Puasa Sebagai Pintu Ibadah
Lazim kita ketahui, bahwa agama Islam ini penuh dengan perumpamaan
simbol dan lambang- lambang.Hal ini,kiranya diciptakan Allah Ta’ala
untuk memudahkan dan membuat kita akrab dengan ajaran agama, dengan
merasakan suasana yang sepenuhnya kita sadari dan alami.Misalnya, ada
hadits, “Miftahul Jannah La Ilaha Illa Llah”, (Kunci surga itu adalah
pengucapan (penghayatan,pengamalan) bahwa Tiada Tuhan melainkan Allah).
Dalam konteks puasa Ramadhan, yang sedang kita laksanakan bersama ini. Puasa disebut Nabi Muhammad Shalallah alaih wasallam sebagai pintu ibadah.Nabi bersabda “ Li kulli Syaiin Babun, wa Babul Ibadah as Shaumu”,(Setiap segala sesuatu itu ada pintunya, dan pintu ibadah adalah puasa). (H.R. Ibn Al-Mubarak dalam Az-zuhud )
Menimbang penting dan kegunaan ibadah puasa
ini, maka ia kerap diberlakukan sebagai ibadah terapis sebagai penangkal
tumbuh liarnya nafsu syahwat libido,misalnya dalam hadits riwayat Imam
Al Bukhari dari Ibn Mas’ud, dapat kita telaah anjuran Rasulullah
Muhammad kepada para pemuda yang belum memiliki persiapan matang untuk
menikah, dianjurkan untuk berpuasa, yang dalam bahasa beliau disebut
sebagai Wija’ (alat kendali).
Dalam telaah Sayyid Haidar Al Amuly misalnya, penulis “ Asrarus Syariah wa Athwarul Thariqah wa Anwarul Haqiqah”,
puasa disebut sebagai pintu ibadah dikarenakan ia berfungsi terhadap
dua hal.Pertama, puasa dapat mencegah sesuatu yang dilarang agama dan
kedua, puasa adalah bentuk penyerangan terhadap godaan
syaithan.Detailnya adalah sebagai berikut.
Pertama, puasa berpotensi mencegah hal- hal yang
dilarang, mencegah diri dari nafsu syahwat dan bahwa puasa itu adalah
ibadah eksklusif, yakni ibadah rahasia yang hanya diketahui oleh Allah.
Berbeda dengan shalat, zakat dan ibadah selain keduanya yang masih
mungkin dilihat sesama, sehingga dikhawatirkan tersusupi perasaan
bangga dan bertindak pamer.Padahal bukankah telah maklum, bahwa
keduanya adalah penyebab utama tertolaknya suatu ibadah dan ketaatan.
Kedua, puasa adalah sebentuk penyerangan terhadap
syaithan, sebagai musuh Allah dan kita semua. Disebut menyerang
syaithan, karena ia tidak akan mampu menggoda manusia, kecuali dengan
jalan pemenuhan nafsu syahwat. Nah, rasa lapar dan dahaga adalah upaya
preventif untuk menaklukkan segala nafsu syahwat yang tidak lain adalah
piranti syaithan untuk menggoda manusia.
Jika piranti ini ditiadakan, adalah menjadi
niscaya pula hilangnya aktivitas godaan itu.Karena itu, Nabi Muhammad
bersabda : “ Sesungguhnya syaithan itu menyusuri putra Adam,
sebagaimana aliran darah, maka sempitkan alirannya dengan lapar”.Dengan
hadits ini, kita dapat memahami makna hakikat hadits Nabi yang
diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Nabi Saw pernah bersabda :
“Apabila bulan Ramadhan tiba, pintu-pintu surga dibuka dan pntu-pintu
neraka ditutup. Syaithan-syaithan dibelenggu. Maka berserulah seorang
penyeru : “Hai siapa yang menginginkan kebaikan datanglah! Dan siapa
ingin (melakukan) kejahatan, cegalah dirimu! (H.R. Turmidzi, Ibnu Majah
dan Al-Hakim)
Dari komparasi dua hadits di atas, kiranya telah
jelas bahwa yang dimaksud syaithan dibelenggu, lebih mengena diartikan
bahwa peluang dan piranti syaithan untuk menggoda manusia di bulan
puasa Ramadhan benar- benar ditutup, dikendalikan dengan terapi lapar
manusia yang berpuasa.Dengan ditutupnya peluang melakukan dosa bermakna
neraka siksaan telah pula ditutup dan yang tinggal kemudian adalah
bekerjanya nurani manusia untuk kembali pada jalan Allah yang
membawanya menuju surga keridhaan Allah Ta’ala.
Semuanya kemudian kembali pada pribadi kita
masing- masing untuk mengetuk dan mau membuka pintu ibadah ini.Kita
sambut dan jemput dengan gempita peluang berharga yang dihadiahkan
Allah Ta’ala ini, yang dengan puasa ini,ibadah- ibadah atau penghambaan
yang lain menjadi terbuka dan mudah untuk dimakna dan dijalankan.
Penulis adalah Pengajar di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang
|
0 komentar:
Posting Komentar