4 Hal yang sudah ditentukan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits shahih yang berbunyi:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra. Katanya: Telah menceriterakan
kepada kami Rasulullah saw ( orang yang selalu benar dan dibenarkan)
:”sesungguhnya salah seorang dari kamu sekalian dikumpulkan kejadiannya
dalam perut ibunya selama empat pulah hari berupa air mani.
Kemudian
menjadi segumpal darah dalam waktu empat puluh hari. Kemudian menjadi
segumpal daging dalam waktu empat puluh hari. Lalu diutus seorang
malaikat kepada janin tersebut dan ditiupkan ruh kepadanya dan malaikat
tersebut diperintahkan untuk menuliskan empat perkara, yaitu: menulis
rizkinya, batas umur-nya, pekerjaannya dan kecelakaan atau kebahagiaan
hidupnya”. Hadits di atas ini adalah berita dari Allah swt.
Kepada
seluruh manusia lewat Rasulullah saw yang menerangkan bahwa hakekat
dari rizki, umur, pekerjaan dan kebahagiaan atau kecelakaan termasuk
jodoh telah ditentukan oleh Allah SWT sebelum seseorang lahir ke dunia.
Apapun yang telah Allah ketahui dan tetapkan pada setiap manusia maka
tidak akan pernah berubah, dan hanya Allah lah yang mengetahui apa yang
telah terjadi dan yang sedang terjadi maupun yang akan terjadi.
Tetapi
meskipun demikian bukan berarti kita hanya tinggal menunggu,
malas-malasan dengan alasan sudah ditentukan. Karena hanya Allahlah
yang tahu hakikatnya. Oleh karena itulah Allah dan Rasulnya menyuruh
setiap orang untuk terus berikhtiar, berusaha serta melakukan pekerjaan
yang dapat mengantarkan dirinya kepada cita-citanya, setiap orang
muslim harus berpegangan kepada rahmat Allah yang sangat luas yang
dengan rahmat tersebut Allah Maha Kuasa untuk mengabulkan dan menuruti
keinginannya.
Kemudian setelah orang muslim tersebut berusaha dan
cita-citanya belum tercapai, baru dia ber-sandar kepada hakekat, agar
jiwanya tidak stres Hadits ini juga mengandung keterangan
tentang takdir, sebuah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah swt
bagi setiap manusia menyangkut 4 hal ; rezeki, batas umur (ajal), amal
(baik dan buruk), serta nasib (mulia atau celaka). Perbedaan antara
Qadha dan Qadar: Ada dua istilah yang popular dalam masalah taqdir ;
yaitu Qadha’ dan qadar. Keduanya sama-sama dipahami sebagai ketentuan
Allah atas makhluk. Namun keduanya dapat dibedakan.
Qadha’ lebih khusus
dari Qadar, karena qadha’ merupakan keputusan di antara taqdir Sedangkan qadar adalah taqdir itu sendiri. Qadha’ adalah ketetapan atau
keputusan dari taqdir. Para Ulama menerangkan perbedaan anatara kedua
terminology di atas dengan membuat perumpamaan antara barang yang
ditimbang dengan timbangan itu sendiri. Barang yang ditimbang disebut
Qadar, sedang timbangan disebut qadha’. Abu ‘Ubaidah berkata kepada
Umar ketika ia ingin lari dari wabah Tho’un di Suriah, “Apakah Anda
ingin lari dari Qadha’ (ketetapan) Allah? Beliau menjawab : “Ya, saya
lari dari Qadha’ Allah kepada Taqdir (qadar) Allah.” Maksudnya sebuah
Qadar selama belum menjadi qadha’, masih ada harapan akan ditolak oleh
Allah.
Tetapi bilamana ia sudah menjadi qadha (keputusan) Allah, maka
ia tidak dapat ditolak. Keempat masalah tadi sudah ditentukan oleh
Allah Swt pada waktu seseorang ditiupkan ruh kepadanya di dalam rahim
ibunya. Namun bagi manusia, semua hal itu adalah masalah ghaib yang
tidak diketahui oleh siapapun kecuali hanya Allah Siapapun tidak
mengetahui tentang ajalnya, kapan akan tiba. Yang mengetahuinya hanya
Allah Swt. Begitu pula halnya dengan rezeki. Setiap orang sudah
ditentukan (dituliskan) Allah rezekinya, apakah ia menjadi orang kaya,
atau orang miskin, berapa pendapatannya.
Seperti itu juga tentang
amalnya, apakah amalnya di dunia ini baik atau buruk. Apakah ia akan
menjadi manusia yang baik atau manusia penjahat. Dan juga telah
dituliskan Allah apakah ia akan menjadi ahli syurga atau penghuni
neraka. Secara ketentuan, memang demikian adanya. Tapi apakah manusia
mengetahui ketentuan tentang dirinya? Pasti “tidak”.
Karena hal
ini adalah masalah yang ghaib yang tidak diberitahu Allah siapapun
kecuali orang yang Dia kehendaki. Oleh karenanya, jika ada seseorang
yang mengklaim bahwa dirinya mengetahui tentang nasib seseorang, atau
masa depan seseorang, dia sebenarnya dalam keadaan berbohong. Mungkin
ada yang bertanya, apa gunanya manusia berusaha (berikhtiyar), dan
bekerja jika rezekinya sudah ditentukan? Jawabnya, Allah swt yang
menetapkan takdir itu, Dia juga yang memerintahkan manusia untuk
berusaha.
Jadi usaha (ikhtiyar) wajib dilakukan berdasarkan perintah
syari’at, sementara hasil dari ikhtiyar itu sudah ditentukan oleh Allah
swt. Mungkin saja ikhtiyar itu berhasil dan menjadi penyebab bagi
kesuksesan seseorang. Tetapi bisa jadi ikhtiyar itu gagal dan belum
berhasil. Hanya Allah lah yang mengetahuinya Begitu juga dengan
umur. Apabila seseorang sakit, maka ia wajib untuk berobat.
Apakah
pengobatan itu akan berhasil, sehingga si sakit itu menjadi sembuh,
atau pengobatannya tak berhasil dan akhirnya ia meninggal, maka yang
mengetahuinya hanya Allah Swt. Yang menentukan umur dan ajal itu adalah
Allah dan Dia juga yang memerintahkan untuk berikhtiyar, berobat, jika
seseorang mengalami sakit. Demikian pula dengan amal. Manusia wajib
berikhtiyar dengan mengusahakan amal yang baik, menjalankan apa yang
diperintahkan oleh Allah Swt dan meninggalkan apa yang dilarangNya,
atau wajib berbuat thaoat kepada Allah dan RasulNya.
Artinya wajib bagi
seseorang menapaki jalan hidup yang benar sesuai perintah Allah. Ia
tidak boleh mengatakan, bahwa ia berbuat jahat karena Allah swt telah
menetukan demikian. Ini adalah anggapan keliru. Allah swt sudah
menerangkan mana jalan yang baik dan mana jalan yang buruk, kemudian
manusia diberi akal untuk bebas menetukan pilihan, apakah ia memilih
jalan yang baik atau sebaliknya. Allah juga menerangkan konsekuensi
dari pilihan itu, bahwa siapa yang memilih jalan yang baik, akan
mendapatkan ganjaran yang baik. Dan siapa memilih jalan yang salah,
akan menerima ganjaran (hukuman) yang berat. Yang dinilai oleh Allah di
sini adalah pilihan manusia.
Ibarat dalam menempuh perjalanan ke
Bandung dari Jakarta. Seseorang ingin bepergian menuju Bandung. Di
tengah jalan, ia sudah membaca rambu-rambu atau penunjuk jalan menuju
Bandung. Lalu apakah setelah itu, ia mengikuti petunjuk tadi atau
menyalahi petunjuk dan memilih jalan sendiri dan akhirnya ia tersesat
dan tidak sampai ke tujuannya? Barangsiapa yang memilih jalan yang
salah, maka ia dihukum karena pilihannya yang salah itu. Bukan Allah
Swt yang sejak awal menginginkan dirinya supaya salah atau tersesat.
Allah Swt tidak menentukan (memaksakan) seseorang agar jadi pezina atau
penjahat, akan tetapi, ia menjadi jahat atau baik karena pilihannya.
Namun Allah mengetahui dari awal bagaimana perjalanan orang tersebut di
kemudian hari. Kemudian suatu perbuatan baik, tidak akan terjadi
kecuali atas seizing Allah dan petunjuk Nya. Demikian juga suatu
perbuatan jahat, tidak akan terjadi kecuali izin Allah Swt. Maka ketika
kebaikan terjadi, seorang hamba harus bersyukur kepada Allah, dan
ketika keburukan terjadi, ia harus beristighfar kepadaNya.
Jadi
keimanan kepada taqdir adalah mutlak, namun manusia dalam hidup ini
harus tunduk kepada ketentuan Syari’at, seperti kewajiban berikhtiyar.
Dua jenis Perubahan; menjadi baik atau menjadi jahat: Ujung dari hadits
ini membuat perasaan setiap Muslim ketakutan dan khawatir. Rasulullah
memberikan rincian yang lebih detail mengenai nasib masa depan
seseorang di akhirat, apakah ia sebagai penghuni Syurga atau neraka.
Ada orang yang sudah ditakdirkan sebagai penghuni neraka, maka
kehidupannya di dunia akan senantiasa mengarah pada perbuatan dan
prilaku ahli neraka, kendatipun orang tersebut pada awalnya beramal
sebagaimana amal ahli syurga, namun tulisan takdir sudah ditetapkan
lebih dahulu.
Hidupnya belakangan berubah menjadi buruk.
Ia
berprilaku seperti prilaku ahli neraka, kemudian ia mati dalam keadaan
seperti itu, tempatnya kelak akan di neraka. Secara ekstrim dicontohkan
oleh Nabi Saw dalam hadits tersebut, bahwa ada orang yang sejak awal
hidup dan beramal sebagaimana amal ahli syurga dan itu berlangsung
terus menerus puluhan tahun hingga menjelang akhir hayatnya, ia berubah
drastic (seratus delapan puluh derajat). Kata Nabi Saw : “Hingga jarak
antara dia dengan syurga itu hanya sehasta saja”, menunjukkan saking
dekatnya jarak tersebut.
Andaikan ia meninggal dalam kesolehan seperti
itu, ia akan masuk syurga. Namun ketentuan takdir sudah ditetapkan
lebih dahulu, akhirnya iapun berubah dengan drastis (mendadak) dan
kehidupannya sama seperti kehidupan ahli neraka, seperti kafir kepada
Allah (murtad), mendustakan dan melecehkan ayat-ayat Allah (al-Qur’an),
menghina Rasulullah, meragukan dan merendahkan syari’at Allah, bahkan
ada yang sampai mengaku sebagai Nabi atau mendapat wahyu dari Jibril,
meninggalkan shalat dengan sengaja, tidak berpuasa Ramadhan, dan
perbuatan-perbuatan lain yang menjerumuskan manusia. Lalu ia mati dalam
keadaan seperti ini, maka tempat yang menunggunya adalah neraka.
Perubahan mendasar itu tak selamanya di akhir hayat, bisa saja di
pertengahan masa hidup.
Yang penting perubahan menjadi buruk itulah
yang menjadi penutup hidupnya. Ungkapan yang disebutkan dalam hadits
itu semata-mata memberikan contoh yang agak ekstrim. Bisa saja
perubahan itu umpamanya setelah mengikuti pendidikan di Barat.
Contohnya: Di zaman global ini model hidup yang disebutkan di dalam
hadits itu sering kita jumpai. Ada orang-orang yang sejak kecilnya
tumbuh dalam lingkungan Islam, bahkan belajar Islam di Lembaga-lembaga
Pendidikan Islam, seperti Pesantren dan Madrasah.
Pendidikan Tingginya
pun, ia selesaikan di Institut/Universitas Islam. Kehidupan awalnya
sangat mengagumkan, persis seperti kehidupan manusia yang sholeh, taat
beribadah, tidak mengenal dunia maksiat, jauh dari kehidupan jahiliyah.
Tetapi di pertengahan usianya hidupnya menjadi berubah. Perubahan itu
sangat drastic. Seratus delapan puluh derajat. Tadinya sangat percaya
kepada al-Qur’an, sekarang meragukan al-Qur’an bahkan mengritik
al-Qur’an.
Dulunya taat dalam beribadah, jauh dari maksiat, belakangan
hampir tidak shalat, bahkan minum khamar, akrab dengan kehidupan seks
bebas. Dulunya berpikir sangat Islami, cinta pada ulama, bahkan pembela
Islam, tetapi belakangan pola pikirnya seperti orientalis Barat,
meragukan Islam, melontarkan ungkapan-ungkapan yang tak pantas keluar
dari seorang Muslim yang beriman, memuji-muji kaum kafir. Orang-orang
seperti ini jika terus dalam kekufurannya dan mati dalam keadaan
seperti itu, merekalah seperti yang dikatakan Nabi saw didalam hadits
di atas, penghuni-penghuni Neraka, padahal sebelumnya amal perbuatannya
adalah amal ahli syurga.
Ada apa gerangan perubahan itu? Perubahan itu
mungkin berawal dari kekagumannya kepada Barat. Kekaguman ini
menimbulkan keinginan untuk menimba ilmu ke Barat, dengan menempuh
program studi Post-Graduate hingga meraih gelar “doctor” di Barat.
Sayangnya, mereka tak sekadar belajar, mengambil yang bermanfaat,
bahkan melakukan “copy-paste” pemikiran Barat yang sekuler dan Liberal
kemudian membawanya kembali ke tanah air. Sungguh kalau kejadian
ini disampaikan kepada masyarakat umum, niscaya mereka akan
geleng-geleng kepala keheranan.
Tak terbayangkan terjadinya perubahan
itu, karena dasarnya yang sudah baik. Tetapi itu adalah fakta yang tak
hanya menimpa satu dua orang di zaman ini, tetapi puluhan
sarjana..Mereka sudah mengelompok dalam sebuah faham yang dikenal
“Liberalisme”. Begitu juga sebagian orang yang pada masa kecilnya baik
dan tumbuh dalam ketaatan, tetapi karena pergaulan atau hidup di
lingkungan orang-orang fasik yang tidak peduli dosa dan maksiyat,
akhirnya terikut dan terbawa arus. Ia hidup dalam suasana Jahiliyah,
jauh dari sinar Islam, akrab dengan maksiyat, narkotika, khamar, seks
bebas, uang haram dan lainnya.. Begitulah hidupnya berlangsung hingga
akhir hayatnya. Mereka inilah yang dikatakan sebagai ahli neraka.
Na’uzu billah.
Namun Orang yang sudah menjadi baik dari awal, tidak
seharusnya menjadi sombong, karena yang membolak-balikan hati adalah
Allah Swt. Ia haruslah tetap berharap pada Allah, agar keadaannya yang
baik, tidak berubah menjadi sebaliknya. Agar Allah memberikan
kemantapan Iman hingga akhir hayatnya. Perubahan Menjadi Baik: Hadits
tersebut juga memberikan contoh perubahan lain yang positif yaitu
berubah menjadi baik, dari keadaan sebelumnya buruk dan jahat.
Perubahan yang disajikan juga perubahan yang relatif ekstrim.
Umpamanya, seseorang yang pada awalnya hidup dalam kekafiran,
kedurhakaan, kefasikan. Saking buruknya amal orang tersebut diibaratkan
jarak anatara dia dengan neraka hanya sehasta saja.
Jika ia mati dalam
keadaan seperti itu, ia akan masuk neraka. Akan tetapi suratan takdir
sudah lebih dulu dituliskan, bahwa orang itu akan menjadi ahli syurga,
lalu iapun berubah, sekalipun perubahan itu hanya berlangsung sebentar
menjelang kematiannya. Namun kematiannya tiba setelah ia menjadi baik
dan bertaubat. Inilah yang sering dikenal dengan “husnul Khatimah”
(akhir kehidupan yang baik). Dan yang menentukan posisi seseorang
adalah penutup amalnya. (al-A’mal bi-Khawatimiha). Kalau penutup
amalnya baik, ia akan masuk syurga, dan jika penutup amalnya buruk, ia
akan masuk neraka.
Contohnya : Mungkin contoh yang lebih jelas
untuk perubahan jenis ini ialah kehidupan muallaf dan orang-orang
Muslim yang bertaubah dari keadaan masa lalunya yang penuh dengan dosa.
Muallaf, orang yang pindah dari kekafiran menjadi Muslim atas berkah
hidayah Allah ‘azza wajalla. Usia mereka ketika masuk Islam
berbeda-beda. Ada yang masuk Islam dalam usia tua. Ada pula yang masuk
Islam ketika remaja. Yang penting akhir dari hayat mereka ialah
menemukan jalan hidup di bawah panji Islam dan beriman kepada Allah
Swt. Kalau kita mendengar cerita-cerita kaum Muallaf (orang yang masuk
Islam, sebelumnya dari kafir).hati kita ikut merasakan terharu dari
pengalaman mereka. Beberapa waktu yang lalu di Los Angeles, Amerika
Serikat, di televisi Amerika ditayangkan berita masuk Islamnya seorang
perempuan kulit hitam AS, yang sebelum selama dua puluh dua tahun
menjadi Biarawati. Masya Allah. Tabarakallah.
Sebuah perjalanan
hidup yang tak singkat mencari hidayah. Dalam tayangan itu ditampilkan
cuplikan dari masa lalunya, ketika ia berkhotbah di gereja dengan
semangat, kemudian setelah itu ditayangkan pula, gambarnya setelah ia
menjadi muslimah, bersujud dengan memakai mukena (telekung). Si
Presenter bertanya kepadanya, apa yang membuat Anda masuk Islam? Ia
jawab dengan polos : “:Jesus guides me to Islam”. (Nabi Isa menunjuki
aku masuk Islam). Bisa Anda bayangkan separuh hidupnya telah berlalu
dalam kekafiran, bahkan aktif dalam menyebarkan kekafiran. Tetapi
belakangan ia mendapatkan Hidayah dari Allah Swt, ia masuk Islam dan
beramal dengan amal ahli syurga. Mudah-mudahan ia meninggal nanti dalam
keadaan seperti itu, maka ia akan masuk syurga.
Sempat juga
penulis di sebuah Masjid di Sedena, pinggiran Los Angeles, California,
berkenalan dengan seorang orang tua, kepalanya sudah dipenuhi uban,
tampak wajah tua dari mukanya. Lalu ia mengenalkan diri, ia adalah
seorang Professor Emeritus di Los Angeles Community college di bidang
business. Ia mengakui masuk Islam dalam tujuh tahun terakhir. Hidupnya
sekarang pindah dari masjid ke masjid, duduk lama berzikir setelah
shalat..Ia sempat mengisahkan tentang hidupnya mencari Islam. Ia
mendalami betul sejarah Kristen, dan pernah juga pindah-pindah
keyakinan setelah tidak puas dengan keyakinan lamanya, akhirnya ia,
katanya, membaca dan mengkaji al-Qur’an, dan di sanalah ia menemukan
semua pertanyaan yang tadinya mengganjal di pikirannya, lalu ia
memutuskan untuk masuk Islam. Sekali lagi dapat Anda bayangkan dua
pertiga lebih hidupnya dalam keadaan kafir kepada Allah. Tidak
mengikuti petunjuk Allah dan RasulNya. Tetapi belakangan, berkah
hidayah Allah Swt yang menuntunnya, ia bersyahadat dan hidup sebagai
seorang Muslim dan beramal dengan amal ahli syurga. Seperti inilah
profile manusia yang diterangkan dalam Hadits Rasul itu.
Artis
bertaubat : Waktu penulis belajar di Mesir dulu, tahun delapan puluhan,
ada seorang artis “panas” bernama Syamsul Barudy. Dia dikenal sebagai
artis cantik yang sering tampil dengan adegan panas. Tetapi belakangan
hidayah Allah menghampirinya. Sekembalinya beliau dari ibadah umroh di
bulan Ramadhan, dan kembali ke Mesir, perubahan mendasar terjadi pada
dirinya. Ia kembali kepada fitrohnya. Ia membungkus badannya dengan
jubbah dan mukanya dengan Niqob (cadar). Hingga wartawan yang ingin
mewawancarainya, ia tolak, dengan alasan bukan mahram. Subhanallah.
Perubahan drastis terjadi pada dirinya.
Alhamdulillah perubahan
yang baik. Reaksi dunia perfilman Mesir pun serta merta menjadi geger.
Bahkan kedengkian mereka padanya, film-filmnya dulu yang dilakoninya
dengan busana dan adegan yang menjijikkan, mereka putar kembali di
bioskop-bioskop sebagai bentuk terror atas dirinya. Begitulah
permusuhan syetan kepada hamba-hamba Allah yang ingin kembali
kepadaNya. Kalau dipilihkan kepada kita ? Yang terbaik adalah kehidupan
yang baik sejak dari awal dan berlangsung terus hingga akhir hayat
seseorang. Bila seseorang sudah ditakdirkan Allah jadi baik, jangan
sekali-kali mencoba berubah jadi buruk dahulu, untuk berubah belakangan
menjadi baik, karena yang menentukan hidup ini bukan kita. Salah paham
terhadap Hadits ini Hadits ini tidak boleh disalah pahami. Tidak boleh
seseorang berprasangka, bahwa tak ada gunanya berusaha jadi baik, toh
kalau takdirnya masuk surga, keadaan akan berubah menjadi baik.
Seolah-olah manusia hanya seperti robot. Tidak. Sungguh tidak begitu.
Tujuan hadits ini bukan demikian,.karena tak seorangpun yang mengetahui
takdir dirinya atau orang lain, kecuali hanya Allah.
Yang jelas
Allah sudah menerangkan mana jalan yang baik dengan segala
konsekuensinya dan mana jalan yang salah dengan segala resikonya.
Manusia diberi kebebasan memilih dua jalan itu. Toh manusialah yang
menentukan pilihannya. Dampak dari Hadits ini: Dampak dari
memahami Hadits ini secara benar ialah : jika seseorang merasa dirinya
sudah berbuat baik sejak lama, ia harus berhati-hati dengan kemungkinan
perubahan hidup yang bisa saja terjadi kapan saja. Karena yang
membolak-balikkan hati adalah Allah Swt. Oleh karenanya ia harus
berusaha sekuat tenaga menjaga kesolehan itu dan mengantisipasi agar
tidak berubah. Caranya ialah dengan menjauhi hal-hal yang membuat
manusia terjerumus ke dalam neraka, seperti menjaga pergaulan dan tidak
mempergauli kecuali orang-orang yang baik saja. Begitu banyak orang
celaka, yang awalnya bermula dari pergaulan yang buruk, salah memilih
teman.
Begitu juga menghindari sedapat mungkin godaan-godaan
dunia yang berpotensi menggelincirkan, seperti jabatan, harta dunia,
kesenangan yang menipu. Bagi orang yang berprilaku buruk dan kufur,
maka dengan mendengar hadits itu, menimbulkan harapan dalam dirinya,
bahwa jika ia berubah menjadi baik, Allah itu Maha Pemaaf dan
Pengampun, dan akan memasukkannya ke dalam syurga. Orang yang mau
meninggal pun jika ia berubah menjadi baik, akan masuk syurga, apalagi
orang yang masih lama masa hidupnya, jika ia menjadi baik, maka
kemungkinan masuk syurganya akan lebih besar, Insya Allah.
0 komentar:
Posting Komentar