Selasa, 21 Januari 2014

Teror Itu Bernama Quarter Life Crisis

Teror Itu Bernama Quarter Life Crisis
Fase krisis yang (mungkin) akan dilewati setiap orang
Have you ever felt that you were weak? That you couldn't stand up for yourself?
The quarter life crisis is just those times when you're not so into the things you were when you were younger.

Darurat bencana banjir di Jakarta akhir pekan lalu membuat saya memutuskan untuk menghabiskan akhir pekan di rumah. Memanfaatkan waktu luang yang ada, saya pun iseng mengintip rak buku yang ada di samping ruang kerja di rumah. Sudah lama rak itu tidak tersentuh, meskipun bagian atasnya selalu dibersihkan dari debu, namun buku-buku yang ada di bawahnya seperti diam membisu, menyimpan cerita. Jemari tanganpun gatal ingin melihat lagi jejeran buku yang ada di situ, dan tiba-tiba hati kecil saya tersenyum saat menemukan skripsi, laporan kerja magang, dan beberapa lembar catatan tesis pasca sarjana yang hingga detik ini belum terselesaikan.

Kertas-kertas itu juga saksi perjalanan hidup saya. Pikiran pun melesat mundur ke beberapa tahun silam, ketika saya merasakan titik kehancuran dalam hidup. Bagi yang telah menapak usia lebih dari seperempat abad, mungkin fase kehancuran diri itu juga pernah Anda rasakan. Sebagian orang dan psikolog mengenal krisis itu dengan sebutan quarter life crisis. Dalam konsep sederhana, sebut saja itu fase krisis di saat seseorang mencari jati diri yang sesungguhnya. Saya ingat betul, di kala krisis itu menerpa, pikiran saya gamang, gelisah, dan tak tentu arah.

Rupanya hal itu bukan saya saja yang mengalaminya. Dalam suatu perbincangan di rumah sahabat beberapa tahun silam, seorang teman saya bahkan sempat mengungkapkan bunuh diri adalah pilihan paling tepat saat itu. Untungnya ia melontarkan ucapan konyol itu sambil tertawa, dan kini saya mengenalnya sebagai salah satu penerus usaha keluarganya di bidang pertambangan.

"Gue enggak tau mau ngapain sekarang. Gue bingung, bokap gue udah sakit-sakitan, sementara kakak gue yang paling tua udah enggak mungkin diharapin. Dia jauh lebih ancur dari gue dan nyokap gue maksa gue untuk nerusin apa yang bokap gue udah jalanin nantinya. Enggak ada yang bisa ngerti posisi gue sekarang. Mungkin loe liat keluarga gue punya semuanya, tapi hidup gue kosong. Gue enggak tau harus ambil keputusan apa. Bahkan kalau gue mati sekarang juga kayaknya enggak bakal ada yang nangisin gue. This is the lowest point in my life dan enggak ada yang bisa nolongin gue."
Rekaman perbincangan tadi begitu melekat dalam memori saya sampai saat ini. Bahkan sampai sekarang, jika bertemu teman saya itu, saya masih suka menertawakan obrolan masa lalu tadi. Meskipun ayahnya memang telah wafat dua tahun lalu, tapi kini saya melihat sosok pria yang begitu bijak dan matang pada dirinya. Wajah murung anak orang kaya yang merasa tidak mempunyai apa-apa dan tidak sadar akan segala keberuntungannya seolah sirna dari raut mukanya. Ia pun menyadari, quarter life crisis adalah kunci bagi dirinya untuk menemukan bekal hidup di masa depan.

Yang Anda butuhkan adalah peringatan dan persiapan
Quarter life crisis tidak akan datang layaknya ujian semester yang sudah terjadwal jelas di pengumuman. Datangnya begitu lembut dan Anda pun tidak akan menyadari jika krisis itu mulai menampar diri. Tanpa perlu harus bersikap paranoid, gejala yang akan dirasakan ketika quarter life crisis tiba adalah perasaan murung dan mendadak Anda seperti hilang arah. Jangan panik, bila Anda merasa hidup betul-betul hancur, nikmati kehancuran itu. Keluarkan semua kegelisahan, jangan dipendam. Justru dengan memendam perasaan, otak akan semakin kalut dan sulit berpikir.

Kehancuran adalah pembejaran
Saya percaya bila setiap manusia dianugerahi satu karunia yang disebut nurani. Dalam melewati fase quarter life crisis, tak jarang keputusan mengakhiri hidup atau menyakiti diri sendiri akan membuat orang lain memberi perhatian pada diri Anda. Sayangnya, tidak sama sekali. Di sinilah orang di sekitar (terutama orang tua) ingin melihat sejauh mana ketahanan diri yang Anda miliki untuk melalui itu semua. Jangan kecewakan mereka dengan membuat drama konyol seperti memotong urat nadi, menenggak racun serangga, atau overdosis akibat narkoba. Itu artinya Anda kalah, dan maaf, Anda tidak lulus pada ujian quarter life crisis

Ajak diri sendiri mencari solusi
Sekali lagi, Anda tidak akan menemukan solusi menghadapi quarter life crisis di Google. Pengertian apa itu quarter life crisis memang ada, tapi apa yang dialami setiap orang tentu berbeda. Tidak usah khawatir, biarkan naluri Anda yang bekerja untuk membantu menemukan solusinya. Saat saya diterpa badai quarter life crisis, naluri saya seperti menuntun diri mencari hal lain yang selama ini saya lupakan. Entah dorongan dari mana, saya kemudian mengunjungi yayasan-yayasan sosial, panti asuhan, atau diajak teman pelesiran ke daerah terpencil yang menyimpan pemandangan alam menakjubkan. Sampailah kemudian saya menemukan satu titik terang, keberuntungan setiap orang itu berbeda. Masalah saya dalam krisis itu cuma satu, saya lupa apa artinya bersyukur.

Saling berbagi bisa mengobati
Daripada sibuk membagi penderitaan Anda pada orang lain, mengapa tidak mencoba untuk berbagi kebahagiaan pada yang lain? Cobalah. Saya yakin bagian ini mungkin terdengar omong kosong bagi Anda. Tapi dari yang saya alami, rupanya teman-teman muak dengan kegalauan saya yang terbilang kelamaan. Anda tidak perlu menjadi malaikat dadakan yang menyumbang ke sana-sini. Saat mengunjungi panti asuhan, saya tidak berlagak jutawan dengan membawa uang berlimpah. Saya hanya memberikan apa yang saya punya seadanya, sekumpulan buku dan pakaian layak pakai. Ucapan "Terima kasih ya kak..." sangat cukup untuk membayar kepedihan yang saya rasakan (meskipun saya tidak kekurangan suatu apapun).

Tetap optimis
Semua yang ada di alam semesta ini berjalan dalam satu ketetapan yang sudah digariskan. Ibu Kartini pun membuat buku Habis Gelap Terbitlah Terang bukan tanpa alasan. Masih belum yakin? Lihatlah inspirasi yang Anda saksikan setiap hari, setelah malam datanglah pagi. Hal yang sama juga akan terjadi dalam hidup Anda, quarter life crisis hanyalah sepenggalan gelap yang akan berujung pada masa depan yang lebih cerah. Saya menuliskan ini bukan untuk bersikap sok tahu layaknya motivator di televisi, tapi ini pengalaman pribadi yang terus saya genggam hingga akhir hayat nanti. Soal masalah apalagi yang akan saya temui nanti, setidaknya saya sudah punya pegangan jati diri yang pasti berguna untuk melalui masa kelam di kemudian hari.
 
Be tough, bro!
By

http://www.talkmen.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution