penghuni kedua kubur ini sedang diadzab. Dan keduanya bukanlah diadzab 
karena perkara yang berat untuk ditinggalkan. Yang pertama, tidak 
membersihkan diri dari air kencingnya. Sedang yang kedua, berjalan 
kesana kemari menyebarkan namimah.” (HR. Al-Bukhari)
Sikap Terhadap Pelaku Namimah
Imam An-Nawawi berkata, “Dan setiap orang yang disampaikan 
kepadanya perkataan namimah, dikatakan kepadanya: “Fulan telah berkata 
tentangmu begini begini. Atau melakukan ini dan ini terhadapmu,” maka hendaklah ia melakukan enam perkara berikut:
- Tidak membenarkan perkataannya. Karena tukang namimah adalah orang fasik.
- Mencegahnya dari perbuatan tersebut, menasehatinya dan mencela perbuatannya.
- Membencinya karena Allah, karena ia adalah orang yang dibenci di sisi Allah. Maka wajib membenci orang yang dibenci oleh Allah.
- Tidak berprasangka buruk kepada saudaranya yang dikomentari negatif oleh pelaku namimah.
- Tidak memata-matai atau mencari-cari aib saudaranya dikarenakan namimah yang didengarnya.
- Tidak membiarkan dirinya ikut melakukan namimah tersebut, sedangkan dirinya sendiri melarangnya. Janganlah ia menyebarkan perkataan namimah itu dengan mengatakan, “Fulan telah menyampaikan padaku begini dan begini.” Dengan begitu ia telah menjadi tukang namimah karena ia telah melakukan perkara yang dilarang tersebut.”.
Bukan Termasuk Namimah
Apakah semua bentuk berita tentang perkataan/perbuatan orang dikatakan namimah? Jawabannya, tidak. Bukan termasuk namimah seseorang
 yang mengabari orang lain tentang apa yang dikatakan tentang dirinya 
apabila ada unsur maslahat di dalamnya. Hukumnya bisa sunnat atau bahkan
 wajib bergantung pada situasi dan kondisi. Misalnya, melaporkan pada 
pemerintah tentang orang yang mau berbuat kerusakan, orang yang mau 
berbuat aniaya terhadap orang lain, dan lain-lain. An-Nawawi rahimahullah berkata, “Jika
 ada kepentingan menyampaikan namimah, maka tidak ada halangan 
menyampaikannya. Misalnya jika ia menyampaikan kepada seseorang bahwa 
ada orang yang ingin mencelakakannya, atau keluarga atau hartanya.” 
Pada kondisi seperti apa menyebarkan berita menjadi tercela? Yaitu 
ketika ia bertujuan untuk merusak. Adapun bila tujuannya adalah untuk 
memberi nasehat, mencari kebenaran dan menjauhi/mencegah gangguan maka 
tidak mengapa. Akan tetapi terkadang sangat sulit untuk membedakan 
keduanya. Bahkan, meskipun sudah berhati-hati, ada kala niat dalam hati 
berubah ketika kita melakukannya. Sehingga, bagi yang khawatir adalah 
lebih baik untuk menahan diri dari menyebarkan berita.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Seseorang 
selayaknya memikirkan apa yang hendak diucapkannya. Dan hendaklah dia 
membayangkan akibatnya. Jika tampak baginya bahwa ucapannya akan 
benar-benar mendatangkan kebaikan tanpa menimbulkan unsur kerusakan 
serta tidak menjerumuskan ke dalam larangan, maka dia boleh 
mengucapkannya. Jika sebaliknya, maka lebih baik dia diam.”
Bagaimana Melepaskan Diri dari Perbuatan Namimah
Ya ukhty, janganlah rasa tidak suka atau hasad kita pada seseorang 
menjadikan kita berlaku jahat dan tidak adil kepadanya, termasuk dalam 
hal ini adalah namimah. Karena betapa banyak perbuatan namimah yang
 terjadi karena timbulnya hasad di hati. Lebih dari itu, hendaknya kita 
tidak memendam hasad (kedengkian) kepada saudara kita sesama muslim. 
Hasad serta namimah adalah akhlaq tercela yang dibenci Allah 
karena dapat menimbulkan permusuhan, sedangkan Islam memerintahkan agar 
kaum muslimin bersaudara dan bersatu bagaikan bangunan yang kokoh.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah 
kalian saling mendengki, saling membenci, saling bermusuhan, dan 
janganlah kamu menjual barang serupa yang sedang ditawarkan saudaramu 
kepada orang lain, dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim)
Berusaha dan bersungguh-sungguhlah untuk menjaga lisan dan menahannya
 dari perkataan yang tidak berguna, apalagi dari perkataan yang 
karenanya saudara kita tersakiti dan terdzalimi. Bukankah mulut seorang 
mukmin tidak akan berkata kecuali yang baik.
Semoga Allah Ta’ala selalu melindungi kita dari kejahatan lisan kita 
dan tidak memasukkan kita ke dalam golongan manusia yang merugi di 
akhirat dikarenakan lisan yang tidak terjaga,  
“Allahumma inni a’uudzubika min syarri sam’ii wa min syarri bashori wa min syarri lisaanii wa min syarri maniyyii.” 
 (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari kejahatan 
pendengaranku, penglihatanku, lisanku, hatiku dan kejahatan maniku.)
Penulis: Ummu Rummaan
Diringkas dari Petaka Lisan Menurut A-Qur’an dan Sunnah
(Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthaani)
Diringkas dari Petaka Lisan Menurut A-Qur’an dan Sunnah
(Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthaani)
 07.58
07.58
 



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar