Selasa, 17 Juni 2014

Kita Lupa Sholat

    Ketika Kita Lupa Sholat
 
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Shalat 5 waktu adalah fardhu ain yang wajib dikerjakan oleh setiap muslim. Dalam kejadian apa pun, seharusnya ibadah yang satu ini tidak boleh luput dari agenda kegiatan kita.Salah satu neraka bernama Saqar, diciptakan Allah SWT khusus untuk orang yang tidak melakukan shalat. Dan informasi ini telah disebutkan di dalam Al-Quran:Apa yang membuat kamu di neraka Saqar? Mereka menjawab, “Kami tidak termasuk orang yang Shalat.” (QS. Al-Muddatstsir: 42-43)

Pandangan Syariah Islam tentang: LupaDalam pandangan syariah, yang namanya ‘lupa’ punya hukum tersendiri. Orang yang lupa tidak bisa disamakan dengan orang yang tidak lupa. Dan ada hadits nabi SAW yang menyebutkan tentang hukum taklif bagi orang yang lupa. إن الله وضع على أمتي الخطأ والنسيان ومااستكرهوا عليه Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu bahwa Rasululah bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menetapkan kepada umatku kesalahan, lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepadanya.” (HR Hakim dalam Al-Mustadrak dan beliau menshahihkannya) Dari haditsi ini dan juga hadits lainnya, para ulama kemudian menarik kesimpulan dalam ushul fiqih tentang beban taklif bagi orang yang lupa. 

Yang menjad topik utama adalah pertanyaan: Apakah orang yang lupa itu mukallaf atau bukan?Maksudnya apakah seseorang menjadi tidak bukan beban taklif ketika dia sedang lupa, ataukah dia tetap memikul beban taklif? Atau dalam bahasa mudahnya, apakah seseorang tetap wajib untuk shalat pada saat dia lupa ataukah tidak wajib?Pertanyaan yang bersifat ushul fiqih ini menarik. Sebab kalau dikatakan bahwa seorang yang lupa itu wajib melakukan perintah Allah, ternyata Allah sendiri telah mengangkat pena dari orang yang lupa.

Tetapi di sisi lain, setiap orang yang mengaku muslim, berakal dan sudah baligh wajib menjalankan shalat. Dan ada ancaman masuk ke neraka Saqar kalau tidak mengerjakan.

Pandangan Para Ahli Ushul Fiqih1. Pandangan As-Syafi’iyah dan Al-HanabilahKhusus untuk kasus orang yang lupa, mazhab Asy-Syafi’i dan mazhab Hanabilah mengatakan bahwa orang yang lupa itu tidak termasuk mukallaf. Khususnya dalam hal yang terkait dengan hak-hak Allah SWT.Ada pun yang terkait dengan hak-hak manusia, seperti kewajiban zakat, memberi nafkah, mentalak isteri, atau mengganti kerugian harta orang lain, dalam pandangan mereka tetap terjadi dan tetap harus menjadi tanggungan.Karena bukan termasuk bab taklif melainkan termasuk bab rabthul-ahkami bil asbab (mengaitkan hukum dengan sebab).

Penjelasan lebih jauh tentang hal ini bisa kita lihat pada beberapa kitab, misalnya kitab Syarhu AL-Kaukab Al-Munir jilid 1 halaman 511-512. Juga perhatikan kitab Qawaidul Alhkam karya Al-’Izz ibnu Abdissalam jilid 2 halaman 3. Juga bisa kita baca dalam kitab Nuzhatul Khathir al-’Athir Syarah Raudhatun-Nadhir karya Ibnu Badran jilid 1 halaman 139-140.2. Pandangan Al-HanafiyahSebaliknya, dalam pandangan mazhab Al-Hanafiyah, orang yang lupa itu tetap masih dianggap mukallaf yang tidak gugur kewajiban atasnya. Baik yang terkait dengan hak Allah atau pun dengan hak sesama manusia.Namun dalam hal ini dia termasuk orang yang ‘ajiz (lemah) sehingga dia mendapatkan ‘udzur (keringanan) dari Allah SWT. Karena dia kehilangan qashd.

Pandangan Para Fuqaha’ Ilmu FiqihYang di atas tadi namanya kajian ushul fiqih. Sekarang mari kita kaji secara hukum fiqihnya langsung.Pertanyaannnya adalah: apa yang harus dilakukan oleh seseorang yang karena lupa, dia meninggalkan shalat? Para ulama fiqih kemudian menjawab bahwa orang yang lupa shalat dan meninggalkannya, maka dia wajib untuk menggantinya. Istilah yang sering digunakan adalah megqadha’ shalat. Dasarnya adalah perintah Rasulullah SAW: إذا نسي أحدكم صلاة أو نام عنها فبيصليها إذا ذكرها Apabila salah seorang kalian lupa shalat atau tertidur, maka shalatlah ketika ingat. (HR Muslim) Masalahnya kemudian, apakah begitu ingat harus langsung diqadha’ ataukah boleh mengqadha’ belakangan atau ditunda?Jumhur ulama mewajibkan pelaksanaannya secara langsung. Mereka yang berpendapat seperti ini adalah Al-Imam Abu Hanifah, Al-Imam Malik dan Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumullah.

Sementara Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berpandangan bahwa yang merupakan sunnah adalah langsung melaksanakannya begitu ingat, namun beliau tetap masih membolehkannya untuk menunda barang sejenak.Lho kenapa boleh?Alasannya adalah bahwa ketika Rasulullah SAW dan para shahabat tertidur, ternyata mereka tidak langsung melaksanakan qadha’ shalat di tempat mereka tidur. Tapi beliau SAW memerintahkan agar mereka menghela hewan-hewan mereka ke tempat lain, lalu beliau shalat di tempat tersebut.Maka dalam pandangan Al-Imam Asy-Syafi’i, boleh ditunda barang sebentar, sekedar untuk mengerjakan hal-hal yang dianggap perlu. Karena sekiranya qadha’ ini wajib dilaksanakan secara langsung seketika itu pula, tentunya para shahabat shalat di tempat mereka tertidur.

Adapun jumhur ulama berpendapat bahwa shalat yang terlewat itu harus langsung diganti, karena mereka berhujjah dengan hadits yang langsung menyebutkan shalat secara langsung.Tetapi intinya, shalat yang tidak dikerjakan karena terlupa tetap harus diganti. Karena Rasulullah SAW pernah mengalaminya langsung dan begitu juga para shahabat beliau ridhwanullahi ‘alaihim. Wallahu a’lam bishshawab.

 

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution