Senin, 16 Juni 2014

Nah Belatung Aja Punya Rezeki

 
    Belatung Pun Punya Rezeki

Allah lah yang memberikan rezeki kepada semua makhluk, tanpa terkecuali. Jangan pernah berfikir bahwa rezeki itu berasal dari presiden, menteri, gubernur, rektor, atau siapa pun lah. Dalam urusan rezeki, manusia itu hanya paralon. Cuma tempat lewat aja. Tak lebih dan tak kurang. Karena itu, jika ada manusia yang merasa bisa menentukan rezeki orang lain, dapat dipastikan dia adalah cucu cicitnya Firaun.

Setiap makhluk telah ditentukan rezekinya oleh Allah. Bahkan belatung, yang hidup di tempat sampah atau di lubang kakus, pun punya rezeki. Mari kita belajar soal rezeki dari belatung. Dalam upaya mencaridapatkan rezeki, belatung terus bergerak. Itu artinya belatung aktif-proaktif, terus mencari. Tidak pasif menunggu.

Perilaku belatung menegaskan kedudukan makhluk. Makhluk itu harus terus berusaha. Belatung menunjukkannya dengan terus bergerak. Sebab rezeki, sebagaimana taqdir, yang ditentukan oleh Allah itu sifatnya potensial. Seperti biji mangga yang bisa tumbuh menjadi pohon mangga. Tetapi apakah biji mangga itu bisa tumbuh atau tidak, sangat tergantung apakah biji mangga itu ditempatkan di tanah yang cocok. Bila biji mangga itu berada di dalam air, pastilah tidak dapat tumbuh, malah menjadi busuk.

Bagi makhluk, terutama manusia, maknanya adalah, Allah menentukan dan menyediakan rezeki, tetapi manusia harus berusaha dan bekerja agar rezeki itu menjadi milikinya. Rezeki tidak datang begitu saja  secara otomatis Hakikinya, nilai atau kekuatan manusia itu ada pada usaha dan doa. Manusia bukan penentu akhir. Penentu akhir adalah Alllah.

Jadi, semua manusia bila ingin mendapatkan rezeki, pertama-tama ia harus berusaha. Sebagai penguat usaha, manusia sebaiknya berdoa. Bisa juga memulai dengan doa, kemudian diikuti dengan usaha. Intinya harus berdoa dan berusaha. Karena doa adalah pengakuan bahwa manusia bukanlah penentu akhir. Doa sekaligus menunjukkan bahwa manusia memberi tempat pada kekuatan harapan.

Perikalu berdoa menegaskan bahwa dalam menjalani hidup, manusia tidak bisa dan tidak boleh hanya bergantung pada makhluk yaitu dirinya sendiri dan orang lain. Manusia harus bergantung pada Allah. Ini bukan sekadar kebutuhan, tetapi keniscayaan. Tentu saja, bergantung pada Allah tidak berarti manusia itu menyerah pasrah, hanya menunggu dan bermalas-malasan. Jika manusia hanya menunggu dan bermalas-malasan, pastilah derajat dan kualitasnya lebih rendah dari belatung yang tidak berhenti bergerak sebagai upaya untuk mencaridapatkan rezeki. Itulah pentingnya berusaha dan berdoa.

Kesadaran bahwa manusia hakikinya hanya memiliki kekuatan untuk berusaha dan berdoa, dan tidak pernah bisa menentukan hasil akhir adalah titik anjak untuk menjadi manusia yang sungguh mulia. Karena kesadaran ini mencegah manusia dari kesombongan, arogansi, dan keangkuhan, bahkan ketakaburan seperti yang ditunjukkan Firaun.

Tentu saja, manusia harus terbiasa untuk merencanakan segala sesuatu dengan cermat, penuh perhitungan, dan terukur. Kemudian berusaha sekuat tenaga dan kemampuan untuk mewujudnyatakan rencana yang telah dibuat. Tetapi haruslah selalu disadari, tidak setiap rencana dapat diujudkan dengan sempurna, atau seperti yang direncanakan. Itulah alasan mengapa kita sering menegaskan, manusia merencanakan, Allah yang menentukan. Sebab, terlalu banyak faktor, kekuatan, kondisi, dan kejadian yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia.

Inilah kenyataan hidup manusia. Hidup manusia bukanlah operasi hitung matematika, yang serba pasti dan bisa dihitung dengan cermat hasil akhirnya. Serumit apa pun operasi hitung itu. Hidup lebih mendekati teori peluang dalam statistika. Dalam tiap kesempatan keberhasilan, selalu ada peluang bagi kegagalan, dan sebaliknya.

Dengan paradigma seperti itulah, rezeki harus dimengerti dan dimaknai. Jangan pernah berfikir bahwa semua usaha kita akan memberi hasil seperti yang direncanakan dan diharapkan. Selalu sediakan celah dalam fikiran bahwa keberhasilan dan kegagalan dalam mengusahakan dan memperoleh rezeki, tidak pernah sepenuhnya ada dalam kuasa kita.

Bila kita brani memastikan bahwa setiap usaha yang dilakukan akan memberi hasil seperti yang direncanakan, bersiaplah untuk kecewa dan frustrasi. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa manusia sejatinya hanya memiliki kemampuan untuk berusaha dan berdoa. Penentu akhirnya adalah Allah.

Manusia yang menjalani dan menghayati hidup dengan keyakinan ini, tidak akan pernah kecut menghadapi apa pun. Dia tidak akan takut melawan penguasa yang zhalim, karena dia yakin rezekinya tidak pernah secara mutlak ditentukan sang penguasa itu. Sudah pasti dia juga tidak akan pernah mau menggadaikan keyakinannya, sekadar untuk memperoleh jabatan atau kekayaan.

Orang yang hidup dengan keyakinan ini tidak pernah menyederhanakan rezeki itu terbatas hanya pada uang, kekayaan, dan kesenangan. Baginya rezeki itu memiliki arti yang sangat luas. Apapun yang bisa dinikmati dan disyukuri adalah rezeki. Karena itu ia sepenuhnya menyadari, oksigen yang dihirupnya setiap hari merupakan sebentuk rezeki. Tidak mengherankan bila ia selalu bersyukur atas rezeki yang diperolehnya.

Manusia dengan pemahaman seperti ini, pastilah gemar berbagi. Karena ia menyadari setiap kali mendapatkan rezeki, ada campur tangan Allah dan kontribusi orang lain di situ. Meskipun ia telah bekerja keras untuk memperolehdapatkan rezeki itu. Sebab sejatinya, apapun profesi kita, apapun yang kita kerjakan, tidak pernah dapat kita kerjakan sendiri. Dalam konteks ini, berbagi dihayati sebagai ungkapan rasa terima kasih dan bersyukur.

Pemahaman mendalam dan penghayatan betapa Allah lah yang menentukan rezeki, membuat manusia sepenuhnya menyadari bahwa apa pun yang kini telah dimilikinya, yang merupakan hasil kerja kerasnya, dapat lepas dari tangannya. Sebaliknya, ia bisa saja mendapatkan rezeki, lebih banyak dari yang direncanakan dan diusahakannya. Perjalanan sejarah panjang manusia telah membuktikan itu. Dalam Al Quran ada cerita tentang Qorun, yang kehilangan semua yang dimilikinya dalam sekejap mata.

Sangat pantas kiranya, bila sedang banyak rezeki kita harus berhati-hati dan rajin berbagi. Namun jika rezeki sedang susah, tidak usah putus asa, dan berburuk sangka bahwa hidup akan terus dijalani dalam kesusahan yang berkepanjangan. Sebab,

ALLAH PENENTU TERAKHIR, SEDANGKAN MANUSIA HANYA BISA BERUSAHA DAN BERDOA.



0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution