Kalkulasi Amal dan Dosa
Hidup adalah sebuah kompetisi antara memilih menjadi manusia pengabdi
atau pembangkang. Setiap hari menghadirkan tawaran mengerjakan kebaikan
atau keburukan. Memang kita berbeda dengan malaikat yang selalu taat.
Kita juga berbeda dengan iblis yang selalu membangkang. Kita bebas
memilih menjadi taat atau sebaliknya.
Setiap apa yang kita pilih selalu
menghadirkan catatan-catatan. Ketika memilih melakukan dosa dan
kemaksiatan, maka ada malaikat Atid yang istiqomah menuliskan catatan
dosa tersebut .
Ketika memilih mengerjakan kebaikan maka ada malaikat
Raqib yang tidak pernah tidur mencatatnya. Semua yang kita pilih
menghadirkan konsekuensi amal dan dosa, sekecil apapun.
“Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat
(balasan)nya dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.”
Seandainya sudah 20 tahun umur kehidupan kita didunia ini. Maka kita telah menghabiskan jatah hidup sebanyak 7.300 hari lamanya. Kemudian kita kurangi saat kita belum baligh (belum diperhitungkan dicatatan dosa atau amal), misalnya dari 0 tahun-10 tahun.Berarti ada 10 X 365 hari= 3650 hari dimana ada catatan dosa dan amal dari yang kita lakukan. Kalau kita melakukan dosa hanya satu setiap harinya,maka kita telah memiliki catatan dosa sebanyak 3650 kali . Padahal setiap hari kehidupan kita tidak pernah terlepas dari godaan dan rayuan maut syaitan durjana.
Seandainya sudah 20 tahun umur kehidupan kita didunia ini. Maka kita telah menghabiskan jatah hidup sebanyak 7.300 hari lamanya. Kemudian kita kurangi saat kita belum baligh (belum diperhitungkan dicatatan dosa atau amal), misalnya dari 0 tahun-10 tahun.Berarti ada 10 X 365 hari= 3650 hari dimana ada catatan dosa dan amal dari yang kita lakukan. Kalau kita melakukan dosa hanya satu setiap harinya,maka kita telah memiliki catatan dosa sebanyak 3650 kali . Padahal setiap hari kehidupan kita tidak pernah terlepas dari godaan dan rayuan maut syaitan durjana.
Dia
goda kita dengan memandang yang haram, mengingkari janji, menggibahi
saudara, mengucapkan kata-kata yang menyakiti, membantah perintah orang
tua, riya dengan amal yang dilakukan dan tawaran lain yang menjauhkan
kita dari Allah. Lalu seandainya kita setiap harinya melakukan 5
perbuatan dosa, maka kita telah memilkiki catatan raport dosa sebanyak
31.750 kali. Sekarang mari kita bandingkan dengan amal kebaikan kita.
Misalnya sholat wajib yang kita lakukan sebanyak 5 kali dalam satu hari.
Artinya amal kebaikan kita dari sholat wajib itu menjadi 10 tahun x 365
hari x 5 = 31.750 kali.
Pertanyaannya dari sholat yang kita lakukan
tersebut apakah kita bisa menjamin semuanya diterima Allah? Coba ingat
bagimana kualitas sholat yang kita lakukan? Apakah dalam sholat yang
kita lakukan kita telah benar-benar mengingat Allah. Betapa banyak kita
tidak khusuk dalam sholat. Betapa banyak saat sholat kita memikirkan
yang lain. Memikirkan pekerjaan yang belum selesai, memikirkan bagaimana
cara menyelesaikan tugas yang sulit, memikirkan dimana dan bagaimana
menemukan barang yang hilang.
Betapa banyak sholat kita dilandasi
keinginan dipuji dan disanjung manusia. Kalau sudah seperti ini apakah
sholat kita bakalan diterima? Ketahuilah Allah hanya menerima ibadah
hambaNya yang Ikhlas. Kalau sholat yang merupakan tiang agama dan amal
pertama yang dihisab di akhirat nanti saja kualitasnya diragukan,
rasa-rasanya kita tidak perlu capek-capek mengkalkulasikan kebaikan
yang lain. Sementara dosa yang kita lakukan setiap harinya pasti selalu
diperhitungkan. Bagaimana kalau kita bertobat setelah melakukan dosa?
Bukankah taubat kita mengurangi atau menghapus catatan dosa kita?
Memang benar taubat menghapus catatan dosa kita. Tapi coba kita tanya kepada diri kita sendiri. ”Apakah kita benar-benar tulus bertobat kepada Allah atas dosa yang kita lakukan? Betapa banyak kita yang bertobat,yang kumat melakukan dosa itu lagi. Betapa banyak taubat kita hanya sebatas di bibir saja, tidak diikuti dengan tobat di hati dan perilaku kita. Kalau sudah tobat seperti ini, apakah catatan dosa itu terhapus? Sekali lagi dapatkah kita menjamin taubat kita diterima?
Belum lagi ditambah perilaku kita yang sering menganggap remeh dosa kecil.
Memang benar taubat menghapus catatan dosa kita. Tapi coba kita tanya kepada diri kita sendiri. ”Apakah kita benar-benar tulus bertobat kepada Allah atas dosa yang kita lakukan? Betapa banyak kita yang bertobat,yang kumat melakukan dosa itu lagi. Betapa banyak taubat kita hanya sebatas di bibir saja, tidak diikuti dengan tobat di hati dan perilaku kita. Kalau sudah tobat seperti ini, apakah catatan dosa itu terhapus? Sekali lagi dapatkah kita menjamin taubat kita diterima?
Belum lagi ditambah perilaku kita yang sering menganggap remeh dosa kecil.
“Suatu hari Rasulullah melakukan perjalanan bersama sahabat-sahabatnya di sebuah daerah yang dipenuhi dengan hamparan pasir, tak ada satupun pepohonan yang tumbuh di tempat mereka berhenti. Sesaat setelah mereka istirahat melepas lelah, Rasulullah memerintahkan sahabat untuk mengumpulkan ranting. Mendengar perintah tersebut, sahabat bertanya,”Wahai Rasulullah, tidak ada ranting di gurun ni? Rasulullah menjawab, cari dan kumpulkan! Kemudian setelah 3 kali ditanya dan mendapatkan jawaban yang sama para sahabat akhirnya melakukan perintah tersebut. Ternyata hasilnya sungguh di luar dugaan, terkumpul begitu banyak ranting dari daerah gurun pasir yang tak ada satupun pohon tumbuh di sana. Setelah ranting tersebut terkumpul,Rasulullah mengumpulkan sahabat untuk mengelilingi ranting tersebut dan memberikan pesan agungnya,”Wahai sahabatku, begitulah dengan dosa kecil yang kita lakukan, tidak tampak secara kasat mata, tapi ketika dikumpulkan akan menjadi banyak”.
Jangan pernah remehkan aktivitas dosa yang dilakukan sekecil apapun. Lama-kelamaan dosa itu akan menjadi banyak. Menghasilkan bintik-bintik hitam di qalbu kita. Semakin banyak bintik tersebut bercokol di qalbu, semakin hitamlah hati kita. Semakin sulitlah kita menerima cahaya kebenaran. Semakin malaslah kita melakukan amal kebaikan. Kalau sudah seperti ini, layakkah kita menikmati surgaNya?
Coba kita perhatikan dialog berikut!
Seorang ibu bertanya kepada anaknya yang berusia 6 tahun,
Ibu : “Kamu nanti kalau sudah besar mau jadi apa nak?”
Dengan semangatnya sang anak menjawab,
Anak : “Aku mau jadi polwan bu.”
Dengan tegas ibunya menjawab,
Ibu : “Tidak boleh!”
Si anak merasa heran lalu mengganti jawabannya,
Anak : “Kalau tidak boleh, aku mau jadi peragawati saja bu.”
Kini si ibu semakin marah,
Ibu : “Apa-apaan kamu, masa mau jadi peragawati. Tidak boleh!”
Si anak mulai merasa takut, lalu menjawab dengan gemetar,
Anak : “Kenapa semua tidak boleh bu, apa aku cuma boleh jadi ibu rumah tangga saja?”
Si ibu sekarang tidak marah lagi, namun ia menangis dan memeluk anaknya dan berkata,
Ibu : …………………………..?
Kira-kira apa yang akan dikatakan ibu kepada anaknya dalam space kosong DIALOG di atas? Kenapa ibu itu menangis dan tidak membolehkan semua cita-cita yang diinginkan anaknya. Padahal kalau kita perhatikan cita-cita tersebut tampak tidak ada yang aneh dan biasa-biasa saja. Umum dicita-citakan kebanyakan orang. Ternyata jawabannya sederhana”karena kau lelaki anakku”.
Sahabat, dialog di atas mengajarkan kita untuk hidup sesuai dengan apa yang diinginkan pencipta kita. Sesuai garis kebiasaan dan kodrat kita, ”dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat:56). Kalau kehadiran kita di dunia ini untuk beribadah maka kenapa kita malah ingin menjadi ahli maksiat? Ingat setiap yang kita pilih pasti akan melahirkan konsekuensi dan tanggungjawab.
Mari kita cerdas mengkalkulasikasikan jumlah dosa dan
kebaikan yang kita lakukan setiap harinya. Let’s kita minimalkan dosa,
sebaliknya kita tingkatkan kuantitas dan kualitas pengabdian kita kepada
Allah SWT. Selagi masih ada kesempatan!
Penulis : Sardini Ramadhan
Pendiri KPK (Komunitas Pena Khatulistiwa), Publik Manager SBS (Sang Bintang School)
Pendiri KPK (Komunitas Pena Khatulistiwa), Publik Manager SBS (Sang Bintang School)
0 komentar:
Posting Komentar