Mempersiapkan Diri Menyambut Ramadhan
Tak
terasa kita memasuki bulan Sya’ban. Sebentar lagi kita akan kedatangan
tamu agung yaitu bulan Ramadhan. Setelah sekian lama berpisah, kini
Ramadhan kembali akan hadir di tengah-tengah kita. Bagi seorang Muslim,
kedatangan Ramadhan tentu akan disambut dengan rasa gembira dan penuh
syukur, karena Ramadhan merupakan bulan maghfirah, rahmat, menuai
pahala dan sarana menjadi orang yang muttaqin.
Oleh
karena itu, sudah sepatutnya kita melakukan persiapan diri untuk
menyambut kedatangan bulan Ramadhan, agar Ramadhan kali ini benar-benar
memiliki nilai yang tinggi dan dapat mengantarkan kita menjadi orang
yang bertaqwa.
Namun, bagaimana cara kita menyambut Ramadhan
sesuai dengan tuntunan syariat? Apa yang mesti kita persiapkan? Tulisan
ini mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut. Menurut penulis, banyak
amalan yang perlu dilakukan dalam rangka mempersiapkan diri menyambut
kedatangan bulan Ramadhan, di antaranya yaitu:
Pertama, berdoa kepada Allah, sebagaimana yang dicontohkan para ulama salafusshalih.
Mereka berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar dipertemukan dengan
bulan Ramadhan sejak enam bulan sebelumnya, dan selama enam bulan
berikutnya mereka berdoa agar puasanya diterima Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Berjumpa dengan bulan ini merupakan nikmat yang besar bagi
orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mu’alla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya
para salaf berdoa kepada Allah Ta’ala (selama) enam bulan agar Allah
mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa
kepada-Nya (selama) enam bulan berikutnya agar Dia menerima (amal-amal
shaleh) yang mereka kerjakan” (Lathaif Al-Ma’aarif: 174)
Diantara doa mereka itu adalah: “Ya Allah, serahkanlah aku kepada Ramadhan dan serahkan Ramadhan kepadaku dan Engkau menerimanya kepadaku dengan kerelaan”. Dan doa yang populer: “Ya Allah, berkatilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan”.
Kedua, menuntaskan puasa tahun lalu. Sudah seharusnya kita mengqadha
puasa sesegera mungkin sebelum datang Ramadhan berikutnya. Namun kalau
seseorang mempunyai kesibukan atau halangan tertentu untuk mengqadhanya
seperti seorang ibu yang hamil dan yang sibuk menyusui anaknya, maka
hendaklah ia menuntaskan hutang puasa tahun lalu pada bulan Sya’ban.
Sebagaimana Aisyah r.a tidak bisa mengqadhaqadha puasa dengan sengaja tanpa ada uzur syar’i sampai masuk Ramadhan berikutnya adalah dosa, maka kewajibannya adalah tetap mengqadha, dan ditambah kewajiban membayar fidyah menurut sebagian ulama. puasanya kecuali pada bulan Sya’ban. Menunda qadha puasa dengan sengaja tanpa ada uzur syar’i sampai masuk Ramadhan berikutnya adalah dosa, maka kewajibannya adalah tetap mengqadha, dan ditambah kewajiban membayar fidyah menurut sebagian ulama.
Ketiga,
persiapan keilmuan. Hanya dengan ilmu kita dapat mengetahui cara
beribadah dengan benar yaitu sesuai dengan sunnah (petunjuk) Rasulullah
shallalahu alaihi wa sallam. Mu’adz bin Jabal r.a berkata: “Hendaklah kalian memperhatikan ilmu, karena mencari ilmu karena Allah adalah ibadah”. Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah mengomentari atsar diatas, “Orang
yang berilmu mengetahui tingkatan-tingkatan ibadah, perusak-perusak
amal, dan hal-hal yang menyempurnakannya dan apa-apa yang menguranginya”.
Oleh
karena itu, suatu ibadah tanpa dilandasi ilmu, maka kerusakannya lebih
banyak daripada kebaikannya. Ibadah tanpa mengikuti petunjuk Rasulullah
shallalahu alaihi wa sallam disebut bid’ah, hukumnya haram dan tidak akan diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang mengada-adakan urusan baru dalam urusan (agama) kami ini, yang
bukan berasal daripadanya, maka amalannya ditolak” (HR. Bukhari dan Miuslim). Dalam riwayat lain, Nabi saw bersabda: “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari petunjuk kami, maka amalannya ditolak”. (HR. Muslim)
Ibadah
tanpa petunjuk Rasul shallalahu alaihi wa sallam tidak hanya ditolak,
namun juga menuai murka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasul shallalahu
alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya barangsiapa yang hidup
setelahku maka dia akan melihat banyak perselisihan, maka wajib bagi
kalian untuk mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafaaur rasyidin
yang mendapat petunjuk setelahku, berpegang teguhlah dengan
sunnah-sunnah tersebut, dan gigitlah ia dengan geraham kalian. Dan
hati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara baru, karena semua perkara
baru adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah kesesatan“. (HR. Abu Daud dan At-Tirmizi)
Menuntut
ilmu akidah dan ibadah hukumnya wajib. Suatu ibadah akan diterima oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala bila dikerjakan sesuai dengan ikhlas dan
sesuai petunjuk Rasul shallalahu alaihi wa sallam. Maka, menjelang
Ramadhan ini sudah sepatutnya kita untuk mempersiapkan keilmuan kita
dengan membaca kitab/buku mengenai fikih puasa dan ibadah lain yang
berkaitan dengan Ramadhan seperti shalat tarawih, i’tikaf dan lainnya.
Kempat, persiapan jiwa dan mental. Persiapan ini penting dilakukan, agar jiwa kita siap untuk beribadah dengan full time
dan optimal pada bulan Ramadhan. Caranya, dengan memperbanyak
ibadah-ibadah di bulan sebelumnya (minimal di bulan Sya’ban) dengan
puasa sunnat Senin dan Kamis, puasa hari ke 13, 14, dan 15 pertengahan
bulan hijriah yang dikenal dengan puasa ayyamul bidh
(hari-hari putih), dan puasa Nabi Daud yaitu sehari berpuasa dan sehari
berbuka. Terlebih lagi pada bulan Sya’ban kita sangat dianjurkan
memperbanyak puasa sunnat, sesuai dengan sunnah Rasulullah shallalahu
alaihi wa sallam.
Aisyah r.a berkata: “Aku belum pernah melihat Nabi saw berpuasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan, dan aku belum pernah melihat Nabi saw berpuasa (sunnat) sebanyak yang ia lakukan di bulan Sya’ban. (HR. Muslim).
Adapun pengkhususan ibadah seperti shalat malam atau puasa padanisfu(pertengahan) sya’ban dengan menyangka bahwa ia memiliki keutamaan, maka menurut para ulama besar perbuatan itu merupakan bid’ahshahih yang mensyariatkannya. Menurut para ulama besar, dalil yang dijadikan sandaran mengenai keutamaan nisfu sya’ban adalah hadits dhaif (lemah), bahkan maudhu’ (palsu).Imam Ibnu Al-Jauzi memasukkan hadits-hadits mengenai keutamaan nishfu Sya’ban ke dalam kitabnya Al-Maudhu’at (hadits-hadits palsu). yang dilarang dalam agama, karena tidak ada dalil Al-Mubarakfuri berkata, “Saya tidak mendapatkan hadits marfu’ yang shahih tentang puasa pada pertengahan bulan Sya’ban. Adapun hadits keutamaan nisfu Sya’ban yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah saya telah mengetahui bahwa hadits ini adalah hadits sangat lemah” (Tuhfah Al-Ahwazi: 3/444).
Syaikh Shalih bin Fauzan berkata, “Adapun hadits-hadits yang terdapat dalam masalah ini (keutamaan nisfu Sya’ban),
semuanya adalah hadits palsu sebagaimana dikemukakan oleh para ulama.
Akan tetapi bagi orang yang memiliki kebiasaan berpuasa pada ayyamul bidh
(tanggal 14, 15, 16), maka ia boleh melakukan puasa pada bulan Sya’ban
seperti bulan-bulan lainnya tanpa mengkhususkan hari itu saja.”
Syaikh Sayyid Sabiq berkata, “Mengkhususkan puasa pada hari nisfu Sya’ban dengan
menyangka bahwa hari-hari tersbut memiliki keutamaan dari pada hari
lainnya, tidak memiliki dalil yang shahih” (Fiqh As-Sunnah: 1/416).
Termasuk
persiapan jiwa dan mental yaitu dengan cara membiasakan diri melakukan
shalat-shalat sunnat dan memperbanyak membaca Al-Quran sebelum
kedatangan Ramadhan, agar kita terbiasa melakukannya sehingga
memudahkan kita dalam melaksanakan ibadah-ibadah tersebut pada bulan
Ramadhan nantinya.
Kelima, persiapan fisik yaitu
menjaga kesehatan. Persiapan fisik agar tetap sehat dan kuat di bulan
Ramadhan sangat penting. Kesehatan merupakan modal utama dalam
beribadah. Bila kita sehat, maka kita dapat melakukan ibadah dengan
baik dan optimal. Namun bila kita sakit, maka ibadah
kitaterganggu.Rasul shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Pergunakanlah
kesempatan yang lima sebelum datang yang lima; masa mudamu sebelum masa
tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa
miskinmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum
datang kematianmu.” (HR. Al-Hakim) Maka, untuk meyambut Ramadhan
kita harus menjaga kesehatan dan stamina dengan cara menjaga pola makan
yang sehat dan bergizi, dan istirahat cukup.
Keenam, persiapan dana. Pada bulan Ramadhan ini setiap muslim dianjurkan memperbanyak amal shalih seperti infaq, shadaqah dan ifthar (memberi bukaan).Maka, sebaiknya dibuat sebuah agenda maliahifhtarselama bulan Ramadhan. Moment Ramadhan merupakan moment yang paling tepat dan utama untuk menyalurkan ibadah maliah kita, karena mengikuti sunnah Rasul saw. Ibnu Abbas r.a berkata, “Nabi Saw adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan.” (H.R Bukhari dan Muslim). Termasuk dalam persiapan maliah adalah mempersiapkan dana untuk berbuka puasa dan sahur. Begitu pula persiapan dana untuk keluarga selama i’tikaf, agar dapat beri’tikaf dengan baik tanpa memikirkan beban ekonomi untuk keluarga.
Ketujuh,
menyelenggarakan tarhib Ramadhan. Di samping persiapan secara
individual, kita juga hendaknya melakukan persiapan secara kolektif, di
antaranya adalah melakukan tarhib Ramadhan. Tarhib Ramadhan
adalah mengumpulkan kaum muslimin di masjid atau di tempat lain untuk
diberi pengarahan seputar puasa Ramadhan, adab-adabnya, syarat dan
rukunnya, hal-hal yang membatalkannya atau amal ibadah lainnya yang
dapat kita lakukan secara maksimal di bulan Ramadhan. Hal ini
sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Saw ketika memasuki bulan
Ramadhan, beliau memberikan penjelasan mengenai puasa dan keutamaan
Ramadhan kepada para shahabat.
Rasul shallalahu alaihi wa sallam
juga memberi kabar gembira akan kedatangan bulan Ramadhan dengan
menjelaskan berbagai keutamaannya. Abu Hurairah r.a ia berkata,
“Menjelang kedatangan bulan Ramadhan, Rasulullah shallalahu alaihi wa
sallam bersabda, “Telah datang kepada kalian bulan yang diberkahi. Diwajibkan kepada kalian
berpuasa padanya. Pada bulan tersebut pintu-pintu surga dibuka,
pintu-pintu neraka ditutup, syaithan-syaithan dibelunggu. Padanya juga
terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa
yang terhalang kebaikan pada malam itu, maka ia telah terhalang dari
kebaikan tersebut.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan Al-Baihaqi). Selain
hadits ini, banyak hadits lain yang menjelaskan tentang keutamaan
Ramadhan. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam
untuk memberi motivasi dan semangat kepada umat Islam dalam beribadah
di bulan Ramadhan.
Akhirnya, marilah kita sambut bulan Ramadhan
yang sudah di ambang pintu ini dengan gembira dan suka cita. Marilah
kita mempersiapkan diri untuk beribadah dengan optimal pada Ramadhan
ini. Kita berdoa dan berharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar
ibadah kita diterima, tentu dengan syarat ikhlas dan sesuai Sunnah
Rasul shallalahu alaihi wa sallam. Semoga kita dipertemukan dengan
Ramadhan kali ini dan dapat meraih berbagai keutamaannya.
Penulis
adalah ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI)
Aceh & kandidat Doktor Ushul Fiqh, International Islamic University
Malaysia (IIUM).
0 komentar:
Posting Komentar