Pentingnya Menjaga Lisan dan Hati
Sebagai tempat iman, hati memang harus dijaga secara ekstra. Sebab, jika ia busuk dan kotor, jelas iman semakin menghindarinya
MULUT merupakan anggota tubuh yang terletak di bagian
wajah. Posisinya yang strategis membuatnya cukup jadi perhatian. Tak
jarang kita temui orang yang gemar “ menghias “ mulutnya dengan berbagai
macam cara, baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Semua itu
dilakukan bertujuan agar dia lebih percaya diri untuk tampil di hadapan
publik.
Tetapi,
yang lebih penting dari itu adalah keberadaan mulut sebagai penentu
baik dan buruk seseorang, sekaligus konsekuensinya, yaitu bahagia atau
sengsara. Banyak pepatah Arab soal pernyataan ini, seperti : celakanya
seseorang itu bukan karena terpelesetnya kaki, melainkan karena
terpelesetnya mulut, selamatnya seseorang itu karena penjagaan terhadap
lisannya, dan lain-lain. Ini karena mulut merupakan media yang sangat
efektif bagi seseorang untuk mengungkapkan kata hatinya.
Melihat
pada peran penting mulut itu, hingga ada yang menyatakan segala
perkataan yang keluar darinya merupakan representasi dari kepribadian
seseorang. Hal ini memang cukup pelik. mengingat belum dapat dipastikan,
misalnya orang tutur katanya terdengar baik dan lembut belum pasti ia
memiliki karakter seperti itu, karena bisa jadi hal itu dilakukan karena
ada maksud-maksud terselubung.
Untuk itu, mulut sangat erat dengan hati. Dan di sini, orang tidak bisa main-main lagi karena siapapun tidak akan bisa membohongi diri sendiri. Hati yang tulus akan melahirkan perkataan yang menentramkan bagi orang yang mendengarnya.
Ada
satu kisah tentang seorang yang mampu menjaga mulutnya untuk tetap
berada pada jalur kebaikan dan kebenaran, yang kemudian namanya
diabadikan Allah dalam Al-qur’an sebagai salah satu teladan bagi umat
manusia, yaitu LUKMAN HAKIM. Dia seorang budak hitam ( wahsyi ), yang
memiliki bibir tebal dan dua kaki melekuk. Dapat dibayangkan, secara
fisik jelas bukan tergolong orang yang tampan. Tetapi, dari bibirnya
yang tampak kurang sedap dipandang mata itu, justru tercermin
kelebihannya dibandingkan orang lain, yaitu dia selalu tidak
mengeluarkan suatupun dari mulutnya selain hal-hal yang mulia, penuh
makna dan hikmah, serta berguna.
Suatu
hari, diperintahkan tuannya menyembelih beberapa ekor kambing karena
ada suatu tujuan tertentu. Setelah kambing-kambing itu disembelih, ia
disuruh mengambilkan dua bagian yang terbaik dari daging kambing
tersebut. Beberapa saat kemudian, dia menghadap tuannya dengan membawa
potongan HATI dan LIDAH.
Setelah
tuannya memastikan kedua potong daging itu telah berada di tangannya,
dia kembali menyuruh Lukman mengambilkan dua potong daging lagi, tetapi
kali ini dari bagian yang terburuk. Tak lama kemudian, dia kembali
menghadap tuannya dengan membawa potongan HATI dan LIDAH.
Sudah
tentu ulah Lukman ini terasa ganjil di mata tuannya, yaitu daging yang
terbaik dan yang terburuk sama bentuknya. Ia lantas minta Lukman
menjelaskan keganjilan perbuatannya itu.
Lukman
kemudian menguraikan, “ Bila kedua bagian ini sudah baik, tidak ada
lagi yang lebih baik dari keduanya. Sebaliknya, bila kedua bagian ini
buruk, tidak ada lagi yang lebih buruk dibandingkan dengan keduanya.”
Kisah
ini telah memberikan satu gambaran yang sangat jelas bahwa kedua bagian
fisik manusia yang memiliki peran penting dalam mencitrakan baik atau
buruk adalah HATI dan MULUT. Keduanya memang tidak dapat dipisahkan,
karena masing-masing bergantung pada yang lain. Untuk itu, keduanya
harus dijaga secara bersamaan, Sebab, jika yang satu menyimpang, maka
yang lain akan mengikutinya.
Nabi
sering mengingatkan untuk serius dalam menjaga MULUT. Pada satu
kesempatan, ia menyatakan berkaitan dengan sikap yang semestinya
dilakukan seorang mukmin. Menurut beliau, seorang yang telah menyatakan
diri beriman kepada Allah dan hari kiamat hendaknya hanya berbicara yang
baik-baik, dan kalau ia tidak sanggup untuk itu, sebaiknya diam saja.
Pada
kesempatan yang lain, Nabi juga menegaskan akibat bagi orang yang tidak
mampu menjaga mulutnya adalah menjadi penghuni Neraka. Penegasan Nabi
ini membuktikan adanya kaitan yang erat antara perkataan dan keimanan.
Perkataan yang baik jelas mencerminkan iman yang tebal. Sebaliknya,
dengan iman yang kuat, seseorang tak akan membiarkan mulutnya untuk
berkata-kata kotor.
Karena
iman akan menyelamatkan seseorang, maka mulut juga akan
menyelamatkannya. Begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, menjaga mulut
berarti juga menjaga keimanan. Dan karena iman itu merupakan suatu
keyakinan dalam hati, maka hati juga harus diperhatikan.
Nabi
mengingatkan bahwa dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging yang
bila ia baik, maka seluruh kediriannya akan baik, dan bila ia rusak,
maka seluruh kediriannya akan rusak, yaitu hati.
Sebagai
tempat iman, hati memang harus dijaga secara ekstra. Sebab, jika ia
busuk dan kotor, jelas iman semakin menghindarinya. Ketika iman sudah
semakin jauh, mulut akan semakin tak terkendali. Pada saat itulah,
kehancuran orang mulai menghampirinya.
Semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar