Senin, 16 Juni 2014

Allah SWT Yang Menentukan Segalanya

 
4 Hal yang sudah ditentukan Allah Subhanahu wa Ta’ala

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits shahih yang berbunyi: Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra. Katanya: Telah menceriterakan kepada kami Rasulullah saw ( orang yang selalu benar dan dibenarkan) :”sesungguhnya salah seorang dari kamu sekalian dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama empat pulah hari berupa air mani. 

Kemudian menjadi segumpal darah dalam waktu empat puluh hari. Kemudian menjadi segumpal daging dalam waktu empat puluh hari. Lalu diutus seorang malaikat kepada janin tersebut dan ditiupkan ruh kepadanya dan malaikat tersebut diperintahkan untuk menuliskan empat perkara, yaitu: menulis rizkinya, batas umur-nya, pekerjaannya dan kecelakaan atau kebahagiaan hidupnya”. Hadits di atas ini adalah berita dari Allah swt. 

Kepada seluruh manusia lewat Rasulullah saw yang menerangkan bahwa hakekat dari rizki, umur, pekerjaan dan kebahagiaan atau kecelakaan termasuk jodoh telah ditentukan oleh Allah SWT sebelum seseorang lahir ke dunia. Apapun yang telah Allah ketahui dan tetapkan pada setiap manusia maka tidak akan pernah berubah, dan hanya Allah lah yang mengetahui apa yang telah terjadi dan yang sedang terjadi maupun yang akan terjadi. 

Tetapi meskipun demikian bukan berarti kita hanya tinggal menunggu, malas-malasan dengan alasan sudah ditentukan. Karena hanya Allahlah yang tahu hakikatnya. Oleh karena itulah Allah dan Rasulnya menyuruh setiap orang untuk terus berikhtiar, berusaha serta melakukan pekerjaan yang dapat mengantarkan dirinya kepada cita-citanya, setiap orang muslim harus berpegangan kepada rahmat Allah yang sangat luas yang dengan rahmat tersebut Allah Maha Kuasa untuk mengabulkan dan menuruti keinginannya. 

Kemudian setelah orang muslim tersebut berusaha dan cita-citanya belum tercapai, baru dia ber-sandar kepada hakekat, agar jiwanya tidak stres Hadits ini juga mengandung keterangan tentang takdir, sebuah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah swt bagi setiap manusia menyangkut 4 hal ; rezeki, batas umur (ajal), amal (baik dan buruk), serta nasib (mulia atau celaka). Perbedaan antara Qadha dan Qadar: Ada dua istilah yang popular dalam masalah taqdir ; yaitu Qadha’ dan qadar. Keduanya sama-sama dipahami sebagai ketentuan Allah atas makhluk. Namun keduanya dapat dibedakan. 

Qadha’ lebih khusus dari Qadar, karena qadha’ merupakan keputusan di antara taqdir Sedangkan qadar adalah taqdir itu sendiri. Qadha’ adalah ketetapan atau keputusan dari taqdir. Para Ulama menerangkan perbedaan anatara kedua terminology di atas dengan membuat perumpamaan antara barang yang ditimbang dengan timbangan itu sendiri. Barang yang ditimbang disebut Qadar, sedang timbangan disebut qadha’. Abu ‘Ubaidah berkata kepada Umar ketika ia ingin lari dari wabah Tho’un di Suriah, “Apakah Anda ingin lari dari Qadha’ (ketetapan) Allah? Beliau menjawab : “Ya, saya lari dari Qadha’ Allah kepada Taqdir (qadar) Allah.” Maksudnya sebuah Qadar selama belum menjadi qadha’, masih ada harapan akan ditolak oleh Allah. 

Tetapi bilamana ia sudah menjadi qadha (keputusan) Allah, maka ia tidak dapat ditolak. Keempat masalah tadi sudah ditentukan oleh Allah Swt pada waktu seseorang ditiupkan ruh kepadanya di dalam rahim ibunya. Namun bagi manusia, semua hal itu adalah masalah ghaib yang tidak diketahui oleh siapapun kecuali hanya Allah Siapapun tidak mengetahui tentang ajalnya, kapan akan tiba. Yang mengetahuinya hanya Allah Swt. Begitu pula halnya dengan rezeki. Setiap orang sudah ditentukan (dituliskan) Allah rezekinya, apakah ia menjadi orang kaya, atau orang miskin, berapa pendapatannya. 

Seperti itu juga tentang amalnya, apakah amalnya di dunia ini baik atau buruk. Apakah ia akan menjadi manusia yang baik atau manusia penjahat. Dan juga telah dituliskan Allah apakah ia akan menjadi ahli syurga atau penghuni neraka. Secara ketentuan, memang demikian adanya. Tapi apakah manusia mengetahui ketentuan tentang dirinya? Pasti “tidak”.

Karena hal ini adalah masalah yang ghaib yang tidak diberitahu Allah siapapun kecuali orang yang Dia kehendaki. Oleh karenanya, jika ada seseorang yang mengklaim bahwa dirinya mengetahui tentang nasib seseorang, atau masa depan seseorang, dia sebenarnya dalam keadaan berbohong. Mungkin ada yang bertanya, apa gunanya manusia berusaha (berikhtiyar), dan bekerja jika rezekinya sudah ditentukan? Jawabnya, Allah swt yang menetapkan takdir itu, Dia juga yang memerintahkan manusia untuk berusaha. 

Jadi usaha (ikhtiyar) wajib dilakukan berdasarkan perintah syari’at, sementara hasil dari ikhtiyar itu sudah ditentukan oleh Allah swt. Mungkin saja ikhtiyar itu berhasil dan menjadi penyebab bagi kesuksesan seseorang. Tetapi bisa jadi ikhtiyar itu gagal dan belum berhasil. Hanya Allah lah yang mengetahuinya Begitu juga dengan umur. Apabila seseorang sakit, maka ia wajib untuk berobat. 

Apakah pengobatan itu akan berhasil, sehingga si sakit itu menjadi sembuh, atau pengobatannya tak berhasil dan akhirnya ia meninggal, maka yang mengetahuinya hanya Allah Swt. Yang menentukan umur dan ajal itu adalah Allah dan Dia juga yang memerintahkan untuk berikhtiyar, berobat, jika seseorang mengalami sakit. Demikian pula dengan amal. Manusia wajib berikhtiyar dengan mengusahakan amal yang baik, menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt dan meninggalkan apa yang dilarangNya, atau wajib berbuat thaoat kepada Allah dan RasulNya. 

Artinya wajib bagi seseorang menapaki jalan hidup yang benar sesuai perintah Allah. Ia tidak boleh mengatakan, bahwa ia berbuat jahat karena Allah swt telah menetukan demikian. Ini adalah anggapan keliru. Allah swt sudah menerangkan mana jalan yang baik dan mana jalan yang buruk, kemudian manusia diberi akal untuk bebas menetukan pilihan, apakah ia memilih jalan yang baik atau sebaliknya. Allah juga menerangkan konsekuensi dari pilihan itu, bahwa siapa yang memilih jalan yang baik, akan mendapatkan ganjaran yang baik. Dan siapa memilih jalan yang salah, akan menerima ganjaran (hukuman) yang berat. Yang dinilai oleh Allah di sini adalah pilihan manusia.

Ibarat dalam menempuh perjalanan ke Bandung dari Jakarta. Seseorang ingin bepergian menuju Bandung. Di tengah jalan, ia sudah membaca rambu-rambu atau penunjuk jalan menuju Bandung. Lalu apakah setelah itu, ia mengikuti petunjuk tadi atau menyalahi petunjuk dan memilih jalan sendiri dan akhirnya ia tersesat dan tidak sampai ke tujuannya? Barangsiapa yang memilih jalan yang salah, maka ia dihukum karena pilihannya yang salah itu. Bukan Allah Swt yang sejak awal menginginkan dirinya supaya salah atau tersesat.

Allah Swt tidak menentukan (memaksakan) seseorang agar jadi pezina atau penjahat, akan tetapi, ia menjadi jahat atau baik karena pilihannya. Namun Allah mengetahui dari awal bagaimana perjalanan orang tersebut di kemudian hari. Kemudian suatu perbuatan baik, tidak akan terjadi kecuali atas seizing Allah dan petunjuk Nya. Demikian juga suatu perbuatan jahat, tidak akan terjadi kecuali izin Allah Swt. Maka ketika kebaikan terjadi, seorang hamba harus bersyukur kepada Allah, dan ketika keburukan terjadi, ia harus beristighfar kepadaNya. 

Jadi keimanan kepada taqdir adalah mutlak, namun manusia dalam hidup ini harus tunduk kepada ketentuan Syari’at, seperti kewajiban berikhtiyar. Dua jenis Perubahan; menjadi baik atau menjadi jahat: Ujung dari hadits ini membuat perasaan setiap Muslim ketakutan dan khawatir. Rasulullah memberikan rincian yang lebih detail mengenai nasib masa depan seseorang di akhirat, apakah ia sebagai penghuni Syurga atau neraka. Ada orang yang sudah ditakdirkan sebagai penghuni neraka, maka kehidupannya di dunia akan senantiasa mengarah pada perbuatan dan prilaku ahli neraka, kendatipun orang tersebut pada awalnya beramal sebagaimana amal ahli syurga, namun tulisan takdir sudah ditetapkan lebih dahulu.
Hidupnya belakangan berubah menjadi buruk. 

Ia berprilaku seperti prilaku ahli neraka, kemudian ia mati dalam keadaan seperti itu, tempatnya kelak akan di neraka. Secara ekstrim dicontohkan oleh Nabi Saw dalam hadits tersebut, bahwa ada orang yang sejak awal hidup dan beramal sebagaimana amal ahli syurga dan itu berlangsung terus menerus puluhan tahun hingga menjelang akhir hayatnya, ia berubah drastic (seratus delapan puluh derajat). Kata Nabi Saw : “Hingga jarak antara dia dengan syurga itu hanya sehasta saja”, menunjukkan saking dekatnya jarak tersebut. 

Andaikan ia meninggal dalam kesolehan seperti itu, ia akan masuk syurga. Namun ketentuan takdir sudah ditetapkan lebih dahulu, akhirnya iapun berubah dengan drastis (mendadak) dan kehidupannya sama seperti kehidupan ahli neraka, seperti kafir kepada Allah (murtad), mendustakan dan melecehkan ayat-ayat Allah (al-Qur’an), menghina Rasulullah, meragukan dan merendahkan syari’at Allah, bahkan ada yang sampai mengaku sebagai Nabi atau mendapat wahyu dari Jibril, meninggalkan shalat dengan sengaja, tidak berpuasa Ramadhan, dan perbuatan-perbuatan lain yang menjerumuskan manusia. Lalu ia mati dalam keadaan seperti ini, maka tempat yang menunggunya adalah neraka. Perubahan mendasar itu tak selamanya di akhir hayat, bisa saja di pertengahan masa hidup. 

Yang penting perubahan menjadi buruk itulah yang menjadi penutup hidupnya. Ungkapan yang disebutkan dalam hadits itu semata-mata memberikan contoh yang agak ekstrim. Bisa saja perubahan itu umpamanya setelah mengikuti pendidikan di Barat. Contohnya: Di zaman global ini model hidup yang disebutkan di dalam hadits itu sering kita jumpai. Ada orang-orang yang sejak kecilnya tumbuh dalam lingkungan Islam, bahkan belajar Islam di Lembaga-lembaga Pendidikan Islam, seperti Pesantren dan Madrasah. 

Pendidikan Tingginya pun, ia selesaikan di Institut/Universitas Islam. Kehidupan awalnya sangat mengagumkan, persis seperti kehidupan manusia yang sholeh, taat beribadah, tidak mengenal dunia maksiat, jauh dari kehidupan jahiliyah. Tetapi di pertengahan usianya hidupnya menjadi berubah. Perubahan itu sangat drastic. Seratus delapan puluh derajat. Tadinya sangat percaya kepada al-Qur’an, sekarang meragukan al-Qur’an bahkan mengritik al-Qur’an. 

Dulunya taat dalam beribadah, jauh dari maksiat, belakangan hampir tidak shalat, bahkan minum khamar, akrab dengan kehidupan seks bebas. Dulunya berpikir sangat Islami, cinta pada ulama, bahkan pembela Islam, tetapi belakangan pola pikirnya seperti orientalis Barat, meragukan Islam, melontarkan ungkapan-ungkapan yang tak pantas keluar dari seorang Muslim yang beriman, memuji-muji kaum kafir. Orang-orang seperti ini jika terus dalam kekufurannya dan mati dalam keadaan seperti itu, merekalah seperti yang dikatakan Nabi saw didalam hadits di atas, penghuni-penghuni Neraka, padahal sebelumnya amal perbuatannya adalah amal ahli syurga. 

Ada apa gerangan perubahan itu? Perubahan itu mungkin berawal dari kekagumannya kepada Barat. Kekaguman ini menimbulkan keinginan untuk menimba ilmu ke Barat, dengan menempuh program studi Post-Graduate hingga meraih gelar “doctor” di Barat. Sayangnya, mereka tak sekadar belajar, mengambil yang bermanfaat, bahkan melakukan “copy-paste” pemikiran Barat yang sekuler dan Liberal kemudian membawanya kembali ke tanah air. Sungguh kalau kejadian ini disampaikan kepada masyarakat umum, niscaya mereka akan geleng-geleng kepala keheranan. 

Tak terbayangkan terjadinya perubahan itu, karena dasarnya yang sudah baik. Tetapi itu adalah fakta yang tak hanya menimpa satu dua orang di zaman ini, tetapi puluhan sarjana..Mereka sudah mengelompok dalam sebuah faham yang dikenal “Liberalisme”. Begitu juga sebagian orang yang pada masa kecilnya baik dan tumbuh dalam ketaatan, tetapi karena pergaulan atau hidup di lingkungan orang-orang fasik yang tidak peduli dosa dan maksiyat, akhirnya terikut dan terbawa arus. Ia hidup dalam suasana Jahiliyah, jauh dari sinar Islam, akrab dengan maksiyat, narkotika, khamar, seks bebas, uang haram dan lainnya.. Begitulah hidupnya berlangsung hingga akhir hayatnya. Mereka inilah yang dikatakan sebagai ahli neraka. Na’uzu billah. 

Namun Orang yang sudah menjadi baik dari awal, tidak seharusnya menjadi sombong, karena yang membolak-balikan hati adalah Allah Swt. Ia haruslah tetap berharap pada Allah, agar keadaannya yang baik, tidak berubah menjadi sebaliknya. Agar Allah memberikan kemantapan Iman hingga akhir hayatnya. Perubahan Menjadi Baik: Hadits tersebut juga memberikan contoh perubahan lain yang positif yaitu berubah menjadi baik, dari keadaan sebelumnya buruk dan jahat. Perubahan yang disajikan juga perubahan yang relatif ekstrim. Umpamanya, seseorang yang pada awalnya hidup dalam kekafiran, kedurhakaan, kefasikan. Saking buruknya amal orang tersebut diibaratkan jarak anatara dia dengan neraka hanya sehasta saja. 

Jika ia mati dalam keadaan seperti itu, ia akan masuk neraka. Akan tetapi suratan takdir sudah lebih dulu dituliskan, bahwa orang itu akan menjadi ahli syurga, lalu iapun berubah, sekalipun perubahan itu hanya berlangsung sebentar menjelang kematiannya. Namun kematiannya tiba setelah ia menjadi baik dan bertaubat. Inilah yang sering dikenal dengan “husnul Khatimah” (akhir kehidupan yang baik). Dan yang menentukan posisi seseorang adalah penutup amalnya. (al-A’mal bi-Khawatimiha). Kalau penutup amalnya baik, ia akan masuk syurga, dan jika penutup amalnya buruk, ia akan masuk neraka.

Contohnya : Mungkin contoh yang lebih jelas untuk perubahan jenis ini ialah kehidupan muallaf dan orang-orang Muslim yang bertaubah dari keadaan masa lalunya yang penuh dengan dosa. Muallaf, orang yang pindah dari kekafiran menjadi Muslim atas berkah hidayah Allah ‘azza wajalla. Usia mereka ketika masuk Islam berbeda-beda. Ada yang masuk Islam dalam usia tua. Ada pula yang masuk Islam ketika remaja. Yang penting akhir dari hayat mereka ialah menemukan jalan hidup di bawah panji Islam dan beriman kepada Allah Swt. Kalau kita mendengar cerita-cerita kaum Muallaf (orang yang masuk Islam, sebelumnya dari kafir).hati kita ikut merasakan terharu dari pengalaman mereka. Beberapa waktu yang lalu di Los Angeles, Amerika Serikat, di televisi Amerika ditayangkan berita masuk Islamnya seorang perempuan kulit hitam AS, yang sebelum selama dua puluh dua tahun menjadi Biarawati. Masya Allah. Tabarakallah.

Sebuah perjalanan hidup yang tak singkat mencari hidayah. Dalam tayangan itu ditampilkan cuplikan dari masa lalunya, ketika ia berkhotbah di gereja dengan semangat, kemudian setelah itu ditayangkan pula, gambarnya setelah ia menjadi muslimah, bersujud dengan memakai mukena (telekung). Si Presenter bertanya kepadanya, apa yang membuat Anda masuk Islam? Ia jawab dengan polos : “:Jesus guides me to Islam”. (Nabi Isa menunjuki aku masuk Islam). Bisa Anda bayangkan separuh hidupnya telah berlalu dalam kekafiran, bahkan aktif dalam menyebarkan kekafiran. Tetapi belakangan ia mendapatkan Hidayah dari Allah Swt, ia masuk Islam dan beramal dengan amal ahli syurga. Mudah-mudahan ia meninggal nanti dalam keadaan seperti itu, maka ia akan masuk syurga.

Sempat juga penulis di sebuah Masjid di Sedena, pinggiran Los Angeles, California, berkenalan dengan seorang orang tua, kepalanya sudah dipenuhi uban, tampak wajah tua dari mukanya. Lalu ia mengenalkan diri, ia adalah seorang Professor Emeritus di Los Angeles Community college di bidang business. Ia mengakui masuk Islam dalam tujuh tahun terakhir. Hidupnya sekarang pindah dari masjid ke masjid, duduk lama berzikir setelah shalat..Ia sempat mengisahkan tentang hidupnya mencari Islam. Ia mendalami betul sejarah Kristen, dan pernah juga pindah-pindah keyakinan setelah tidak puas dengan keyakinan lamanya, akhirnya ia, katanya, membaca dan mengkaji al-Qur’an, dan di sanalah ia menemukan semua pertanyaan yang tadinya mengganjal di pikirannya, lalu ia memutuskan untuk masuk Islam. Sekali lagi dapat Anda bayangkan dua pertiga lebih hidupnya dalam keadaan kafir kepada Allah. Tidak mengikuti petunjuk Allah dan RasulNya. Tetapi belakangan, berkah hidayah Allah Swt yang menuntunnya, ia bersyahadat dan hidup sebagai seorang Muslim dan beramal dengan amal ahli syurga. Seperti inilah profile manusia yang diterangkan dalam Hadits Rasul itu.

Artis bertaubat : Waktu penulis belajar di Mesir dulu, tahun delapan puluhan, ada seorang artis “panas” bernama Syamsul Barudy. Dia dikenal sebagai artis cantik yang sering tampil dengan adegan panas. Tetapi belakangan hidayah Allah menghampirinya. Sekembalinya beliau dari ibadah umroh di bulan Ramadhan, dan kembali ke Mesir, perubahan mendasar terjadi pada dirinya. Ia kembali kepada fitrohnya. Ia membungkus badannya dengan jubbah dan mukanya dengan Niqob (cadar). Hingga wartawan yang ingin mewawancarainya, ia tolak, dengan alasan bukan mahram. Subhanallah. Perubahan drastis terjadi pada dirinya.

Alhamdulillah perubahan yang baik. Reaksi dunia perfilman Mesir pun serta merta menjadi geger. Bahkan kedengkian mereka padanya, film-filmnya dulu yang dilakoninya dengan busana dan adegan yang menjijikkan, mereka putar kembali di bioskop-bioskop sebagai bentuk terror atas dirinya. Begitulah permusuhan syetan kepada hamba-hamba Allah yang ingin kembali kepadaNya. Kalau dipilihkan kepada kita ? Yang terbaik adalah kehidupan yang baik sejak dari awal dan berlangsung terus hingga akhir hayat seseorang. Bila seseorang sudah ditakdirkan Allah jadi baik, jangan sekali-kali mencoba berubah jadi buruk dahulu, untuk berubah belakangan menjadi baik, karena yang menentukan hidup ini bukan kita. Salah paham terhadap Hadits ini Hadits ini tidak boleh disalah pahami. Tidak boleh seseorang berprasangka, bahwa tak ada gunanya berusaha jadi baik, toh kalau takdirnya masuk surga, keadaan akan berubah menjadi baik. Seolah-olah manusia hanya seperti robot. Tidak. Sungguh tidak begitu. Tujuan hadits ini bukan demikian,.karena tak seorangpun yang mengetahui takdir dirinya atau orang lain, kecuali hanya Allah.

Yang jelas Allah sudah menerangkan mana jalan yang baik dengan segala konsekuensinya dan mana jalan yang salah dengan segala resikonya. Manusia diberi kebebasan memilih dua jalan itu. Toh manusialah yang menentukan pilihannya. Dampak dari Hadits ini: Dampak dari memahami Hadits ini secara benar ialah : jika seseorang merasa dirinya sudah berbuat baik sejak lama, ia harus berhati-hati dengan kemungkinan perubahan hidup yang bisa saja terjadi kapan saja. Karena yang membolak-balikkan hati adalah Allah Swt. Oleh karenanya ia harus berusaha sekuat tenaga menjaga kesolehan itu dan mengantisipasi agar tidak berubah. Caranya ialah dengan menjauhi hal-hal yang membuat manusia terjerumus ke dalam neraka, seperti menjaga pergaulan dan tidak mempergauli kecuali orang-orang yang baik saja. Begitu banyak orang celaka, yang awalnya bermula dari pergaulan yang buruk, salah memilih teman.

Begitu juga menghindari sedapat mungkin godaan-godaan dunia yang berpotensi menggelincirkan, seperti jabatan, harta dunia, kesenangan yang menipu. Bagi orang yang berprilaku buruk dan kufur, maka dengan mendengar hadits itu, menimbulkan harapan dalam dirinya, bahwa jika ia berubah menjadi baik, Allah itu Maha Pemaaf dan Pengampun, dan akan memasukkannya ke dalam syurga. Orang yang mau meninggal pun jika ia berubah menjadi baik, akan masuk syurga, apalagi orang yang masih lama masa hidupnya, jika ia menjadi baik, maka kemungkinan masuk syurganya akan lebih besar, Insya Allah.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution