Musuh Di Duniamu adalah Diri-Mu Sendiri
Dalam berkehidupan, beberapa orang coba mencari tahu kenapa dan
bagaimana semua hal yang tidak di inginkannya selalu saja terjadi.
Katakanlah tidak sesuai dengan apa-apa yang di harapkannya. Tak jarang
banyak yang menyalahkan keadaan, menyalahkan pihak lain, menyalahkan
waktu, bahkan hingga menyalahkan Tuhan.
Sementara ia sendiri mengetahui bahwa pelaku kehidupannya dan
pengambil keputusan tentang langkahnya adalah dirinya sendiri. Langsung
saja kita bahas fakta di lapangan.
Ketika seseorang telah meniatkan ia mencari nafkah karna memang
sebuah kewajiban agar ia berusaha di dunia ini, namun di perjalanan ia
malah menukar niatnya untuk memperkaya diri. Walhasil ketika kekayaan
tidak juga terkumpul, ia menjadi mudah stress, marah dan bosan dengan
pekerjaannya. Di sini terlihat bahwa yang mengacaukan kenyamanan hatinya
adalah dirinya sendiri, tanpa kontaminasi pihak luar.
Ada kalanya pula, seseorang telah berencana untuk istiqomah dalam
menabung, namun di kemudian hari ia mengikuti hawa nasfunya untuk
membeli barang-barang agar sekedar mengikuti trend, yang kadang barang
tersebut tidak begitu penting dalam kebutuhan hidupnya. Hingga
tabungannya terkuras dan ia mulai kewalahan menutupi setiap lubang
kebutuhan yang wajib. Di sini tampak bahwa yang mengacaukan rencananya
adalah dirinya sendiri.
Di sisi lain, seseorang telah berniat untuk menjalani hidup yang
baik, menjadi orang baik, dan memelihara hati yang baik, namun hanya
karna gangguan kecil dari dinamika hari-harinya, akhirnya ia berubah
menjerumuskan diri melakukan hal-hal negative yang merusak niatnya.
Kemudian menerima akibat dari perbuatan negative yang di pilihnya, dan
terjauhlah ia dari cita-cita yang telah di rencanakannya. Di sini tampak
bahwa yang menghancurkan dirinya adalah sikapnya sendiri.
Banyak orang tidak sadar, ketika ia telah memutuskan sebuah rencana
atau niat yang baik, tentu ia akan menemui berbagai macam keadaan yang
menguji komitmennya dalam menjalani yang baik-baik tersebut.
Padahal dalam ajaran agama juga telah di jelaskan, sesuatu yang baik
dan benar pasti akan selalu menemui cobaan dan rintangan untuk
memperkokoh dan menambah ilmu si peniat agar lebih kuat untuk menemui
kejadian demi kejadian yang akan datang.
Begitu pula dalam hubungan sosial, hubungan kemasyarakatan, banyak
orang menjerumuskan dirinya dengan cara mengikuti hal-hal yang di luar
tujuan yang bermanfaat. Sebut saja beberapa contoh: bicara kemana-mana
tapi bicara yang tidak mendatangkan manfaat, berjalan dan berkunjung
kesana-kemari tapi tidak ada manfaat, berlama-lama duduk di posko-posko,
duduk di kafe-kafe tapi tidak ada yang di kerjakan bermanfaat.
Acara-acara, rapat-rapat, lomba-lomba, tapi tidak mendatangkan hasil
yang bermanfaat. Meski sekedar bermanfaat untuk dirinya sendiri.
Keinginan-keinginan dirinya yang beragam terus di ikutinya tanpa tahu
tujuan dari keinginannya tersebut. Waktu yang tersia-sia habis namun
keinginannya tidak juga habis. Akibat dari melaksanakan hal-hal di luar
tujuan yang baik akhirnya ia merasa lelah dengan hidupnya, merasa jemu
dengan kondisinya, dan berkepanjangan mengeluhkan keadaannya.
Jika saat seperti itu melanda, segeralah tarik kembali diri. Ingat
lagi apa yang menjadi tujuan dan yang di cita-citakan. Hendaknya
kegiatan yang di lakukan tidak jauh dari tujuan yang baik dan bermanfaat
dan tidak melenceng dari niat baik yang telah direncanakan.
Tidak melayani jika keinginan lain dari tujuan datang mengganggu,
karena tabiat keinginan jika sekali di layani maka ia akan minta terus
di layani. Dan pada akhirnya akan sulit di hentikan dengan cepat.
Jika seseorang dapat terus menjaga komitmennya tetap berada dalam
tujuan yang telah ia niatkan, maka ia tidak akan terjerumus oleh
keinginan-keinginan yang di luar niatnya. Karena pihak luar tidak dapat
menghancurkan dirinya selain dari pada ia izinkan pihak tersebut
mempengaruhinya. Maka di sinilah dikatakan yang menghancurkan pondasi
dirimu, adalah sikapmu sendiri.
Mestinya dalam segala keadaan dan dalam setiap masalah, seseorang
telah teguh niatnya agar tidak mudah terkontaminasi oleh perasaannya
dan tidak mudah terhasut oleh gaya lingkungan. Dengan demikian ia lah
yang menguasai dunianya sendiri.
Pengelola Rumah Tahfidz dan Aktivis
0 komentar:
Posting Komentar