Hukum Karma dalam Pandangan Islam
Istilah karma berasal dari ajaran agama Budha and Hindu. Arti sederhana
dari karma adalah segala perbuatan yang dilakukan akan memiliki akibat
pada pelaku di masa selanjutnya. Tindakan buruk saat ini akan berakibat
keburukan di masa datang. Perilaku baik akan berakibat kebaikan.
Dalam kitab Abhidamma dikatakan bahwa setiap impresi rasa, yakni
seluruh perilaku manusia, dapat dianggap sebagai akibat dari karma.
Dalam doktrin ini, apabila seseorang terlahir sebagai orang miskin, maka
itu terjadi karena akibat perilaku orang tersebut pada kehidupan
sebelumnya.
Itu artinya, kehidupan manusia di dunia itu bukan hanya sekali tetapi berulang-ulang. Kehidupan sekarang adalah akibat dari kehidupan sebelumnya dan akan berdampak pada kehidupan masa datang.
Itu artinya, kehidupan manusia di dunia itu bukan hanya sekali tetapi berulang-ulang. Kehidupan sekarang adalah akibat dari kehidupan sebelumnya dan akan berdampak pada kehidupan masa datang.
Jadi doktrin karma dalam agama Budha adalah: (a) Adanya hukum sebab
akibat dan itu terjadi di dunia; (b) adanya reinkarnasi yakni bahwa
kehidupan saat ini adalah titisan kehidupan masa lalu dan akan menitis
pada kehidupan (orang lain) di masa datang.
Pandangan Islam Tentang Hukum Timbal Balik
Islam juga mengenal doktrin sebab akibat bahwa perbuatan baik akan berakibat baik dan perilaku buruk akan berakibat buruk.
Akibat dari perbuatan manusia terkadang akan dirasakan di dunia ini saat kita masih hidup. Ini mirip dengan karma.
Dalam QS Ar-Rum 30:41 Allah berfirman: “Telah nampak kerusakan di
darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya
Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Dalam QS As-Sajdah 32:21 Allah berfirman : “Dan Sesungguhnya Kami
merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum
azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke
jalan yang benar).
Namun, mayoritas balasan dari tindakan kita akan terjadi di akhirat, pada kehidupan setelah mati. Tepatnya setelah kiamat tiba.
Dalam QS An-Nahl 16:61 Allah berfirman: “Jikalau Allah menghukum
manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka
bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan
mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba
waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat
mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya.”
Oleh karena itu, dalam Islam orang jahat bisa saja memiliki kehidupan
yang tenang di dunia bersama anak dan istrinya. Namun, jelas ia akan
mendapat hukuman yang setimpal kelak di akhirat.
Perilaku yang baik di dunia akan mendapat pahala yang setimpal di
akhirat. Tindakan jahat dan buruk di dunia akan berakibat hukuman yang
setimpal di akhirat kelak.
Interaksi antar individu, merupakan dasar “sosial”. dengan ini,
manusia, akan dihargai, dihina oleh individu yang lain. Ada hukum timbal
balik yang dikenalkan oleh islam. Sebuah hadits riwayat al-imam
al-Tirmidzi, Rasulullah menegaskan : “Orang-orang yang memiliki
kasih sayang (pada yang lain), maka disayang oleh dzat yang maha
penyayang, sayangilah yang ada dibumi, maka kau akan disayangi oleh yang
dilangit.”
Dari sini terlihat jelas, ada timbal balik. Ketika seseorang ingin
disayangi oleh orang lain, maka sayangilah orang lain. Dan ternyata,
timbal balik ini bukan hanya dalam hal “kasih sayang saja” akan tetapi
lebih dari itu. Karena dari mafhum mukholafahnya (dibalik). Maka bisa
disimpulkan, jika anda ingin dihina orang lain, maka hina orang lain.
Konsep timbal balik ini, mungkin bisa kita artikan dengan “hukum
karma” yang kita kenal. Dalam hadits lain Rasulullah juga dawuh (dalam
al-mustadrak lil imam Hakim : “Berbaktilah pada orang tuamu, niscaya anak-anakmu kelak akan berbakti kepadamu”.
Dalam Q.S.99: 7 & 8 Allah Berfirman : “Karena itu barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan meski seberat debu, dia pasti akan
melihatnya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan meski seberat
atom pun, dia pasti akan melihat (balasan) nya pula” .
Maka semakin jelas hukum timbal balik ini memeng ada dalam agama
(islam). Sehingga wacana “Hukum Karma” juga perlu diwaspadai dan
disikapi.
Kisah Balasan yang Diterima Anak Akibat Perbuatan Orangtua
Keshalihan amal baik orang tua memiliki dampak yang besar bagi
keshalihan anak-anaknya, dan memberikan manfaat bagi mereka di dunia dan
akhirat.Sebaliknya amal-amal jelek dan dosa-dosa besar yang dilakukan
orang tua akan berpengaruh jelek terhadap pendidikan anak-anaknya.
Pengaruh-pengaruh tersebut di atas datang dengan berbagai bentuk. Di
antaranya, berupa keberkahan amal-amal shalih dan pahala yang Allah
sediakan untuk nya. Atau sebaliknya berupa kesialan amal-amal jelek dan
kemurkaan Allah serta akibat jelek yang akan diterimanya.
Bentuk ganjaran dan pahala atau kemurkaan dan siksaan tersebut
biasanya akan dirasakan oleh anak. Ganjaran yang dirasakan anak dapat
berupa penjagaan, rezeki yang luas, dan pembelaan dari murka Allah (jika
orang tua shalih dan gemar melaksanakan amalan yang baik). Adapun amal
jelek orang tua, akan berdampak jelek kepada anak, dapat berupa musibah,
penyakit dan kesulitan-kesulitan lain.
Oleh karena itu, orang tua hendaknya memperbanyak amal shalih karena pengaruhnya akan terlihat pada anak.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:“Adapun dinding rumah adalah
kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta
benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang
saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada
kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari
Tuhanmu; dan bukanlah Aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri.
demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat
sabar terhadapnya”. (QS. Al Kahfi: 82)
Awalnya, Musa ‘alaihis salam bersama Khidir singgah di sebuah desa
dan berharap dijamu oleh penduduknya, akan tetapi ternyata mereka enggan
menjamu keduanya. (sebelum kedua nabi ini pergi) mereka melihat ada
dinding yang hampir roboh.
Khidir pun menegakkannya. Musa ‘alaihis salam berkata:“Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. (QS. Al Kahfi: 77)Khidir menjawab:“Adapun
dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di
bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya
adalah seorang yang saleh”. (QS. Al Kahfi: 82)
Maka perhatikanlah bagaimana Allah menjaga harta pusaka anak yatim
ini sebagai balasan atas keshalihan kedua orang tuanya! Apakah Anda
menyangka atau meyakini bahwa simpanan yang Allah jaga itu dikumpulkan
dari harta haram? Sama sekali tidak. Orang tua yang shalih tidak mungkin
mengumpulkan harta dari sumber yang haram dan tidak mungkin Allah akan
menjaganya jika harta itu tidak berasal dari sumber yang halal.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan hendaklah takut kepada
Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An Nisaa: 9)
Ayat ini menjelaskan hubungan antara perkataan yang benar dan yang
jelek dengan keadaan anak yang akan ditinggalkan oleh orang tuanya.
Jika Anda melihat orang tua yang memakan harta anak yatim atau
menganjurkan untuk berbuat zalim kepada mereka, atau mengurangi hak-hak
mereka, maka bangkit dan ucapkanlah perkataan yang benar dengan
semata-mata mengharap wajah Allah ta’ala. Dengan kalimat yang benar
dari Anda ini, Allah akan menghilangkan kezhaliman dan menegakkan
kebenaran, dan pengaruh baiknya akan terus dirasakan oleh anak cucu Anda
dan akan dicatat di buku catatan kebaikan Anda di hari kiamat.
Maka bersemangatlah dalam memuliakan anak yatim, dan berhati-hatilah
dari mendekati harta mereka, karena semua itu memiliki pengaruh yang
besar atas anak-anak Anda sebagaimana telah kami terangkan di atas.
Perbaiki, wahai bapak dan ibu, makanan dan minuman serta pakaian
Anda; (carilah yang halal), karena dengan demikian ketika Anda
mengangkat kedua tangan berdoa kepada Allah dengan tangan dan jiwa yang
suci, Allah akan menerima doa Anda untuk kebaikan anak-anak Anda,
memperbaiki keadaan mereka dan memberkahi diri mereka.
Allah berfirman,“Sesungguhnya Allah Hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al Maaidah: 27) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada
seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh. Rambutnya kusut dan
berdebu. Lalu dia mengangkat kedua tangannya ke langit seraya berdoa,
‘Ya Rabbi, Ya Rabbi.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, dan
pakaianya haram, maka bagaimana orang seperti iniakan dikabulkan
doanya?” (Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya no. 1015) dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Bagaimana Anda berdoa mengangkat kedua tangan dan mengharapkan
jawaban, sementara tangan Anda masih sering membunuh, memukul, dan
menganiaya, Anda masih suka menipu orang? Bagaimana Anda berdoa untuk
kebaikan anak Anda dengan tangan itu? Bagaimana mungkin Anda berdoa,
memanjatkan permintaan kepada Allah dengan mulut Anda, sementara mulut
itu sering memakan harta yang haram, sering berdusta, namimah, ghibah,
mencela kehormatan orang, mencaci dan memaki, bahkan mengucapkan kalimat
syirik, dan menuduh berzina wanita baik-baik?!
Apakah Anda yakin doa Anda akan diterima sementara pakaian dan
makanan Anda dari sumber yang haram?! Karena itu bertawakallah dan
beramal shalihlah agar doa untuk kebaikan anak Anda diterima!
Diceritakan bahwa sebagian orang-orang salaf dahulu pernah berkata
kepada anaknya, “Wahai anakku, aku akan membaguskan shalatku agar engkau
mendapatkan kebaikan.” Sebagian Ulama menyatakan bahwa makna ucapan itu
adalah aku akan memperbanyak shalatku dan berdoa kepada Allah untuk
kebaikanmu.
Kedua orang tua bila membaca Al Qur’an, surah Al Baqarah dan
surat-surat Mu’awidzat (Al Ikhlas, Al falaq, dan An Naas), maka para
malaikat akan turun utnuk mendengarkannya, (Dikeluarkan oleh Imam Muslim
dalam kitab Shahihnya no. 2699) dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu] dan setan-setan akan lari. (Dikeluarkan juga oleh Imam Muslim
dalam kitab Shahihnya no. 796)
Tidak diragukan bahwa turunnya malaikat membawa ketenangan dan
rahmat. Dan ini jelas memberi pengaruh baik terhadap anak dan
keselamatan mereka.
Tetapi bila Al Qur’an ditinggalkan, dan orang tua lalai dari dzikir,
ketika itu setan-setan akan turun dan memerangi rumah-rumah yang tidak
ada bacaan Al Qur’an, penuh dengan musik, alat-alat musik, dan
gambar-gambar yang haram. Kondisi seperti ini jelas akan berpengaruh
jelek terhadap anak-anak dan mendorong mereka berbuat maksiat dan
kerusakan.
Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar