Rumahku Surgaku
Pembaca yang semoga dirahmati Allah ,
kita semua tentu mengharapkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Oleh
sebab itu, kita harus mulai membangun jalan kebahagiaan itu dari lingkup
diri pribadi dan rumah tangga kita. Pada edisi kali ini, kami akan
mulai mengetengahkan tema seputar rumah tangga Islami. InsyaAllah
pembahasan akan kami sampaikan dalam beberapa edisi, bergantian dengan
meteri aqidah, manhaj, fiqh, dst, yang biasa kami angkat.
Pembaca yang budiman, dalam upaya meniti
kebahagiaan keluarga kita, ada beberapa hal yang harus kita sadari dan
mengupayakan terwujudnya hal tersebut dalam rumah kita, antara lain;
Kita Harus Menyadari bahwa Rumah Adalah Nikmat.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal.” (QS. An-Nahl : 80).
Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata,
“Allah Ta’ala menyebutkan kesempurnaan nikmatNya atas hambaNya, dengan
apa yang Dia jadikan bagi mereka rumah-rumah yang merupakan tempat
tinggal mereka. Mereka kembali kepadanya, berlindung dan memanfaatkannya
dengan berbagai macam manfaat.” (Tafsir Ibnu Katsir, cet. Daarusy
Sya’bi, 4/509)
Banyak sekali kegunaan rumah bagi
seseorang. Ia adalah tempat makan, tidur, istirahat, dan berkumpul
dengan keluarga, isteri dan anak-anak, juga tempat melakukan kegiatan
yang paling pribadi dari masing-masing anggota keluarga. Allah
berfirman, “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab : 33)
Jika kita
renungkan keadaan orang-orang yang tidak memiliki rumah, yakni
orang-orang yang hidup di pengasingan, di emper-emper jalan serta para
pengungsi yang terusir di perkemahan-perkemahan sementara, niscaya kita
memahami benar nikmatnya ada di rumah.
Tentu kita akan terenyuh dan haru
mendengar orang misalnya dia mengatakan, “Saya tidak punya tempat
tinggal tetap, terkadang saya tidur di rumah si Fulan, terkadang di
kedai kopi, kebun atau di pantai, lemari bajuku ada di dalam mobil”.
Dengan demikian kitapun akan memahami makna keberserakan karena tidak
memiliki tempat tinggal atau rumah.
Ketika Allah menyiksa orang-orang
Yahudi Bani Nadhir, Allah mengambil dari mereka nikmat rumah ini,
Allah mengusir mereka dari kampung halaman mereka. Allah berfirman, “Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung-kampung pada saat pengusiran pertama kali.” (QS. Al-Hasyr: 2).
Kemudian firman-Nya, “Mereka
memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan
orang-orang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk pelajaran, hai
orang-orang yang mempunyai pandangan.” (QS. Al-Hasyr : 2)
Yang Mendorong Seorang Muslim Untuk Memperhatikan ISHLAH (Perbaikan) Rumahnya
1. Hendaknya kita semua berupaya
untuk menjaga diri dan keluarga dari Api Neraka Jahannam dan selamat
dari siksa yang menyala-nyala. Allah Ta’ala berfirman, “Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim : 6)
2. Besarnya tanggung jawab yang
dibebankan terhadap pemimpin rumah di hadapan Allah pada hari
perhitungan. Dari Anas , bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya
Allah Ta’ala akan meminta pertanggung jawaban kepada setiap pemimpin
atas apa yang dipimpinnya, apakah ia menjaga kepemimpinannya atau
melalaikannya, sehingga seorang laki-laki ditanya tentang anggota
keluarganya.” (Hadits Hasan, diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam Isyratun Nisaa’, hadits no 292)
Pembaca yang budiman, rumah adalah
tempat menjaga diri dan keselamatan dari berbagai kejahatan dan menolak
dari bahaya manusia lain; rumah adalah tempat perlindungan ketika
terjadi fitnah. Rasulullah bersabda, “Beruntunglah orang yang menguasai lisannya dan lapang rumahnya serta menangis atas kesalahannya.”
(Hadits Hasan, diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Ausath
dari Tsauban dan terdapat dalam Shahihul Jami’, no.3824)
Dan Nabi juga bersabda bersabda, “Lima
hal yang barangsiapa mengerjakan salah satu daripadanya maka ia akan
mendapat jaminan dari Allah Ta’ala. Yaitu : orang yang menjenguk orang
sakit, orang yang pergi berperang, atau orang yang masuk kepada
pemimpinnya dengan maksud menegurnya atau mengingatkannya, atau ia duduk
di rumahnya sehingga orang-orang selamat dari (ganggguan)nya dan ia
selamat dari (gangguan) mereka.” (HR. Ahmad 5/241)
Dari Abu Musa , bahwa Rasulullah juga menyatakan, “Keselamatan seseorang dalam fitnah yaitu ia senantiasa mendiami rumahnya.” (Shahihul Jami’ no.3543)
Orang muslim akan merasakan faedah ini
ketika ia dalam keadaan terasing, saat ia tidak bisa mengubah
kemungkaran-kemungkaran yang ada, maka dia memiliki tempat berlindung
ketika kembali ke rumahnya. Rumah itu akan menjaga dirinya dari
perbuatan dan pandangan yang dilarang, menjaga isterinya dari tabarruj
(pamer kecantikan dan hiasan) serta menjaga anak-anaknya dari
teman-teman yang jahat.
Aspek Keimanan Di Dalam Rumah.
Dari sebuah rumah yang Islami akan lahir
penopang-penopang perbaikan bagi masyarakat, berupa da’i-da’i teladan,
penuntut ilmu, mujahid yang sesungguhnya, isteri shalihah, ibu pendidik
dari unsur pembangun kebaikan lainnya. Jika sedemikian penting problem
tersebut, sementara rumah-rumah kita penuh dengan kemungkaran dan
kelalaian, meremehkan dan melampaui batas, maka dari sini timbul tanda
tanya besar, “Bagaimana cara membentuk rumah tangga yang Islami?”.
Maka
dalam edisi kali ini, kami sampaikan bahwa aspek keimanan perlu kita
tumbuhkan dalam rumah, yang antara lain adalah:
1. Jadikanlah Rumah sebagai Tempat Dzikrullah (Mengingat Allah). Rasulullah bersabda, “Perumpamaan
rumah yang di dalamnya ada dzikrullah, dan rumah yang tidak ada
dzikrullah di dalamnya adalah (laksana) perumpamaan antara yang hidup
dengan yang mati.” (HR. Muslim 1/539)
Karena itu rumah harus dijadikan sebagai
tempat untuk melakukan berbagai macam dzikir, baik itu dzikir dalam
hati maupun dengan lisan, shalat, atau membaca shalawat dan Al-Qur’an,
atau mempelajari ilmu-ilmu agama, atau membaca buku-buku lain yang
bermanfaat.
Saat ini betapa banyak rumah-rumah umat
Islam yang mati karena tidak ada dzikrullah di dalamnya, sebagaimana
disebutkan oleh hadits di atas. Yang lebih parah lagi manakala yang
menjadi dendangan di dalam rumah itu adalah syair-syair dan lagu-lagu,
menggunjing, berdusta dan mengadu domba.
Juga kadang kita dapati rumah-rumah itu
penuh dengan kemaksiatan dari kemungkaran, seperti ikhtilath (campur
baur dengan lawan jenis yang diharamkan), tabarruj (pamer kecantikan dan
perhiasan) di antara kerabat yang bukan mahram atau kepada tetangga
yang masuk ke rumah.
Bagaimana mungkin malaikat akan masuk ke
dalam rumah dengan keadaan seperti itu? Karena itu hidupkanlah rumahmu
dengan dzikrullah! Mudah-mudahan Allah I merahmati kita semua.
2. Jadikan Rumahmu sebagai
Kiblat. Maksudnya, menjadikan rumah sebagai tempat beribadah. Allah
Ta’ala berfirman, “Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: “Ambillah
olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi
kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu sebagai kiblat dan
dirikanlah shalat serta gembirakanlah orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 87)
Ibnu Abbas berkata, “Maksud disuruh
menjadikan rumah-rumah mereka sebagai kiblat yaitu mereka diperintahkan
menjadikan rumah-rumah itu sebagai tempat beribadah”. Dan Ibnu
Katsir -rahimahullah- berkata, “Hal ini seakan-akan -Wallahu a’lam-
ketika siksaan dan tekanan Fir’aun beserta kaumnya semakin menjadi-jadi
atas mereka, maka mereka disuruh untuk memperbanyak shalat sebagaimana
firman Allah Ta’ala, “Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu”. (QS. Al-Baqarah: 153). Dalam sebuah hadits, “Apabila Rasulullah menghadapi suatu kesulitan, maka beliau melakukan shalat.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/224)
Hal ini menegaskan betapa pentingnya
ibadah di dalam rumah-rumah, terutama dalam waktu-waktu lemah dan
tertindas, demikian pula dalam beberapa kesempatan manakala umat Islam
tidak mampu menampakkan shalat mereka di hadapan orang-orang kafir.
Dalam hal ini kita juga perlu mengenang kembali mihrab Maryam, yakni
tempat peribadatan beliau, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah
Ta’ala, “Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di Mihrab ia dapati makanan di sisinya.” (QS. Ali lmran : 37)
Para sahabat juga amat memperhatikan
masalah shalat di dalam rumah mereka selain shalat fardhu. Sebuah kisah
di bawah ini menarik sebagai pelajaran bagi kita, “Dari Mahmud bin
Ar-Rabi’ Al-Anshari, bahwasanya ‘Itban bin Malik (salah seorang sahabat
Rasulullah yang ikut serta dalam perang Badar, dari kaum Anshar), ia
datang kepada Rasulullah lalu berkata, “Wahai Rasulullah!, pandanganku
telah menipu tapi aku tetap shalat bersama kaumku, apabila turun hujan,
mengalirlah air di lembah (yang memisahkan) antara aku dengan mereka
sehingga aku (tak) bisa datang ke masjid mereka dan shalat bersama-sama,
aku sangat ingin wahai Rasulullah, jika engkau datang kepadaku dan
shalat di dalam rumahku sehingga aku menjadikannya sebagai mushalla
(tempat shalat)”. Ia berkata, “Maka Rasulullah bersabda kepadanya,
“Akan aku lakukan Insya Allah”. ‘Itban berkata, “Maka berangkatlah
Rasulullah dan Abu Bakar ketika siang (nampak) meninggi, maka
Rasulullah meminta izin, lalu aku mengizinkan kepada beliau, beliau
tidak duduk sebelum masuk ke dalam rumah, lalu Nabi berkata, “Di bagian
mana engkau suka aku melakukan shalat dari rumahmu?” . ‘Itban berkata:
“Maka aku tunjukkan kepada beliau suatu arah dari rumahku, maka
Rasulullah berdiri kemudian bertakbir, lalu kami semua berdiri
membentuk barisan, dan Nabi shalat dua rakaat kemudian salam.”
Dalam memetik pelajaran dari hadits di
atas, Ibnu Hajar berkata: “Di situ merupakan pelajaran, agar kita
menggunakan tempat tertentu untuk melakukan shalat dalam rumah. Adapun
larangan untuk menjadikan tempat tertentu dalam masjid adalah hadits Abu
Daud, dan itu jika ia lakukan untuk riya’ atau yang sejenisnya.
Menjadikan tempat tertentu dalam rumah untuk shalat bukan berarti
menjadikan tempat tersebut sebagai wakaf -idak berlaku padanya hukum
wakaf- meski secara umum dikategorikan dengan nama masjid.
3. Pendidikan Keimanan untuk Anggota Keluarga. Dari ‘Aisyah -radhiallahu’anha- ia berkata, “Suatu
ketika Rasullah , mengerjakan shalat malam, ketika akan witir beliau
mengatakan, “Bangunlah, dan dirikanlah shalat witir wahai Aisyah!” Allah
mengasihi laki-laki yang bangun malam kemudian shalat lalu
membangunkan isterinya sehingga shalat, jika tidak mau ia memerciki
wajahnya dengan air.” (HR. Muslim 6/23)
Membiasakan dan menganjurkan para isteri
dengan sedekah adalah sesuatu yang bisa menambah iman, ia adalah
perkara agung yang dianjurkan oleh Rasulullah dengan sabdanya, “Wahai segenap wanita, bersedekahlah kalian. Sesungguhnya aku melihat bahwa kalian adalah sebanyak-banyak penduduk Neraka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud; Shahihul jami’, hadits no.3488)
Di antara ide yang bagus adalah dengan
meletakkan kotak amal di dalam rumah untuk orang-orang miskin, sehingga
setiap uang yang masuk di dalamnya menjadi hak bagi orang-orang yang
membutuhkannya, karena itulah tempat dana mereka di dalam rumah orang
muslim.
Dan jika anggota keluarga melihat
seorang panutan yang membiasakan puasa pada ayyaamul biidh (pertengahan
setiap bulan Qamariyah, yaitu tanggal 13, 14, 15), hari Senin dan Kamis,
hari Asyura, hari Arafah, pada banyak hari di bulan Muharram dan
Sya’ban, niscaya akan mendorong anggota keluarga yang lain untuk
mengikutinya.
4. Perhatian pada Do’a-do’a yang disyari’atkan dan sunnah-sunnah yang berkaitan dengan rumah
a Do’a masuk rumah: Rasulullah bersabda, “Jika
seorang laki-laki masuk ke dalam rumahnya kemudian menyebut nama Allah
Ta’ala (membaca “bismillah”) ketika dia masuk dan ketika makan, setan
berkata: “Kamu tidak punya (jatah) tempat tidur dan tidak pula (jatah)
makan di sini.” Dan jika ia masuk dan tidak menyebut nama Allah ketika
ia masuk, maka setan berkata: “Kamu mendapatkan (jatah) tempat tidur”.
Dan jika tidak menyebut nama Allah ketika makan, setan berkata: “Kamu
mendapat (jatah) tempat tidur dan makan.” (HR. Muslim, 3/1599)
بِسْÙ…ِ اللهِ تَÙˆَÙƒَّÙ„ْتُ عَÙ„َÙ‰ اللهِ Ù„َا ØَÙˆْÙ„َ ÙˆَÙ„َا Ù‚ُÙˆَّØ©َ اِلاَّ بِاللهِ
“Dengan Nama Allah, aku bertawakkal
(menggantungkan diri) kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali
dengan pertolongan Allah”, niscaya akan dikatakan kepadanya: “Cukuplah
bagimu, engkau telah diberi petunjuk, engkau telah dicukupi dan dijaga
“, sehingga setan menyingkir daripadanya. Lalu setan lain berkata
kepadanya: “Bagaimana kamu dapat (menggoda) laki-laki yang telah
ditunjuki, dicukupi dan dijaga?.” (HR. Abu Daud no. 5095)
c. Bersiwak, dalam Shahihnya, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah -radhiyallah’anha- , bahwasanya ia berkata, “Bahwasanya Rasulullah jika masuk rumahnya beliau memulai dengan siwak.” (HR. Muslim, kitab Ath-Thaharah, bab 15, no. 44)
5. Rutin Membaca Surat
Al-Baqarah di Rumah untuk Mengusir Setan. Hadits-hadits dalam hal ini di
antaranya, Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian jadikan
rumah-rumah kalian sebagai kuburan! Sesungguhnya setan lari dari rumah
yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim, 1/539)
Rasulullah juga bersabda, “Bacalah
surat Al-Baqarah di rumah-rumah kalian, karena sesungguhnya setan itu
tidak masuk ke dalam rumah yang dibaca di dalamnya surat Al-Baqarah.” (HR. Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak, 1/561).
Tentang keutamaan dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah serta pengaruh membacanya bagi rumah, Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya
Allah Ta’ala menulis suatu kitab sebelum Ia menciptakan langit dan bumi
sekitar 2000 tahun, Ia berada di atas Arsy, dan menurunkan dua ayat
penutup (terakhir) dari surat Al-Baqarah. Dan tidaklah setan mendekat
rumah yang dibacakan di dalamnya kedua ayat tersebut selama tiga malam.” (HR. Ahmad dalam As-Sunnah 4/274)
Wallahu Ta’ala a’lam
0 komentar:
Posting Komentar