Yang Terlupa Dari Keikhlasan
Ikhlas, suatu kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kaum
muslimin. Sebuah kata yang singkat namun sangat besar maknanya. Sebuah
kata yang seandainya seorang muslim terhilang darinya, maka akan
berakibat fatal bagi kehidupannya, baik kehidupan dunia terlebih lagi
kehidupannya di akhirat kelak. Ya itulah dia, sebuah keikhlasan. Amal
seorang hamba tidak akan diterima jika amal tersebut dilakukan tidak
ikhlas karena Allah.
Allah berfirman yang artinya,
“Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama kepada-Nya.” (Qs. Az Zumar: 2)
Keikhlasan merupakan syarat diterimanya suatu amal perbuatan di samping syarat lainnya yaitu mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Perkataan dan
perbuatan seorang hamba tidak akan bermanfaat kecuali dengan niat
(ikhlas), dan tidaklah akan bermanfaat pula perkataan, perbuatan dan
niat seorang hamba kecuali yang sesuai dengan sunnah (mengikuti
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam)”
Apa Itu Ikhlas ?
Banyak para ulama yang memulai kitab-kitab mereka dengan membahas
permasalahan niat (dimana hal ini sangat erat kaitannya dengan
keikhlasan), di antaranya Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya, Imam Al Maqdisi dalam kitab Umdatul Ahkam, Imam Nawawi dalam kitab Arbain An-Nawawi dan Riyadhus Shalihin-nya, Imam Al Baghowi dalam kitab Masobihis Sunnah
serta ulama-ulama lainnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya
keikhlasan tersebut. namun, apakah sesungguhnya makna dari ikhlas itu
sendiri ?
Ukhti muslimah, yang dimaksud dengan keikhlasan adalah ketika engkau
menjadikan niatmu dalam melakukan suatu amalan hanyalah karena Allah
semata, engkau melakukannya bukan karena selain Allah, bukan karena riya
(ingin dilihat manusia) ataupun sum’ah (ingin didengar manusia), bukan
pula karena engkau ingin mendapatkan pujian serta kedudukan yang tinggi
di antara manusia, dan juga bukan karena engkau tidak ingin dicela oleh
manusia. Apabila engkau melakukan suatu amalan hanya karena Allah semata
bukan karena kesemua hal tersebut, maka ketahuilah saudaraku, itu
berarti engkau telah ikhlas. Fudhail bin Iyadh berkata, “Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amal karena manusia adalah riya.”
Dalam Hal Apa Aku Harus Ikhlas ?
Sebagian manusia menyangka bahwa yang namanya keikhlasan itu hanya
ada dalam perkara-perkara ibadah semata seperti sholat, puasa, zakat,
membaca al qur’an , haji dan amal-amal ibadah lainnya. Namun ukhti
muslimah, ketahuilah bahwa keikhlasan harus ada pula dalam amalan-amalan
yang berhubungan dengan muamalah. Ketika engkau tersenyum terhadap
saudarimu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau mengunjungi saudarimu,
engkau harus ikhlas. Ketika engkau meminjamkan saudarimu barang yang dia
butuhkan, engkau pun harus ikhlas. Tidaklah engkau lakukan itu semua
kecuali semata-mata karena Allah, engkau tersenyum kepada saudarimu
bukan karena agar dia berbuat baik kepadamu, tidak pula engkau pinjamkan
atau membantu saudarimu agar kelak suatu saat nanti ketika engkau
membutuhkan sesuatu maka engkau pun akan dibantu olehnya atau tidak pula
karena engkau takut dikatakan sebagai orang yang pelit. Tidak wahai
saudariku, jadikanlah semua amal tersebut karena Allah.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Ada
seorang laki-laki yang mengunjungi saudaranya di kota lain, maka Allah
mengutus malaikat di perjalanannya, ketika malaikat itu bertemu
dengannya, malaikat itu bertanya, “Hendak ke mana engkau ?” maka dia pun
berkata “Aku ingin mengunjungi saudaraku yang tinggal di kota ini.”
Maka malaikat itu kembali bertanya “Apakah engkau memiliki suatu
kepentingan yang menguntungkanmu dengannya ?” orang itu pun menjawab:
“Tidak, hanya saja aku mengunjunginya karena aku mencintainya karena
Allah, malaikat itu pun berkata “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah
untuk mengabarkan kepadamu bahwa sesungguhnya Allah mencintaimu
sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu karena-Nya.” (HR. Muslim)
Perhatikanlah hadits ini wahai ukhti, tidaklah orang ini mengunjungi
saudaranya tersebut kecuali hanya karena Allah, maka sebagai balasannya,
Allah pun mencintai orang tersebut. Tidakkah engkau ingin dicintai oleh
Allah wahai ukhti ?
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah
engkau menafkahi keluargamu yang dengan perbuatan tersebut engkau
mengharapkan wajah Allah, maka perbuatanmu itu akan diberi pahala oleh
Allah, bahkan sampai sesuap makanan yang engkau letakkan di mulut
istrimu.” (HR Bukhari Muslim)
Renungkanlah sabda beliau ini wahai ukhti, bahkan “hanya” dengan
sesuap makanan yang seorang suami letakkan di mulut istrinya, apabila
dilakukan ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberinya pahala.
Bagaimana pula dengan pengabdianmu terhadap suamimu yang engkau lakukan
ikhlas karena Allah ? bukankah itu semua akan mendapat ganjaran dan
balasan pahala yang lebih besar? Sungguh merupakan suatu keberuntungan
yang amat sangat besar seandainya kita dapat menghadirkan keikhlasan
dalam seluruh gerak-gerik kita.
Berkahnya Sebuah Amal yang Kecil Karena Ikhlas
Ukhti muslimah yang semoga dicintai oleh Allah, sesungguhnya yang
diwajibkan dalam amal perbuatan kita bukanlah banyaknya amal namun tanpa
keikhlasan. Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila kita
melakukannya ikhlas karena Allah, maka Allah akan menerima dan melipat
gandakan pahala dari amal perbuatan tersebut. Abdullah bin Mubarak
berkata, “Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat,
dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena
niat.”
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Seorang
laki-laki melihat dahan pohon di tengah jalan, ia berkata: Demi Allah
aku akan singkirkan dahan pohon ini agar tidak mengganggu kaum
muslimin, Maka ia pun masuk surga karenanya.” (HR. Muslim)
Lihatlah ukhti, betapa kecilnya amalan yang dia lakukan, namun hal
itu sudah cukup bagi dia untuk masuk surga karenanya. Dalam hadits lain
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Dahulu
ada seekor anjing yang berputar-putar mengelilingi sumur, anjing
tersebut hampir-hampir mati karena kehausan, kemudian hal tersebut
dilihat oleh salah seorang pelacur dari bani israil, ia pun mengisi
sepatunya dengan air dari sumur dan memberikan minum kepada anjing
tersebut, maka Allah pun mengampuni dosanya.” (HR Bukhari Muslim)
Subhanallah, seorang pelacur diampuni dosanya oleh Allah hanya karena
memberi minum seekor anjing, betapa remeh perbuatannya di mata manusia,
namun dengan hal itu Allah mengampuni dosa-dosanya. Maka bagaimanakah
pula apabila seandainya yang dia tolong adalah seorang muslim ? Dan
sebaliknya, wahai ukhti, amal perbuatan yang besar nilainya, seandainya
dilakukan tidak ikhlas, maka hal itu tidak akan berfaedah baginya. Dalam
sebuah hadits dari Abu Umamah Al Bahili, dia berkata: Seorang laki-laki
datang kepada Rasulullah dan bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana
pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mendapatkan pahala
dan agar dia disebut-sebut oleh orang lain?” maka Rasulullah pun menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Orang itu pun mengulangi pertanyaannya tiga kali, Rasulullah pun menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Kemudian beliau berkata: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan kecuali apabila amalan itu dilakukan ikhlas karenanya.”
(Hadits Shahih Riwayat Abu Daud dan Nasai). Dalam hadits ini dijelaskan
bahwa seseorang yang dia berjihad, suatu amalan yang sangat besar
nilainya, namun dia tidak ikhlas dalam amal perbuatannya tersebut, maka
dia pun tidak mendapatkan balasan apa-apa.
Buah dari Ikhlas
Untuk mengakhiri pembahasan yang singkat ini, maka kami akan
membawakan beberapa buah yang akan didapatkan oleh orang yang ikhlas.
Seseorang yang telah beramal ikhlas karena Allah (di samping amal
tersebut harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam),
maka keikhlasannya tersebut akan mampu mencegah setan untuk menguasai
dan menyesatkannya. Allah berfirman tentang perkataan Iblis laknatullah alaihi yang artinya: Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.”
(Qs. Shod: 82-83). Buah lain yang akan didapatkan oleh orang yang
ikhlas adalah orang tersebut akan Allah jaga dari perbuatan maksiat dan
kejelekan, sebagaimana Allah berfirman tentang Nabi Yusuf yang artinya “Demikianlah,
agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian.
Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas. “ (
Qs. Yusuf : 24). Pada ayat ini Allah mengisahkan tentang penjagaan Allah
terhadap Nabi Yusuf sehingga beliau terhindar dari perbuatan keji,
padahal faktor-faktor yang mendorong beliau untuk melakukan perbuatan
tersebut sangatlah kuat. Akan tetapi karena Nabi Yusuf termasuk
orang-orang yang ikhlas, maka Allah pun menjaganya dari perbuatan
maksiat. Oleh karena itu wahai ukhti, apabila kita sering dan berulang
kali terjatuh dalam perbuatan kemaksiatan, ketahuilah sesungguhnya hal
tersebut diakibatkan minim atau bahkan tidak adanya keikhlasan di dalam
diri kita, maka introspeksi diri dan perbaikilah niat kita selama ini,
semoga Allah menjaga kita dari segala kemaksiatan dan menjadikan kita
termasuk orang-orang yang ikhlas. Amin ya Rabbal alamin.
Penulis: Abu ‘Uzair Boris Tanesia
Muroja’ah: Ust. Ahmad Daniel, Lc.
Muroja’ah: Ust. Ahmad Daniel, Lc.
0 komentar:
Posting Komentar