Kuda
Seekor anjing tampak menatapi tingkah seekor kuda yang berlari-lari
tak jauh dari hadapannya. Sang kuda begitu ceria. Sesekali, kuda
menggoyangkan kepalanya seperti sedang berdendang riang. Anjing pun
mengubah wajah cemberutnya dengan bersuara ke arah kuda.
“Kamu
begitu bahagia, kuda?” tanya sang anjing menampakkan wajah penasaran.
Padahal, di masa kering seperti ini, sebagian besar penghuni padang
rumput terjebak kehidupan yang begitu sulit.
“Ya, aku bahagia!” ucap kuda sambil terus berlari kecil seraya tetap mengungkapkan keceriaannya.
“Kamu tidak merasa susah di masa kering seperti ini?” tanya anjing dengan wajah masih muram.
“Tidak!” jawab kuda singkat. Gerakan larinya makin melambat. Dan, sang kuda pun menghentikan langkahnya di depan sang anjing.
“Apa
kamu sudah kaya, temanku?” tanya si anjing serius. Yang ditanya tidak
memberikan reaksi istimewa. Kuda cuma menjawab pelan, “Tidak!”
“Mungkin
kamu sudah punya rumah baru seperti kura-kura, keong, atau yang
lainnya?” tanya anjing tetap menunjukkan rasa penasaran. Kuda hanya
menggeleng.
“Mungkin
kamu sudah bisa menghasilkan mutiara seperti para kerang di laut?”
tanya sang anjing lagi. Lagi-lagi, kuda menggeleng. “Lalu? Kenapa kamu
begitu bahagia?” sergah anjing lebih serius.
“Entahlah,”
jawab kuda sambil tetap menunjukkan wajah cerianya. “Aku bahagia bukan
karena punya apa-apa. Aku bahagia karena bisa memberi apa yang kupunya:
tenaga, kecerdasan, bahkan keceriaan,” jelas kuda begitu panjang.
“Itukah yang membuatmu bahagia dibanding aku?” tanya anjing mulai menemukan jawaban menarik.
“Aku
merasa bahagia dan kaya karena selalu berpikir apa yang bisa kuberikan.
Dan bukan, apa yang bisa kudapatkan,” tambah si kuda yang mulai
beranjak untuk kembali berlari.
Manis
pahit kehidupan kadang bergantung pada bagaimana kita memandang. Dari
situlah sikap diri akan menemukan cermin. Kalau hidup dipandang dengan
wajah muram, maka cermin akan memantulkan sikap susah, suram, dan tidak
mengenakkan.
Cobalah
letakkan mata hati kita di tempat yang nyaman untuk memandang hidup ini
secara positif. Maka, kita akan menemukan energi baru tentang bagaimana
mengarungi hidup.
Dari
situlah, sikap yang muncul persis seperti diungkapkan sang kuda, “Aku
merasa bahagia karena selalu berpikir apa yang bisa kuberikan. Bukan,
apa yang bisa kudapatkan.” (muhammadnuh@eramuslim.com)
0 komentar:
Posting Komentar