Hati seperti raja dalam diri manusia
كيف
يشرق قلب صور الأكوان منطبعة في مرآته، أم كيف يرحل إلى الله وهو مكبَّل
بشهواته، أم كيف يطمع أن يدخل حضرة الله وهو لم يتطهر من جنابة غفلاته، أم
كيف يرجو أن يفهم دقائق الأسرار وهو لم يتب من هفواته
"Bagaimana
mungkin hati seseorang bisa berbinar sedang gambar makhluk masih
memenuhi cermin hatinya, dan atau bagaimana mungkin ia bisa berlari
menuju Allah sedang ia masih dibelenggu oleh kesenangan-kesenangan
nafsunya, dan bagaimana mungkin ia bisa masuk kehadapan Allah sedang ia
belum bersuci dari najis kelalaiannya, dan bagaimana mungkin ia
mengharap bisa memamahi lembutnya rahasia-rahasia yang tersimpan sedang
ia belum bertaubat dari dosa-dosanya"
Hikmah
ini masih berhubungan erat dengan dua hikmah sebelumnya, kita akan
mengerti permasalahan ini dengan jelas jika bisa memahami semuanya
kemudian mengaitkan satu persatu layaknya mata rantai yang saling
melengkapi satu dengan lainnya.
A. Inti manusia
Jika
kita melucuti struktur lahiriyyah seorang insan, maka akan menemukan
bahwa esensi manusia itu terdiri dari dua unsure dasar yang membangun
jati diri manusia yaitu akal dan kalbu atau hati. Sedangkan bentuk badan
yang tampak oleh pandangan mata ini bukanlah sesuatu yang penting
hingga bisa menimbulkan perbedaan antara seorang manusia dan seekor
binatang. Semua hewan itu juga memiliki bentuk lahir yang tidak jauh
berbeda dengan manusia, manusia hanya akan menyandang nilai lebih dari
hewan jika mempunyai hati dan akal.
Akal
adalah bagian manusia yang berfungsi untuk mengetahui dan memahami
segala sesuatu, sedangkan hati merupakan terminal tempat berkumpulnya
perasaan dan emosi. Dengan akal dan hati yang berfungsi normal, manusia
akan memiliki kemampuan untuk menciptakan kemakmuran dan peradaban yang
luhur serta memperoleh pengetahuan dan penemuan-penemuan baru. Akal yang
berjalan seiring dengan hati akan menjadikan seorang manusia mampu
melakukan perbaikan luar biasa dan bahkan mungkin pula akan menimbulkan
puncak kerusakan di muka bumi.
Dalam
kesempatan ini kita tidak akan membahas tentang akal, karena topik yang
sesuai dengan hikmah ini adalah mengenai hati atau kalbu. Kalbu yang
berkaitan dengan pembicaraan kita bukanlah sebagaimana yang diistilahkan
oleh para dokter dan ahli anatomi tubuh yang mengartikannnya sebagai
sekumpulan otot yang berada dibalik rongga paru-paru sebelah kiri. Kalbu
atau hati yang kita maksudkan adalah sebuah wadah yang menjadi kediaman
perasaan dan emosi baik yang menjadi pendorong, penjegah ataupun
perasaan menyanjung. Contoh perasaan pendorong adalah cinta dan hormat,
perasaan pencegah kita bisa lihat dalam bentuk ketakutan dan kebencian.
Sedangkan penyanjung akan kita temukan dalam bentuk kekaguman dan
pengagungan.
B. Sang pemimpin
Para
ahli kejiwaan berpendapat bahwa dorongan seorang manusia untuk
melakukan sebuah kegiatan itu berasal dari dalam hati sebanyak tujuh
puluh persen, sedagkan sisanya sebanyak tiga puluh persen akan diperoleh
dari akal pikiran.
Namun
pendapat seperti ini masih perlu ditanyakan kebenarannya andai saja
semua manusia itu hidup berdasarkan hukum akal, pasti mereka akan
bersatu padu tanpa perbedaan sedikitpun untuk menciptakan ketentraman
dan kesejahteraan dan bahkan bersama-sama dalam tundukan sepenuhnya
kepada Allah Yang Maha Esa . hanya saja semenjak dahulu manusia itu
lebih cenderung bertindak dengan menuruti perasaannya. Akal yang mereka
miliki hanya berfungsi sebagai alat yang dikuasai oleh cinta, kebencian
atau iri dan dengki. Perasaan yang keluar dari hati tersebut merupakan
raja tunggal yang digdaya mengendalikan langkah-langkah hidupnya.
Banyak
orang yang mengetahui kesalahan dan bahaya-bahaya yang muncul ketika
akal telah tunduk kepada perasaan yang jahat. Mereka ingin mengatasi
masalah ini dan berusaha menundukan perasaannya dengan kemampuan daya
intelektual. Mereka menamakan usahanya dengan sebuatan tarbiyyah atau
pendidikan. Dari waktu ke waktu sistem pendidikan semakin berkembang dan
bermacam-macam ahli pendidik bermunculan sesuai dengan bidangnya
masing-masing. Akan tetapi semua usaha ini hanyalah menjadi media
pengantar sedangkan yang berusaha mengendalikan tindak tanduk menusia
adalah hati. Akal hanya berperan sebagai naluri penjelas sepereti sebuah
lampu yang menyinari namun tidak mempunyai energy penggerak dan
pendorong.
C. Cermin buta
Dalam
hikmah ini, Ibnu Atho'ilah menyatakan bahwa hati itu seperti sebuah
cermin. Dia akan memantulkan perasaan dan emosi yang dimilki oleh
seorang manusia.
Bisa
kita saksikan bahwa kaca cermin yang dihadapkan kepada dasar sumur yang
gelap akan tampak berwarna hitam gelap. Dan bila permukaan cermin
tersebut diarahkan kepada matahari yang bersinar terang, maka ia akan
menjadi kilau percis seperti cahaya matahari. Kemudian cermin akan
beralih warna kehijauan jika ia berada dihadapan hijaunya pepohonan dan
aneka ragam tumbuhan. Ia akan menampakan gambar yang serupa dengan
segala sesuatu yang terletak didepannya.
Apabila
seorang manusia mengarahkan keinginan dan impiannya kepada kemewahan
dan kemegahan dunia maka secara otomatis gambar dunia akan memenuhi
permukaan cermin hatinya. Selanjutnya hati akan menyiapkan pasukan dan
semua media yang memungkinkan untuk merealisasikan gambar-gambar yang
telah terekam itu.
Dalam
keadaan seperti ini, apakah mungkin wujud Allah subhanahu wata'ala akan
tampak dihatinya ? sebuah wadah yang telah terisi penuh oleh
impian-impian duniawi hingga memunculkan rasa iri kepada orang-orang
yang menyaingi atau rasa benci kepada orang-orang yang mengungguli,
apakah mungkin masih menyisakan ruang kosong bagi rasa cinta dan takut
kepada Allah ? bisakah kegelapan itu berkumpul dengan sinar terang ?
atau mungkinkah dua hal yang berlawanan akan bersatu dalam sebuah esensi ?
Ketika
hati telah gelap karena hawa nafsu dan dosa-dosa yang timbul darinya,
maka kegelapan tersebut akan berubah menjadi noda dan bintik yang
menutupi semua permuakaannya.
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (14) [المطففين : 14]
Artinya : "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka." (Q.S. Al-muthafifin : 14)
Dalam
keadaan seperti itu, seorang manusia akan merasakan apa yang disebut
sebagai gangguan jiwa, ia masih percaya kepada akalnya dan juga
mengetahui kebenaran-kebenaran yang sesuai logika semisal 1+1=2. Ketika
ia menghadiri majelis pengajian, maka ia akan menerima dan tunduk kepada
dalil dan argumen-argumen yang dipaparkan sebagai sesuatu yang hak.
Akan tetapi setelah ia keluar dari majelis tersebut, dengan segera ia
akan kembali dalam pasungan kemauan dan keinginan sahwatnya.
Hal
itu terjadi karena akal memang selalu berada dibawah kepemimpinan
perasaan, coba saja sekarang ini kita melihat orang-orang disekitar
kita, mayoritas mereka pasti mengetahui mana yang benar dan mana yang
salah, namun berapakah jumlah orang-orang yang mau menerapkan
hukum-hukum akal tersebut ?
Ketika
seseorang yang berkribadian mendua bertanya. "sekarang ini aku mengakui
kebenaran-kebenaran yang berasal dari Al-Qur'an, lalu mengapa aku tidak
mampu memenuhi tuntutan dari hukum tersebut ?", maka jawabannya adalah
apa yang dikatakan Ibnu Atho'illah, "Bagaimana mungkin hati akan
bersinar sedangkan permukaannya telah penuh oleh lukisan gambar-gambar
dunia ?". hatimu telah gelap karena noda-noda hitam yang menutupinya.
Engkau telah terjerat oleh kekuasaan bintik-bintik tersebut. Tidak ada
lagi ruang kosong dalam hatimu untuk menempatkan rasa cinta yang
mendorong untuk memenuhi panggilan Allah subhanahu wata'ala atau rasa
takut yang mencegahmu untuk melakukan maksiat dan kejahatan.
Saat
akal pikiranmu meminta izin kepada hati yang telah penuh oleh noda-noda
dosa dan sahwat untuk menyemaikan benih-benih cinta kepada Allah , maka
akal akan mencari dan terus mencari lahan kosong pada permukaan hati
namun ternyata ia sama sekali tidak menemukannya. Tidak hanya sampai
disitu, sang akal kemudian berusaha memberitahukan kepada hati tentang
risalah suci dari ilahi rabbi.
أَلَمْ
يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ
وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ
وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (16) [الحديد/16]
Artinya : "Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka),
dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah
diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang
atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara
mereka adalah orang-orang yang fasik." (Q.S. Al-hadidi : 16)
Lagi-lagi
karena hati telah penuh sesak oleh muatan-muatan sahwat dan dunia, maka
usaha akal untuk menyusupkan risalah tersebut kedalamnya menjadi
sia-sia tanpa guna.
Sebuah
contoh masyhur yang sering kita dengar adalah kisah Bal'am bin Ba'ura,
salah seorang bani Israil. Allah subhanahu wata'ala telah
menganugerahkan karunia ilmu yang melimpah kepadanya, sedangkan ilmu
pengetahuan sebagaimana kita tahu adalah akal. Akan tetapi Bal'am lebih
memilih untuk menuruti keinginan liarnya. Hati yang telah dipenuhi nafsu
liar akhirnya memimpin dan mengendalikan akalnya untuk menggapai
impian-impian dunawiyah. Perjalanan hidup Bal'am persis seperti seekor
anjing yang selalu menjulurkan lidah kepada apa saja yang dia jumpai
tanpa pernah merasa puas. Kisah Bal'am diabadikan oleh Allah subhanahu
wata'ala sebagai nasihat bagi manusia dalam ayat berikut.
وَاتْلُ
عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا
فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا
لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ
هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ
أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا
بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (176)
[الأعراف/175-177]
Artinya : "Dan
bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya
ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia
melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan
(sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
(175).Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti
anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu
membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka
ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. "(176). (Q.S. Al-‘araf : 175-176)
D. Penjerat berantai
Inti
pembahasan pada awal hikmah ini ialah tentang penyakit hati. Berawal
dari keinginan-keinginan duniawi yang memenuhi permukaan hati hingga
akhirnya menjadi noda hitam yang menimbulkan kegelapan. Andai saja
gambar-gambar dunia yang terekam memenuhi hati itu seperti sifat tulisan
atau gambaran yang ada pada lembaran kertas atau tembok, tentu akan
sangat mudah untuk menghapusnya. Namun potret-potret dunia yang memenuhi
cermin hati ini, sama sekali tidak mungkin hilang atau terpengaruh oleh
sebab-sebab dan media material.
Solusi
untuk mengobati penyakit tersebut bisa kita temukan pada poin yang
kedua dari hikmah ini. "Atau apakah mungkin hati akan menghadap Allah
subhanahu wata'ala padahal ia masih terbelenggu oleh sahwat-sahwatnya".
Masalah utama yang menghalangi hati untuk menghadap kepada Allah adalah
dikarenakan jeratan sahwat. Jadi usaha pertama yang harus dilakukan
untuk menangani dilema penyakit hati ialah membebaskannya dari kekangan
nafsu sahwat. Lalu bagaimana caranya?
Kita
lihat dulu dari poin ketiga ini, "Bagaimana mungkin hati berharap agar
bisa memasuki kerajaan Allah , sedangkan ia tidak mau bersuci dari
kotoran-kotoran kelalaiannya?". Sahwat yang telah menguasai dan merajai
hati akan menjadikannya lalai dari Allah ‘Azza wa Jalla. Kesenangan yang
ditawarkan nafsu syahwat akan menjadikan seseorang tenggelam dalam
perasaan gembira dan akan merasa sedih saat terpisah dari
kemewah-mewahannya. Jadi, salah satu proses untuk menyembuhkan hati yang
sakit adalah dengan pejuangan sekuat tenaga untuk membinasakan
kelalaian yang menyelimutinya.
Satu-satunya
jalan penyelamat ialah dengan cara meninggalkan jauh-jauh segala bentuk
dosa dan kesesatan, sebagaimana tersirat dalam poin terakhir hikmah
ini, "Bagaimana mungkin hati berharap untuk bisa memahami
rahasia-rahasia Allah swt yang sangat rumit, sedangkan ia belum
bertaubat dari kesesatan-kesesetannya?".
Kesesatan
dan dosa adalah penyebab utama adanya kelalaian hati dari Allah swt.
Lalu kelalaian akan menjadikan seseorang tunduk dan pasrah kepada nafsu
syahwat yang menuliskan gambar-gambar dunia di atas permukaan hati
hingga menjadi noda-noda hitam yang menutupinya.
E. Tuntutan sebenarnya
Manusia
merupakan makhluq Allah yang tidak lepas dari kesalahan, apakah bisa ia
terbebas dari dosa? Bukankah yang terbebas dari dosa itu hanya para
Nabi, lalu apa yang harus dilakukan oleh manusia biasa?
Manusia
tidaklah dituntut agar terbebas sama sekali dari dosa. Ia hanya
diwajibkan untuk menjauhi maksiat dan dosa sekuat tenaga. Dan bila ia
terlanjur melakukan kesalahan, maka ia harus bertaubat dan bertekad
untuk tidak mengulangi lagi. Jika ia tergoda lagi untuk berbuat dosa,
maka ia harus bartaubat kembali dan jika masih terulang terus, ia harus
mengulang-ulang taubat, dan seterusnya. Hal seperti inilah yang disebut
dengan عِصمَة(terbebas dari dosa) bagi orang-orang awam seperti kita.
Ketika syaitan mengancam kepada Allah bahwa ia akan menyesatkan semua hamba-hamba-Nya, maka Allah ‘Azza wa Jalla kemudian menjawab, bahwasanya mereka juga memiliki kekuatan penolak maksiat dan kejahatan. Allah swt berfirman:
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ (42) [الحجر/42]
Artinya : "Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat." (Q.S. Al-hajr : 42)
Maksudnya,
syaitan tidak akan mampu menyesatkan orang-orang yang benar-benar
meyakini sifat kehambaannya. Karena dengan bekal keyakinan itu, maka ia
akan merasa menyesal setelah melakukan sebuah kejahatan. Kemudian rasa
sesal di dadanya akan mendorong untuk bertaubat dengan tulus dan ikhlas.
Dengan begitu, pengaruh maksiat akan hilang dan dosanya menjadi
terhapus. Saat ia kembali berbuat dosa hingga berulang kali, maka proses
diatas juga akan terus terulang, namun tetap berakhir dengan taubat
yang tulus.
Setelah
seseorang berhasil menyelamatkan diri dari dosa dan kesesatan melalui
jalan pertaubatan yang suci lalu ia mampu berjalan tegak lurus pada
rel-rel kebenaran, maka kelalaian akan segera sirna dari hatinya.
Berganti dengan dzikir serta keyakinan akan adanya kontrol dan
pengawasan Allah. Tibalah saatnya untuk memasuki kerajaan Allah Yang
Maha Agung.
Hal ini sangat cocok dengan perkataan Rasulallah shalallahu ‘alaihi wasalam, ketika beliau menjelaskan perihal ihsan,
أن تعبد الله كأنك تراه، فإن لم تكن تراه فإنه يراك
Artinya : "Yaitu
engkau menyembah Allah swt seakan-akan engkau melihat-Nya. Apabila
engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Ia selalu melihatmu".
Maksudnya
engkau menarik perasaanmu secara total sehingga dunia dan segala isinya
ini hilang dari hatimu dan tidak berarti apa-apa. Saat memandang dunia,
maka engkau hanya merasakan telah berada di hadapan Allah subhanahu
wata'ala yang selalu berfirman kepadamu seakan-akan engkau benar-benar
melihat-Nya.
Keyakinan
seorang hamba akan kehadiran Allah berarti adanya kesadaran akan adanya
sifat-sifat, nikmat dan karunia serta rahamt-Nya. Ketika ia menerima
nikmat, maka ia pasti menghubungkannya dengan Dzat yang menganugerahkan
nikmat tersebut. Segala bentuk pergantian keadaan hidup yang ia jalani
hanya semakin menguatkan keyakinannya bahwa yang mengatur semua itu
adalah Allah Yang Maha Kuasa. Dalam situasi seperti ini, maka cinta
dalam hatinya hanya akan tertuju kepada Allah subhanahu wata'ala. Ia
sama sekali sekali tidak menghiraukan makhluk karena ia selalu berdiri
di depan keagungan Allah Yang Maha Sempurna.
Namun
cinta kepada Allah bukan berarti merubah dirinya menjadi seorang
malaikat yang tidak memiliki atau merasakan keinginan. Ia tetap saja
merupakan manusia biasa yang mempunyai kemauan-kemauan pribadi. Hanya
saja ia akan menuruti jika memang keinginan tersebut sesuai dengan
syariat. Namun apabila bertolak belakang dengan undang-undang taklif,
maka ia akan segera menyingkirkannya.
Cinta
kepada Allah yang telah mengisi hati, seorang hamba akan menghancurkan
dan menyingkirkan nafsu syahwat yang dahulu menguasainya. Termasuk juga
rasa cintanya kepada makhluk-makhluk di dunia ini. Akhirnya cermin hati
hanya akan menghadap ke hadirat Allah sehingga satu-satunya yang tampak
adalah Allah ‘Azza wa Jalla.
F. Menyatukan hati
Gambar-gambar
makhluk yang telah dilihat oleh kedua mata akan terekam dalam memori
otak. Setelah itu ia akan berusaha memasuki ruang-ruang hati. Namun
ketika hati telah bergelora oleh rasa cinta kepada Allah, maka hati
tidak akan menerimanya sebagai sekedar gambar biasa. Ia hanya menganggap
bahwa semua itu adalah bukti dan tanda yang berbicara tentang keesaan
Allah ‘Azza wa Jalla, keagungan serta kekuasaan-Nya, sambil berkata,
و في كل شئ له أية تدل على أنه الواحد
Hamba-hamba
yang memiliki hati semacam ini akan melukiskan gambar-gambar yang
dilihat kedua matanya dalam lembaran hati, namun hanya untuk
mendengarkan ucapan tasbih dari gambar itu. Maha Benar Allah yang telah
berfirman:
وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ [الإسراء/44]
Artinya : "Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka." (Q.S. Al-‘isra' 44)
Mereka
juga melihat kemegahan dan keindahan dunia seperti keadaan manusia
umumnya, namun hati yang mereka miliki akan mengubah gambar-gambar itu
menjadi cahaya kerinduan akan keindahan Allah subhanahu wata'ala. Ketika
menatap hamparan langit yang penuh dengan kilauan bintang atau terang
cahaya rembulan maka hati akan mengalihkan pemandangan itu sebagai pesan
suci dari Allah ‘Azza wa Jalla. Yang terlukis memenuhi lembaran hatinya
hanyalah cahaya-cahaya ayat Allah. Satu-satunya yang terukir dalam
hatinya adalah Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Sempurna.
Lain
halnya dengan seseorang yang belum memahami makna tauhid. Gambar-gambar
yang ia saksikan dengan dua mata akan menjadi tabir yang melalaikan
hatinya dari Allah ‘Azza wa Jalla hingga akhirnya akan menjerumuskan
kepada jurang dosa dan maksiat.Seseorang yang memiliki ketergantungan
atau rasa cinta kepada orang lain juga akan mengalami apa yang mereka
sebut sebagai kehadiran tunggal. Artinya saat ia menatap apa saja, maka
hatinya akan bingung untuk menggambarkana esensi yang ia lihat. Karena
hanya satu yang teringat dalam lamunannya yaitu orang yang menjadi
idaman hatinya.
Jikalau
keadaan seseorang yang mencintai orang lain bisa sampai seperti ini,
maka semestinya hamba yang mencintai Allah akan mengalami keadaan yang
lebih dahsyat lagi. Betapa tidak? Allah subhanahu wata'ala adalah Dzat
Yang Maha Sempurna segala-galanya.
Segala
yang ada di dunia ini pada hakikatnya hanya akan menyandarkan kepada
kehadiran tunggal yang merupakan buah bibir dari akidah tauhid.
إِنَّ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ
النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا
بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ
وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (164) [البقرة/164]
Artinya : "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." (Q.S. Al-baqarah : 164)
G. Kesimpulan
Selain
memiliki bentuk fisik yang tampak oleh mata, manusia juga terdiri dari
bagian abstrak yang tidak terlihat. Bahkan sisi abstrak inilah yang
membedakan antara seorang insan dengan seekor binatang.
Bagian
abstrak manusia adalah akal dan hati, namun yang terpenting serta
menjadi pengendali hidup seseorang adalah hati. Ibarat sebuah cermin,
hati akan manampakkan gambar-gambar yang ada di depannya. Jika ia
menghadap kepada matahari, maka cermin itu akan bersinar terang
benderang. Sebaliknya ia akan penuh dengan kegelapan ketika berda di
depan benda-benda yang gelap.
Keadaan
hati juga seperti anggota fisik manusia yang terkadang tertimpa
penyakit. Namun virus-virus dan bakteri yang menyerang hati akan sangat
sulit terdeteksi. Hati yang terserang pernyakit dan tidak segera
ditangani akan menyebabkan seseorang terjerumus dalam kesesatan dan
akibat yang paling fatal adalah neraka selama-lamanya.
Sebab
utama penyakit hati adalah dosa dan maksiat yang kemudian akan
menimbulkan kelalaian kepada Allah subhanahu wata'ala. Jadi langkah
pertama kali yang harus dilakukan untuk mengobati hati ialah dengan
meninggalkan dan membuang jauh-jauh segala bentuk dosa dan kejahatan.
Dengan begitu hati akan teringat kembali kepada sifat dasar
penghambaannya kepada Allah dan mengomando semua organ tubuhnya untuk
melaksanakan tanggung jawab yang membebani pundaknya dengan tekun dan
disiplin.
Setelah
ia mampu istiqomah beribadah dan mengingat Allah, maka ia akan
menikmati rasa cinta kepada Allah ‘Azza wa Jalla yang mengantarkan
dirinya mencapai derajat ihsan, menyembah Allah seakan benar-benar
melihat-Nya. Dalam kondisi seperti ini, maka yang mengisi hatinya
hanyalah Allah subhanahu wata'ala dengan semua sifat-sifat
kesempurnaan-Nya. Dunia yang terlihat oleh kedua matanya akan merasuk ke
dalam hatinya sebagai gelombang-gelombang cahaya yang menjelaskan
keagungan, kekuasaan serta kesempurnaan Allah ‘Azza wa Jalla.
0 komentar:
Posting Komentar