Malaikat pun Malu Padanya
Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah
Saw, ‘Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi
perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak
memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus
duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?’ Rasullullah menjawab, “Apakah
aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”
Ya, dialah Utsman bin Affan. Sejarah umat Islam telah mencatat bahwa
ketika masa kekhalifahan beliau selama kurang lebih 12 tahun, banyak
kemajuan dan perkembangan yang dialami oleh umat ini.
Apa pelajaran-pelajaran yang bisa kita peroleh dari sosok Kholifah
ke-3 Umat Islam ini? Banyak sekali, diantaranya sebagai berikut.
1. Dermawan yang Luar Biasa
Siapa bilang seorang Muslim yang zuhud tidak boleh kaya? Zuhud bukan
berarti tidak boleh kaya. Justru Islam menganjurkan pemeluknya untuk
kaya. Tetapi ingat, jangan sampai karena mengejar kekayaan dunia hingga
melupakan kita beribadah dan mengingat ALLAH SWT. Jangan sampai kita
ditakhlukkan oleh harta dunia sehingga meninggalkan barisan jamaah
dakwah yang mulia ini. Seorang muslim yang zuhud justru sebaliknya. Dia
menganggap bahwa harta dunia adalah amanah dunia untuk memperjuangkan
ketinggian kalimah ALLAH SWT. Maka dari itu, dia bukan diperbudak harta
dunia, tetapi malah memperbudak harta dunia. Dia mempergunakan kekayaan
yang dia miliki sebagai alat beribadah agar semakin mendekatkan diri
kepada ALLAH SWT.
Ini buktinya. Utsman bin Affan adalah salah satu saudagar terkaya di
Mekah. Tetapi dengan kekayaannya itu, beliau perjuangkan keagungan
rislalah ini. Di antara buktinya adalah sebagai berikut.
Utsman bin Affan membeli sumur yang jernih airnya dari seorang Yahudi yaitu sumur Ruumah- seharga 200.000 dirham yang kira-kira sama dengan
dua setengah kg emas pada waktu itu. Sumur itu beliau wakafkan untuk
kepentingan rakyat umum. Lalu beliau memperluas Masjid Madinah dan
membeli tanah disekitarnya. Beliau juga mendermakan 1000 ekor unta dan
70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk,
nilainya sama dengan sepertiga biaya ekspedisi tersebut. Pada masa
pemerintahan Abu Bakar,Utsman juga pernah memberikan gandum yang
diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di
musim kering.
Bagaiamana teman-teman? Sungguh luar biasa kan kedermawanan beliau?
Nah, agar menjadi Muslim yang semakin sempurna, yuk jadi Muslim yang kaya raya, lalu kita teladani perilaku beliau ini.
2. Rasa Pemalu
Jadi umat Islam harus berani. Berani mengorbankan apa pun yang kita
miliki untuk memperjuangkan risalah suci ini. Tetapi, Islam juga
mengajarkan kita agar memiliki sifat malu. Seperti sabda Rasulullah SAW:
“Malu itu sebagian dari iman.”
Nah, Utsman ini adalah sosok yang sangat pemalu hingga Malaikat penduduk langit pun sangat malu terhadapnya.
Sekarang coba kita introspeksi. Jika kita berbohong sedikit saja,
apakah kita tidak malu kepada ALLAH SWT yang memberi nikmat berupa bibir
dan mulut ini? Jika kita menyaksikan kemaksiatan, apakah kita tidak
malu kepada ALLAH SWT yang telah memberi nikmat berupa kedua mata ini?
Apakah kita telah mensyukuri nikmat tubuh kita ini dengan sebaik
mungkin? Sudahkah kita gunakan anggota badan yang utuh ini untuk
memperbanyak amal, atau sebaliknya, justru menambah banyak kemaksiatan?
3. Dzan Nuraini (Pemilik 2 Cahaya)
Hanya Utsman bin Affan yang memperoleh gelar mulia ini. Mengapa?
Karena beliaulah satu-satunya sahabat yang menikahi 2 putri Rasulullah
SAW: Ruqoyyah dan Ummu Kultsum.
Lalu apakah yang harus kita contoh dari hal ini? Apakah kita nantinya
harus memiliki 2 istri? Tentu tidak. Utsman bisa menikahi putri
Rasulullah SAW. Tentu hal itu adalah suatu kemuliaan yang luar biasa.
Nabi SAW pun tidak sembarangan memilih Utsman sebagai menantunya. Perlu
beberapa lama untuk mengenal Utsman lebih jauh bagi Rasulullah SAW.
Setelah yakin, barulah beliau menikahkan putrinya dengan Utsman bin
Affan.
Nah, begitu juga dengan kita. Memperoleh jodoh yang solih/solihah
tentu adalah sebuah kemuliaan yang sangat berharga, terlebih lagi di
zaman sekarang. Lalu bagaimana untuk bisa memperolehnya? Ya, tentu
dimulai dari diri sendiri. Laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang
baik dan wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik. Bagi sahabat
yang belum menikah, mari kita perbaiki akhlak dan perilaku kita mulai
detik ini.
Mari menjaga perilaku dengan yang bukan muhrim. Jika kita bisa
menjadi Muslim terbaik, insyaALLAH nanti jodoh terbaik pun telah
dipersiapkan oleh ALLAH SWT. Semoga dari diri kita dan pasangan kita
yang baik tersebut nantinya lahir generasi-generasi unggul yang siap
meneruskan estafet perjuangan dakwah ini. Generasi keturunan
solih/solihah itulah insyaALLAH yang akan investasi besar kita, di dunia
hingga akhirat. Amin.
4. Rendah Hati
Beliau memiliki kerendah hatian yang begitu besar.
Hal itu bisa terbukti ketika pergantian khalifah saat itu. Ketika
bermusyawarah, beliau sama sekali tidak memiliki ambisi untuk menjadi
khalifah. Bahkan, beliau sempat memilih Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi,
akhirnya sebagian besar rakyat Madinah memilih Utsman yang menjadi
dasar terpilihnya beliau menjadi khalifah. Dan Ali bin Abi Thalib pun
menjadi orang kedua yang membaiat beliau setelah penentu keputusan,
Abdurrahman bin Auf.
Inilah bukti bahwa beliau bukanlah orang yang sangat berambisi
mengejar kedudukan. Beliau menganggap kedudukan khalifah adalah sebuah
amanah besar yang harus ditunaikan dengan sungguh-sungguh dan penuh
tangggung jawab.
5. Tidak ingin Orang Lain Berkorban Untuknya
Ketika rumah beliau dikepung oleh sekelompok
pemberontak, banyak di antara sahabat yang menawarkan bantuan untuk
menjaga rumah beliau dan siap berperang menjaga keselamatan beliau.
Namun, beliau menolak semua bantuan itu. Bahkan, beliau telah merelakan
nyawanya sendiri demi menjaga umat dari terpecah-belah. Akhirnya, beliau
pun wafat di tangan pemberontak ketika sedang membaca Al Quran.
Subhanalloh.
6. Kecintaan yang Luar Biasa terhadap Al Quran.
“Kalau hati kita suci, niscaya kita tidak akan pernah puas dengan firman Tuhan. Aku benci bila sehari saja tidak melihat mushaf”
Itulah kata-kata Utsman yang dikenang selalu oleh Abdurrahman
at-Taimi. Kesaksian serupa diungkapkan pula oleh Hassan yang menyebutkan
Utsman rajin mengkhatamkan al-Qur’an dalam satu rakaat. Bahkan ar-Rawi
pernah melihat mushaf al-Qur’an milik Utsman banyak yang robek karena
terlalu sering dibaca.
Dari rasa kecintaannya yang begitu besar terhadap al-Qur’an inilah
kemudian di masa ia menjadi khalifah ketiga kaum muslimin, Utsman
menyusun al-Qur’an dalam bentuk Mushaf yang di masa sebelumnya masih
berupa tumpukan Shuhuf-shuhuf dan sekaligus menyatukan gaya bahasanya
(Qira’at).
Nah, itulah pelajaran-pelajaran berharga dari sosok besar, Utsman bin
Affan ra. Yuk, meski perlahan-perlahan, kita pasti bisa meneladaninya,
dan semoga kita nanti menjadi generasi Muslim terbaik.
Amin,
0 komentar:
Posting Komentar