Dikesempatan ini kita mencoba menelusuri dari setiap kejadian yang menimpa kita sekaligus mencari hikmah dari setiap kejadian tersebut. Banyak kejadian yang menimpa kita didalam menjalani kehidupan ini, tidak hanya berupa kesengan namun terkadang kita mengalami musibah/sesuatu yang kurang mengenakkan bagi kita dan bagaimana semestinya kita harus bersikap, terlebih lagi bagi setiap insan yang mengaku dirinya beriman.
Ibnu Hajar berkata: ”Kata musibah dalam bahasa Arab berasal dari kata yang bermakna lemparan dengan anak panah, kemudian kata ini digunakan untuk setiap bencana dan malapetaka” yang menimpa manusia, secara sederhana bisa kita katakan bahwasanya musibah adalah suatu hal yang menyebabkan manusia kehilangan nikmat-nikmat Allah yang dianugrahkan kepadanya, baik berupa anak, orang tua, saudara, harta, sakit yang menimpanya atau hal-hal yang serupa dengan itu (Syarah Kitab at-Tauhid oleh Syaikh al-Ghunaiman).
Diterpanya manusia dengan berbagai musibah ini merupakan sunnatullah yang berlaku bagi setiap insan yang beriman maupun kafir, namun ada perbedaan yang sangat jelas antara musibah yang menimpa seorang mukmin dan orang kafir, seorang yang kafir apabila terkena musibah karena ketiadaan imannya kepada Allah SWT dia tidak akan mendapat apa-apa,bahkan sama saja dia dapat musibah atau tidak. Berbeda dengan seorang mukmin, bagaimanapun keadaannya dia senantiasa mendapatkan kebaikan. Orang beriman akan senantiasa bersyukur ketika dia mendapatkan nikmat dan senantiasa bersabar ketika musibah menimpanya karena dia tau ada hikmah dari musibah yang dialaminya.
Hikmah dari musibah yang menimpanya itu diantaranya:
1. Meninggikan derajat dan memperbesar pahala.
Kondisi seperti ini sebagiamana yang Allah lakukan kepada para nabi, rasul, dan hamba-hamba-Nya yang shaleh. Sa’ad bin Abi Waqqas bertanya kepada Rasulullah, siapa manusia yang paling berat cobaannya?
Beliau menjawab:
أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ
“Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian yang semisal mereka, kemudian yang semisalnya” (HR.al-Hakim,at-Tirmizy,an-Nasa’I,Ibnu Majah).
2. Musibah itu sebagai penghapus dosa.
Rosulullah SAW bersabda:
مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ
وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ
حَتَّى الشَّوْكَةُ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَاللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah dalam bentuk kelelahan, sakit, kesusahan kesedihan, gangguan dan kecemasan, melainkan Allah menghapuskan segala kesalahan dan dosanya dengan musibah itu, hingga duri yang menusuknya juga sebagai penghapus dosa”(HR.al-Bukhari:5318).
3. Terkadang musibah itu adalah azab yang disegerakan karena kemaksiatan dan tidak segeranya seseorang itu bertaubat kepada Allah SWT .
Rasulullah bersabda:
إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوْبَةَ فِي الدُّنْيَا
وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ
حَتَّى يُوَافِيَهُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Apabila Allah menghendaki kebaikan pada hamba-Nya, disegerakanlah hukuman baginya di dunia,jika Allah menghendaki kejelekan pada hamba-Nya, Allah akan menahan dia lantaran dosa-dosanya hingga dibalas secara sempurna kelak di hari kiamat”(HR.at-Tirmizy,no.2396).
Dalam menghadapi musibah ini para ulama menyebutkan beberapa hal yang bisa meringankan beban, kesedihan serta kesusahan yang dihadapi seorang hamba akibat musibah yang sedang menderanya:
1. Hendaknya dia mengetahui bahwasanya apa yang menimpanya merupakan takdir Allah, Allah berfirman:
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا
وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Katakanlah:sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami,Dialah pelindung kami,dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal”(at-Taubah:51)
Di ayat yang lain Allah berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ
وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah,dan barangsiapa yang beriman kepada Allah,niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya,dan Allah maha mengetahui segala sesuatu”(at-Taghabun:11).
Alqamah berkata mentafsirkan:
“Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya”Yaitu “seseorang yang ditimpa musibah lalu dia sadar bahwa itu dari Allah maka diapun rela dan menerima dengan lapang dada” (Tafsir Ibnu Jarir 28/123,Ibnu Katsir:8/163)
Ali bin Abi Thalib berkata sebagaimana dalam kita ar-Ridha oleh Ibnu Abiddunya 29):
“Barangsiapa yang rela dan menerima takdir Allah maka takdir itu akan berlalu dan dia diberi pahala, namun barangsiapa yang tidak menerima dan tidak rela dengan takdir Allah maka musibah itu tetap terjadi dan dia tidak mendapat pahala”.
Salah seorang ulama salaf berkata ketika mengunjungi seorang yang terkena musibah:
إِذَا صَبَرْتَ فَهِيَ مُصِيْبَةٌ وَاحِدَةٌ
وَإِنْ لَمْ تَصْبِرْ فَهُمَا مُصِيْبَتَانِ
“Jika engkau sabar maka yang terjadi adalah satu musibah,namun jika engkau tidak bersabar dan menentang takdir Allah maka engkau mendapat dua musibah”.
2. Mengingat kematian dan cepatnya manusia akan berpindah dari negeri dunia ini.
Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-bersabda:
أَكْثِرُوْا مِنْ ذِكْرِ هَاذِمِ الَّلذَّاتِ
فَمَا ذَكَرَهُ عَبْدٌ قَطُّ وَهُوَ فِيْ ضِيْقٍ إِلَّا وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ
وَمَا ذَكَرَهُ عَبْدٌ وَهُوَ فِيْ سَعَةٍ إِلَّا ضَيَّقَهَا اللهُ عَلَيْهِ
“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus segala kenikmatan (kematian) karena tidaklah kematian itu diingat oleh seorang hamba sedangkan dia berada dalam kesempitan melainkan akan diperluaskan untuknya,dan tidaklah seorang hamba berada dalam keluasan lalu dia mengingatnya melaiankan akan disempitkan kepadanya”(Shahihul Jami’:1211).
Maksudnya bahwa seorang hamba apabila mengingat kematian sedangkan dia dalam kesempitan dan kesusahan, kesusahan itu akan menjadi ringan baginya, karena dia mengetahui bahwa dunia ini adalah sementara, dan apabila dia mengingat kematian itu sedangkan dia dalam keluasan dan kelapangan maka dunia ini akan menjadi sempit baginya, dan ini jauh lebih baik baginya daripada terlena dengan kelezatan dunia dan melupakan akhirat dan kematian.
Umar bin Abdul Aziz berkata:
إذا كنت من الدنيا فيما يسوءك
فاذكرالموت فإنه يسهل عليك
“Apabila engkau mendapatkan petaka dan kesulitan dalam kehidupan dunia ini maka ingatlah kematian,maka kesulitan tadi akan menjadi ringan bagimu”(Adabud Dunya wad Diin:460).
3. Di antara hal yang bisa meringankan sebuah musibah bagi seorang hamba adalah mengingat nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepadanya,apabila Allah mengambil sebuah nikmat maka itu kecil jika dibanding dengan nikmat yang masih tersisa.
Ibnu Jarir menyebutkan dari Hasan al-Bashri yang menafsirkan firman Allah:
يَذْكُرُ الْمَصَائِبَ وَيَنْسَى النِّعَمَ
“Sesungguhnya manusia itu ingkar tidak bereterima kasih kepada Rabbnya”
Hasan al-Bashri mengatakan:”Yaitu dia hanya mengingat musibah dan melupakan nikmat-nikmat”.
Imam az-Zahaby dal Siar A’lamin Nubala’ menyebutkan kesabaran Urwah bin Zubair menghadapi musibah, dalam sebuah perjalanan Urwah ditimpa penyakit Akilah di kakinya, yaitu semacam penyakit yang memakan anggota badan yang ditimpa dengannya,maka para tabib memutuskan agar kaki Urwah dipotong mulai dari tengah betis, lalu tidak berselang lama anaknya yang bernama Muhammad diinjak oleh keledai kendaraannya lalu meninggal, kemudian diapun berkata dengan penuh kesabaran:
“Ya Allah aku mempunyai tujuh anak lalu sekarang engkau mengambil satu di antara mereka dan menyisakan enam, aku mempunyai empat anggota tubuh 2 buah kaki dan 2 buah tangan sekarang engkau mengambilnya satu dan menyisakan 3 buah, sungguh engkau mengambil beberapa saja dan menyisakan banyak”.
0 komentar:
Posting Komentar