Kuda Jadi Unta
Seekor kuda datang menemui Dewa dan berkata, “Terima kasih Dewa, engkau telah menjadkan aku seekor kuda. Tapi inilah kuda, banyak kekurangannya. Leher dan kakiku pendek. Perbaikilah penampilanku agar aku menjadi makhluk yang lebih bagus dan gagah”.
Raja lalu merubah kuda jadi unta. Ia menjadi unta secara fisik, tapi jiwanya tetap kuda. Ia merasa jadi terlalu tinggi, lehernya terlalu panjang, dan berpungguk aneh. Ia protes kepada Dewa atas kondisinya sekarang, yang membuatnya tidak bisa berlari cepat. Dewa berkata, “Kamu adalah makhluk yang aneh, kamu harus tahu bahwa semua makhluk diciptakan dengan sempurna, tapi kadang ada yang seperti kamu, merasa tidak sempurna.
Seekor kuda datang menemui Dewa dan berkata, “Terima kasih Dewa, engkau telah menjadkan aku seekor kuda. Tapi inilah kuda, banyak kekurangannya. Leher dan kakiku pendek. Perbaikilah penampilanku agar aku menjadi makhluk yang lebih bagus dan gagah”.
Raja lalu merubah kuda jadi unta. Ia menjadi unta secara fisik, tapi jiwanya tetap kuda. Ia merasa jadi terlalu tinggi, lehernya terlalu panjang, dan berpungguk aneh. Ia protes kepada Dewa atas kondisinya sekarang, yang membuatnya tidak bisa berlari cepat. Dewa berkata, “Kamu adalah makhluk yang aneh, kamu harus tahu bahwa semua makhluk diciptakan dengan sempurna, tapi kadang ada yang seperti kamu, merasa tidak sempurna.
Sebagai kuda, kamu sudah yang sebaik-baiknya. Inilah akibatnya, kamu tidak puas dengan menjadi unta. Ingatlah, mengikuti kemuan hati tidak ada habisnya. Itu adalah sumber ketidakpuasan. Yang perlu kamu lakukan adalah mensyukuri keadaanmu, dan berpikir bagaimana menggunakan semua itu untuk kebaikan”.
Cerita ini tidak mengajak kita untuk menerima takdir dan nasib begitu saja. Cerita ini mengajak kita mengapresiasi diri. Bercita-cita dan berambisi itu baik, tapi tidak berarti kita lupa bersyukur dan tidak puas pada kenyataan. Seni kehidupan adalah bersyukur dan menerima dengan ikhlas. Rayakanlah dengan berbahagialah dengan apa yang ada sekarang. Apakah itu bentuk fisik kita, pekerjaan kita, dan keluarga kita. Rayakanlah, meskipun kita masih punya aspirasi yang lebih tinggi.
Kata kuncinya adalah paradox, yaitu pada satu sisi mensyukuri, dan pada sisi lain bercita-cita. Dengan demikian, kita tidak kehilangan kebahagiaan. Bergembiralah dan berambisilah!
By Jansen Sinamo
------------------
------------------
Wassalam,
@hajaz
0 komentar:
Posting Komentar