Hukum Koperasi Simpan Pinjam
Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang khusus bertujuan melayani
atau mewajibkan anggotanya untuk menabung, di samping dapat memberikan
pinjaman kepada anggotanya.
Sebagian kalangan mendefinisikan
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) adalah sebuah koperasi yang modalnya
diperoleh dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota koperasi.
Kemudian modal yang telah terkumpul tersebut dipinjamkan kepada para
anggota koperasi dan terkadang juga dipinjamkan kepada orang lain yang
bukan anggota koperasi yang memerlukan pinjaman uang, baik untuk
keperluan konsumtif maupun modal usaha. Kepada setiap peminjam, koperasi
simpan pinjam menarik uang administrasi setiap bulan sejumlah sekian
prosen dari uang pinjaman.
Pada akhir tahun, keuntungan yang
diperoleh koperasi simpan pinjam yang berasal dari uang administrasi
tersebut yang disebut Sisa Hasil Usaha (SHU) dibagikan kepada anggota
koperasi. Adapun jumlah keuntungan yang diterima oleh masing-masing
anggota koperasi diperhitungkan menurut intensitas anggota yang meminjam
uang dari Koperasi. Artinya, anggota yang paling sering meminjamkan
uang dari Koperasi tersebut akan mendapat bagian paling banyak dari SHU,
dan tidak diperhitungkan dari jumlah simpanannya, karena pada umumnya
jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib dari masing-masing anggota
adalah sama.(www.kosipa.com)
Hukum Operasi Simpan Pinjam
Dalam
menyimpulkan hukum koperasi, tidak lepas dari praktik akad atau
transaksi yang dijalankan dalam badan usaha tersebut. Dengan demikian,
jika model transaksi yang dijalankan melanggar prinsip-prinsip muamalah
islami, bisa dipastikan hukumnya haram. Jika dilihat dari penjelasan di
atas, dapat disimpulkan bahwa koperasi simpan pinjam hukumnya haram.
Adapun alasannya sebagai berikut:
Pertama: Dari sisi nama,
koperasi simpan pinjam didirikan dengan tujuan orang bisa menyimpan dan
meminjam uang di koperasi tersebut. Sehingga tidak tepat dan tidak
boleh, jika kemudian koperasi tersebut mengambil keuntungan dari
aktifitas pinjam meminjam.
Kedua: Pinjam meminjam di dalam Islam
merupakan akad tabarru’ yang bertujuan untuk saling tolong menolong
bukan sebagai sarana untuk mencari keuntungan.
Ketiga: Di dalam
koperasi simpan pinjam terdapat unsur riba yang diharamkan dalam Islam,
karena koperasi ini menarik dari setiap peminjam uang administrasi
setiap bulan sejumlah sekian persen dari uang pinjaman.
Uang
administrasi yang dibolehkan adalah uang yang memang dipakai untuk
kepentingan administrasi bukan untuk mencari keuntungan, sehingga
besarnya harus disesuaikan dengan biaya administrasi seperti
surat-menyurat, arsip dan sarana-sarana lain yang dibutuhkan di dalam
pencatatan hutang.
Keempat: Uang administrasi tidak boleh
ditentukan berdasarkan besarnya jumlah pinjaman, apalagi ditarik setiap
bulan. Ini sama dengan bunga dari pinjaman alias riba. Walaupun diganti
namanya dengan uang administrasi, tetapi pada hakekatnya adalah bunga
dari pinjaman.
Beberapa Pandangan Yang Salah
Pertama:
Ada sebagian kalangan yang ingin menghindari praktek riba dengan cara
menjual formulir pinjaman yang harganya disesuaikan dengan jumlah uang
yang akan dipinjam. Umpamanya, untuk pinjaman uang sebesar Rp. 100.000
formulirnya berwarna putih dengan harga Rp. 5.000 Untuk pinjaman uang
sebesar Rp. 500.000 formulirnya berwarna merah dengan harga Rp. 25.000
Untuk pinjaman sebesar Rp. 1.000.000 formulirnya berwarna kuning dengan
harga Rp. 50.000
Apakah dengan cara seperti itu, koperasi tersebut telah terhindar dari praktek riba dan dinyatakan boleh ?
Jawabannya
adalah bahwa koperasi simpan pinjam dengan tidak. Harga formulir yang
disesuaikan dengan jumlah pinjaman pada hakekatnya adalah bunga
pinjaman, seperti halnya meminjam sejumlah uang dan harus
mengembalikannya dengan menambah bunganya 5% atau 10% dan seterusnya,
tidak ada perbedaan antara keduanya, kecuali hanya nama saja, dan
formulir sekedar untuk kamuflase.
Kalau ingin terhindar dari riba,
maka harga formulirnya harus disamakan, dan harganya tidak boleh
disesuaikan dengan besar kecilnya jumlah uang pinjaman. Karena fungsi
dari kertas formulir sekedar untuk memberikan keterangan tentang
data-data peminjam, jadi tidak ada alasan untuk menaikan harganya dari
harga selembar kertas.
Kedua: Sebagian orang mengatakan bahwa
penjualan formulir dengan harga sesuai dengan besar kecilnya pinjaman
sama dengan penjualan prangko yang harganya disesuaikan dengan jenis
prangko, sehingga hukumnya halal.
Jawabannya adalah tidak sama
antara keduanya, karena dalam penjualan perangko, tidak ada unsur pinjam
meminjam, tetapi yang ada adalah akad jual beli barang, dan harga
barang tersebut disesuaikan dengan kwalitas dan manfaat barang. Jika
kwalitas dan manfaatnya lebih banyak, maka harganya lebih mahal,
sebaliknya jika kwalitas dan manfaatnya lebih sedikit, maka harganya
lebih murah. Begitu juga dengan prangko, jika dipakai untuk mengirim
surat yang lebih cepat dan jarak tempuhnya lebih jauh, tentunya harga
prangkonya lebih mahal, sebaliknya jika surat yang dikirim tidak kilat
dan jarak tempuhnya dekat, maka harganya tentunya lebih murah. Seperti
itu juga harga tiket bis, kereta, maupun pesawat. Dan semuanya itu
adalah boleh dan halal.
Adapun formulir yang harganya berbeda-beda
berdasarkan jumlah pinjaman, pada hakekatnya koperasi hanya ingin
mencari untung mengambil manfaat lewat hutang, dan ini diharamkan dalam
Islam, sebagaimana sabda Rasulullah shallahu ‘alahi wassalam:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبَا
“Setiap hutang yang mengambil manfaat (komersil )adalah riba” (HR. Baihaqi)
Ketiga:
Sebagian kalangan mengatakan bahwa koperasi simpan pinjam hukumnya
boleh, karena pada dasarnya dalam mu’amalah adalah boleh selama tidak
ada dalil yang melarangnya. Sedangkan bunga dari pinjaman anggota bukan
untuk mencari keuntungan, tetapi akan dikembalikan kepada anggota
koperasi itu juga.
Jawabannya adalah bahwa dalam koperasi simpan
pinjam terdapat unsur riba yang diharamkan dalam Islam. Adapun bunga
pinjaman yang dibebankan kepada setiap peminjam akan kembali juga kepada
anggota koperasi adalah tidak benar. Sebagai contoh, jika anggota
meminjam uang sebesar Rp. 1.000.000, maka dia harus mengembalikan kepada
koperasi tersebut sejumlah uang yang dipinjam ditambah 5 % nya, yaitu
sebesar Rp. 1.050.000 Dari tambahan 5 % tersebut, yang kembali kepada
anggota tersebut hanya sekitar 3 % nya saja, sedangkan yang 2 % nya akan
masuk kas koperasi. Ini menunjukan bahwa secara nyata bahwa koperasi
simpan pinjam tetap mengambil keuntungan dari aktifitas pinjam meminjam
dan ini diharamkan dalam Islam, karena termasuk riba.
Cara Yang Sesuai Syariat
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar koperasi simpan pinjam sesuai syariat dan terhindar dari riba, diantaranya adalah:
Cara
Pertama: Koperasi membeli barang-barang dari uang yang terkumpul dari
anggota dan menjual barang-barang tersebut kepada para anggota atau
kepada masyarakat umum. Keuntungan dari hasil penjualan dibagi kepada
para anggota berdasarkan jumlah uang yang ditabung ke koperasi tersebut.
Cara
Kedua: Koperasi ini juga bisa meminjamkan uang kepada anggota yang
membutuhkan untuk keperluan konsumtif, tanpa dipungut bunga sedikitpun.
Tetapi jika anggota memerlukan uang untuk keperluan usaha, maka koperasi
bisa menerapkan system bagi hasil sesuai kesepakatan bersama. Tetapi
akad ini tidak dinamakan pinjaman, tetapi disebut dengan mudharabah.
0 komentar:
Posting Komentar