Belatung Pun Punya Rezeki
Allah lah yang memberikan rezeki kepada semua makhluk,
tanpa terkecuali. Jangan pernah berfikir bahwa rezeki itu berasal dari
presiden, menteri, gubernur, rektor, atau siapa pun lah. Dalam urusan
rezeki, manusia itu hanya paralon. Cuma tempat lewat aja. Tak lebih dan
tak kurang. Karena itu, jika ada manusia yang merasa bisa menentukan
rezeki orang lain, dapat dipastikan dia adalah cucu cicitnya Firaun.
Setiap
makhluk telah ditentukan rezekinya oleh Allah. Bahkan belatung, yang
hidup di tempat sampah atau di lubang kakus, pun punya rezeki. Mari
kita belajar soal rezeki dari belatung. Dalam upaya mencaridapatkan
rezeki, belatung terus bergerak. Itu artinya belatung aktif-proaktif,
terus mencari. Tidak pasif menunggu.
Perilaku belatung
menegaskan kedudukan makhluk. Makhluk itu harus terus berusaha.
Belatung menunjukkannya dengan terus bergerak. Sebab rezeki,
sebagaimana taqdir, yang ditentukan oleh Allah itu sifatnya potensial.
Seperti biji mangga yang bisa tumbuh menjadi pohon mangga. Tetapi
apakah biji mangga itu bisa tumbuh atau tidak, sangat tergantung apakah
biji mangga itu ditempatkan di tanah yang cocok. Bila biji mangga itu
berada di dalam air, pastilah tidak dapat tumbuh, malah menjadi busuk.
Bagi
makhluk, terutama manusia, maknanya adalah, Allah menentukan dan
menyediakan rezeki, tetapi manusia harus berusaha dan bekerja agar
rezeki itu menjadi milikinya. Rezeki tidak datang begitu saja secara
otomatis Hakikinya, nilai atau kekuatan manusia itu ada pada usaha dan
doa. Manusia bukan penentu akhir. Penentu akhir adalah Alllah.
Jadi,
semua manusia bila ingin mendapatkan rezeki, pertama-tama ia harus
berusaha. Sebagai penguat usaha, manusia sebaiknya berdoa. Bisa juga
memulai dengan doa, kemudian diikuti dengan usaha. Intinya harus berdoa
dan berusaha. Karena doa adalah pengakuan bahwa manusia bukanlah
penentu akhir. Doa sekaligus menunjukkan bahwa manusia memberi tempat
pada kekuatan harapan.
Perikalu berdoa menegaskan bahwa
dalam menjalani hidup, manusia tidak bisa dan tidak boleh hanya
bergantung pada makhluk yaitu dirinya sendiri dan orang lain. Manusia
harus bergantung pada Allah. Ini bukan sekadar kebutuhan, tetapi
keniscayaan. Tentu saja, bergantung pada Allah tidak berarti manusia
itu menyerah pasrah, hanya menunggu dan bermalas-malasan. Jika manusia
hanya menunggu dan bermalas-malasan, pastilah derajat dan kualitasnya
lebih rendah dari belatung yang tidak berhenti bergerak sebagai upaya
untuk mencaridapatkan rezeki. Itulah pentingnya berusaha dan berdoa.
Kesadaran
bahwa manusia hakikinya hanya memiliki kekuatan untuk berusaha dan
berdoa, dan tidak pernah bisa menentukan hasil akhir adalah titik anjak
untuk menjadi manusia yang sungguh mulia. Karena kesadaran ini mencegah
manusia dari kesombongan, arogansi, dan keangkuhan, bahkan ketakaburan
seperti yang ditunjukkan Firaun.
Tentu saja, manusia
harus terbiasa untuk merencanakan segala sesuatu dengan cermat, penuh
perhitungan, dan terukur. Kemudian berusaha sekuat tenaga dan kemampuan
untuk mewujudnyatakan rencana yang telah dibuat. Tetapi haruslah selalu
disadari, tidak setiap rencana dapat diujudkan dengan sempurna, atau
seperti yang direncanakan. Itulah alasan mengapa kita sering
menegaskan, manusia merencanakan, Allah yang menentukan. Sebab, terlalu
banyak faktor, kekuatan, kondisi, dan kejadian yang tidak dapat
dikendalikan oleh manusia.
Inilah kenyataan hidup
manusia. Hidup manusia bukanlah operasi hitung matematika, yang serba
pasti dan bisa dihitung dengan cermat hasil akhirnya. Serumit apa pun
operasi hitung itu. Hidup lebih mendekati teori peluang dalam
statistika. Dalam tiap kesempatan keberhasilan, selalu ada peluang bagi
kegagalan, dan sebaliknya.
Dengan paradigma seperti
itulah, rezeki harus dimengerti dan dimaknai. Jangan pernah berfikir
bahwa semua usaha kita akan memberi hasil seperti yang direncanakan dan
diharapkan. Selalu sediakan celah dalam fikiran bahwa keberhasilan dan
kegagalan dalam mengusahakan dan memperoleh rezeki, tidak pernah
sepenuhnya ada dalam kuasa kita.
Bila kita brani
memastikan bahwa setiap usaha yang dilakukan akan memberi hasil seperti
yang direncanakan, bersiaplah untuk kecewa dan frustrasi. Sekali lagi
perlu ditegaskan bahwa manusia sejatinya hanya memiliki kemampuan untuk
berusaha dan berdoa. Penentu akhirnya adalah Allah.
Manusia
yang menjalani dan menghayati hidup dengan keyakinan ini, tidak akan
pernah kecut menghadapi apa pun. Dia tidak akan takut melawan penguasa
yang zhalim, karena dia yakin rezekinya tidak pernah secara mutlak
ditentukan sang penguasa itu. Sudah pasti dia juga tidak akan pernah
mau menggadaikan keyakinannya, sekadar untuk memperoleh jabatan atau
kekayaan.
Orang yang hidup dengan keyakinan ini tidak
pernah menyederhanakan rezeki itu terbatas hanya pada uang, kekayaan,
dan kesenangan. Baginya rezeki itu memiliki arti yang sangat luas.
Apapun yang bisa dinikmati dan disyukuri adalah rezeki. Karena itu ia
sepenuhnya menyadari, oksigen yang dihirupnya setiap hari merupakan
sebentuk rezeki. Tidak mengherankan bila ia selalu bersyukur atas
rezeki yang diperolehnya.
Manusia dengan pemahaman
seperti ini, pastilah gemar berbagi. Karena ia menyadari setiap kali
mendapatkan rezeki, ada campur tangan Allah dan kontribusi orang lain
di situ. Meskipun ia telah bekerja keras untuk memperolehdapatkan
rezeki itu. Sebab sejatinya, apapun profesi kita, apapun yang kita
kerjakan, tidak pernah dapat kita kerjakan sendiri. Dalam konteks ini,
berbagi dihayati sebagai ungkapan rasa terima kasih dan bersyukur.
Pemahaman
mendalam dan penghayatan betapa Allah lah yang menentukan rezeki,
membuat manusia sepenuhnya menyadari bahwa apa pun yang kini telah
dimilikinya, yang merupakan hasil kerja kerasnya, dapat lepas dari
tangannya. Sebaliknya, ia bisa saja mendapatkan rezeki, lebih banyak
dari yang direncanakan dan diusahakannya. Perjalanan sejarah panjang
manusia telah membuktikan itu. Dalam Al Quran ada cerita tentang Qorun,
yang kehilangan semua yang dimilikinya dalam sekejap mata.
Sangat
pantas kiranya, bila sedang banyak rezeki kita harus berhati-hati dan
rajin berbagi. Namun jika rezeki sedang susah, tidak usah putus asa,
dan berburuk sangka bahwa hidup akan terus dijalani dalam kesusahan
yang berkepanjangan. Sebab,
ALLAH PENENTU TERAKHIR, SEDANGKAN MANUSIA HANYA BISA BERUSAHA DAN BERDOA.
0 komentar:
Posting Komentar