Berkompetisi
Berkompetisi merupakan naluri tiap manusia yang normal. Bahkan naluri
berkompetisi tak saja terdapat pada manusia tetapi dimiliki juga oleh
binatang.
Hakekat kompetisi dalam semua jenisnya hampir sama
baik dalam sarana ‘yakni dengan menguras segenap kemampuan dan tenaga’ dan
tujuannya ‘yaitu keluar sebagai pemenang’. Tetapi motivasi yang
menggerakkan seseorang berkompetisi dalam arti tujuan akhir terkadang
berbeda.
Berkompetisi merupakan hal mulia jika dilakukan dalam
hal kebaikan. Dan di dunia ini teramat banyak bentuk kebaikan yang bisa
dijadikan untuk medan kompetisi. Kompetisi dalam kebaikan adalah kompetisi yang
diniyati hanya karena Allah semata. Dan niat itu pulalah yang membedakan
antara kompetisi yang mulia dan yang bukan. Bahkan meski medan kompetisinya
merupakan amal kebaikan.
Kompetisi yang tidak mulia adalah kompetisi
syaithani. Kompetisi yang berdasarkan nafsu keserakahan baik dalam
motivasi sarana maupun tujuannya. Perbedaan antara dua kompetisi itu
amat jelas. Kompetisi yang pertama motivasinya adalah imaniyah sarana dan
jalannya semua merupakan kebaikan sedang tujuan akhirnya adalah mendapatkan
keridhaan Allah dan surgaNya Kompetisi semacam inilah yang disebut Allah
dalam fimanNya
“Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada
dalam keni’matan yg besar . Mereka di atas dipan-dipan sambil memandang
kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yang
penuh keni’matan. Mereka diberi minum dari khamer murni yg dilak laknya
adalah kesturi dan untuk yang demikian itu hendaknya orang saling berlomba.”
.
Kompetisi yang kedua motivasinya adalah syaithaniyah sehingga melahirkan
kecintaan kepada materi yang berlebihan kesenangan menguasai dan
mengalahkan. Sedangkan semua sarananya adalah tipu daya konspirasi
kelicikan kemarahan dan kebencian. Tujuan akhirnya menguasai dan
mengalahkan bahkan menghancurkan sehingga dirinya senang dan puas juga
utk menyenangkan para pendukungnya.
Seseorang yang mengikuti
sejarah dan perkembangan kehidupan sosial manusia di berbagai tempat dan
pada beberapa kurun yang berbeda akan mendapatkan bahwa dua macam
kompetisi itu telah meninggalkan pengaruh yang realistis baik itu dalam
diri manusia maupun dalam kehidupan sosial pada umumnya.
Kompetisi
di jalan kebaikan untuk mendapatkan ridha Allah akan menanamkan
ketenangan dan ketetapan dalam hati kecintaan pada kebaikan serta jauh
dari rasa iri hati kebencian dan segala hal yang merupakan aib dalam
pandangan manusia.
Kompetisi itu juga akan menebarkan kebaikan
menyemai dan menghunjamkan akar kebaikan tersebut dalam tiap tatanan
masyarakat. Ia akan membentuk jiwa tiap individu memperkokoh rasa
kemanusiaannya memperbesar daya juangnya untuk memerangi kebatilan dan
menghentikan kerusakan di bumi.
Saksi sejarah tentang kompetisi
dalam kebaikan berikut pengaruhnya dapat kita lihat dalam kurun
kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam para sahabat dan kurun
tabi’in Radhiallahu ‘Anhum. Perlombaan yang terjadi antar mereka adalah perlombaan dalam berbagai amal kebajikan tidak dalam urusan duniawi yang
cepat punah dan fana. Lihatlah bagaiman kompetisi yang terjadi antara Umar
bin Khathab dengan Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhuma. Saat itu Rasul
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyeru para sahabatnya untuk membekali para
tentara kaum muslimin yang tak mampu. Umar lalu berkata saat ini aku bisa
mengalahkan Abu Bakar . Umar kemudian mengeluarkan separuh dari
hartanya. Ia tak beranjak dari sisi Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
karena ingin mengetahui apa yang di bawa oleh Abu Bakar. Tak lama Abu Bakar
yang hartawan dan dermawan datang dengan membawa semua hartanya. Keadaan
tersebut menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menanyakan
perihalnya.
“Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu wahai Abu Bakar?” tanya Rasul. Abu Bakar menjawab “Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan RasulNya.” Demi melihat apa yang terjadi Umar lalu terus terang mengakui dan berkata “Tidaklah aku berkompetisi dalam kebaikan dengan Abu Bakar kecuali dia keluar sebagai pemenangnya. Mulai hari ini aku tak akan menantang-nya lagi untuk berkompetisi.”
Dalam
persoalan jihad di jalan Allah sejarah juga mencatat dengan tinta emas
kompetisi yang terjadi di antara mereka Masing-masing ingin mendahului
kawannya dalam keluar menuju medan jihad fi sabilillah dan mendapatkan
syahadah .
Banyak sekali teladan mulia dan contoh keagungan jiwa
mereka dalam berkompetisi menuju medan jihad. Bahkan sampai terjadi
pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam seorang anak dengan
ayahnya harus mengundi siapa yang berhak keluar ke medan jihad karena
masing-masing tidak mau mengalah.
Kisah nyata itu terjadi antara
Sa’d bin Khaitsamah dengan ayahnya Radhiallahu ‘Anhuma sesaat menjelang
keberangkatan kaum muslimin menuju lembah Badar.
Undian ternyata
jatuh pada Sa’d sehingga ia bersuka cita karena akan segera berangkat ke
medan jihad. Sang ayah keberatan dengan nasibnya sehingga ia tetap
bersikeras tidak mau tinggal di rumah. Ia lalu meminta anaknya agar
mengalah dan mau tinggal dirumah. Tetapi sang putra menolak seraya
berkata
“Wahai ayah seandainya apa yang engkau inginkan itu selain surga tentu aku akan mentaatimu.”
Akhirnya sang putra tetap pergi ke medan jihad sampai menemui syahidnya
dalam peperangan tersebut. Sang ayah tetap mendambakan untuk suatu ketika
bisa ikut berjihad di medan perang hingga tibalah saat yang
dinanti-natinya yaitu perang Uhud. Beberapa saat sebelum perang
berkecamuk Khaitsamah berkata kepada Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
“Ya
Rasul tadi malam aku bermimpi melihat putraku dalam keadaannya yang
terbaik ia mendapatkan ni’mat di surga. Ia berkata kepadaku wahai ayah
aku telah benar-benar mendapatkan apa yang dijanjikan oleh Allah kepadaku.
Karena itu bergegaslah menyusulku untuk menemuiku di surga. Ya Rasul
sungguh aku sudah amat rindu untuk menemani putraku dan menemui Rabbku karena
itu berdo’alah untukku agar Allah memberiku kesyahidan.”
Maka Rasul
Shallallahu ‘Alaihi Wasallampun mendoa-kannya. Khaitsamah lalu ikut
bertempur dalam peperangan Uhud sampai ia menemui syahadah yang sangat ia
dambakan.
Selanjutnya marilah kita lihat bentuk kompetisi lain.
Yakni kompetisi yang diselenggarakan untuk memenuhi keinginan syahwat dan
hawa nafsu. Kompetisi yang menumbuhkembangkan perasaan dengki kemarahan
dan kebencian. Kompetisi yang menjadikan jiwa senantiasa hidup dalam
perseteruan abadi dan berkutat dari kesengsaraan yang satu kepada
kesengsaraan lain. Kompetisi yang menghantarkan pada kehancuran dan
kebinasaan. Kompetisi yang menyebabkan merebaknya berbagai bentuk
kejahatan kezaliman dan bertambahnya pengikut kebatilan. Komptisi yang tak
jarang malah menumpahkan darah orang-orang tak berdosa menteror sana
sini sehingga kehidupan masyarakat selalu dihantui ancaman dan ketakutan
kehidupan menjadi gelap dan kekacauan terjadi di mana-mana.
Bentuk
kompetisi seperti inilah yang marak terjadi pada zaman kita sekarang.
Ambillah contoh yang paling mudah dan diketahui semua orang; perlombaan
antar negara-negara maju di bidang persenjataan dan alat-alat perang
modern. Negara-negara maju di dunia saat ini ‘utamanya negara adi daya’
saling berkompetisi untuk mengungguli negara-negara lain dalam perakitan
pesawat tempur peluru bom nuklir bom hidrogen tank dan senjata-senjata
berat lainnya. Untuk itu mereka tak segan-segan mengalokasikan dana
berapapun besarnya ‘meski terkadang harus dibayar dengan kemelaratan
penduduknya’ sehingga bisa menjadi negara terkuat memimpin dan mengatur
serta mendikte negara-negara lain sesuai dengan kepentingannya.
Demikianlah
sebagian contoh kompetisi syaithani. Ia adalah syaithani dalam kerangka
berfikir dan prinsipnya juga syaithani dalam cara prasarana dan
tujuannya.
Saat ini umat Islam boleh dikata telah kehilangan
pusakanya. Mereka tidak lagi memiliki ruh jihad fi sabillillah
sebagaimana yang dimiliki oleh para sahabat dan tabi’in. Akibat dari
melemahnya ruh jihad tersebut adalah seperti yang dapat kita saksikan
sekarang. Di mana-mana umat Islam ditindas dianiaya dan dihinakan.
Beberapa wilayah dan tanah umat Islam dirampas oleh musuh-musuhnya.
Bahkan tempat-tempat suci mereka harta benda dan kehormatan mereka
sebagai manusiapun diinjak-injak. Sungguh benar apa yang telah disabda-kan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
“Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad kecuali mereka menjadi terhina.”
Meski
demikian bukan berarti tak ada ruh jihad di dada tiap umat Islam.
Beberapa peristiwa penjajahan terdadap umat Islam ‘di berbagai negara di
dunia’ sungguh telah menyulut dan mengobarkan api jihad pada sebagian
kaum muslimin. Hingga sekarang jihad fi sabilillah itu masih tetap ada
dan terus berlangsung. Suatu wilayah selesai dari perjuangan fi
sabilillah maka akan menyusul wilayah lain melakukan hal yang sama.
Masih
tetap ada umat Islam terutama para pemudanya yang memburu salah satu dari
dua keberuntungan kemenangan atau kesyahidan. Sungguh benar bahwa
sunnatullah yang terjadi akan berulang kembali. Umat Islam dan para
pemudanya berkompetisi di medan jihad untuk menunjukkan kekuatan
terselubung yang dimiliki oleh Islam serta kekuatan jiwa para pemeluknya
yang ikhlas. Mereka mengorbankan semua yang mereka miliki . Mereka pantang
mundur betapapun berat perjuangan dan banyaknya pengorbanan.
Dan hal yang sama juga dilakukan oleh umat Islam di belahan bumi yang lain. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman
“Apakah
kamu mengira akan masuk surga padahal belum datang kepadamu sebagaimana
telah datang kepada orang-orang sebelum kamu. Mereka ditimpa
kesengasaraan bahaya dan digoncangkan sehingga berkatalah Rasul dan
orang-orang beriman yang bersamanya kapankah datangnya pertolongan Allah?
Ketahuilah sesunggguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”
Zaman
sekarang banyak sekali kompetisi diselenggarakan bahkan hingga tingkat
dunia. Ada kompetisi sepak bola balap mobil kuda hingga balap unta. Ada
adu jago domba hingga adu kerbau. Di bidang seni ada lomba lagu drama
mode pakaian hingga kontes kecantikan. Dan masih banyak lagi bentuk
lomba-lomba lainnya. Pertanyaannya adalah apakah sama antara kompetisi
untuk mencari ridha Allah dengan kompetisi untuk mencari selain ridhaNya?
Jawabnya tentu tidak. Allah Ta’ala telah berfirman
“Dan tidaklah sama
orang yang buta dengan orang yang melihat dan tidaklah orang-orang yang beriman
serta mengerjakan amal shaleh dengan orang-orang yang durhaka.”
0 komentar:
Posting Komentar