Jumat, 17 Januari 2014

Menata Ucapan

Menjaga Perasaan, Menata Ucapan
Suatu hari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam didatangi oleh seorang wanita kafir. Ketika itu baginda bersama beberapa orang sahabat. Wanita itu membawa beberapa biji buah limau sebagai hadiah untuk baginda.. Cantik sungguh buahnya. Siapa yang melihat pasti terliur. Baginda menerimanya dengan senyuman gembira. Hadiah itu dimakan oleh Rasulullah, seulas demi seulas dengan tersenyum.

Biasanya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam makan bersama para sahabat. Namun, kali ini tidak. Tidak seulas pun limau itu diberikan kepada mereka.. Rasulullah terus makan. Setiap kali dengan senyuman, hinggalah habis semua limau itu. Kemudian wanita itu meminta diri untuk pulang, diiringi ucapan terima kasih dari baginda.


Sahabat-sahabat agak heran dengan sikap Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam itu. Lalu mereka bertanya. Dengan tersenyum Rasulullah menjelaskan “Tahukah kamu, sebenarnya buah limau itu terlalu masam semasa saya merasainya kali pertama. Kiranya kalian turut makan bersama, saya bimbang ada di antara kalian yang akan mengenyetkan mata atau memarahi wanita tersebut. Saya bimbang hatinya akan tersinggung. Sebab itu saya habiskan semuanya.”


Siapa di dunia ini yang akhlaknya semulia Rasulullah? Pastinya tidak ada. Beliau merupakan sosok yang dipenuhi dengan keteladanan mengagumkan. Senantiasa menjaga perasaan orang lain dari keterlukaan. Meskipun harus mengorbankan perasaannya sendiri. Bukan perkara mudah tetap bisa tersenyum di kala menghadapi kondisi yang tiada menyenangkan. Bukan hal yang sepele saat kita masih bisa menampakkan wajah ceria terhadap hal yang tidak kita sukai.


Menjaga perasaan orang lain adalah seni tersendiri yang harus dipuyai dalam menikmati kehidupan ini. Tidak bisa dipungkiri dalam proses interaksi kita dengan orang lain termungkinkan terdapat hal-hal yang tiada kita sukai. Jangan sampai kita terpedaya oleh godaan nafsu yang cenderung menginginkan kita mengambil sikap balas menyakiti. Kita dianjurkan bersabar dan menampilkan akhlak mulia. Seperti kisah Rasulullah dan limau yang sangat asam tersebut tetap dapat dimakan sembari menampilkan senyuman indahnya.


Kita akan menemukan mutiara terpendam dengan sikap kita yang bersabar dalam menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan. Kewajiban kita sebagai umat Rasulullah adalah menampilkan akhlak-akhlak mulia dalam kehidupan yang singkat ini. Semoga dengan sikap mulia yang menjadi keseharian kita menjadi penyebab hadirnya embun-embun hidayah dihati banyak orang.


Teruntuk sahabat-sahabat seperjuangan yang sering terluka hatinya tersebab kata-kata yang menikam atau gurauan yang memedihkan hati dari siapapun. Mari saling memaafkan, semoga ke depan dalam interaksi dan komunikasi kita lebih banyak kata-kata mulia yang terucapkan. 


Walau kita semua tahu, seperti halnya memaku di kekayuan, meski telah tercabut paku itu tetaplah meninggalkan bekas yang teramat sulit hilang. Begitulah ucapan yang menyayat hati yang pernah terucap, meski telah meminta maaf berulangkali, tetap saja bekas luka tersebab ucapan itu masih membekas. 

Tapi tetaplah berikan kemaafan, karena memaafkan dan keberanian meminta maaf itu adalah sisi lain dari keindahan menakjubkan dari akhlak seorang muslim.

Mari membenarkan kata-kata dan menjaga terlukanya hati yang sulit menyembuhkannya.

 
Penulis : Sardini Ramadhan
Pendiri KPK (Komunitas Pena Khatulistiwa), Publik Manager SBS (Sang Bintang School) 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution