Di Usia 30 Tahunan…
Suatu hari di sebuah acara, saya bertemu dengan seorang teman lama.
Ia tampak tujuh tahun lebih muda dari usianya. Kami saling menanyakan
kabar setelah lebih dari sepuluh tahun tak jumpa. Kini, ia masih sendiri
di usianya yang tiga puluh empat tahun.
Ia tidak sendiri. Banyak di tengah-tengah kita para wanita yang juga
masih melajang di usianya yang sudah kepala tiga. Malah, tidak sedikit
dari mereka sudah berusia lebih dari tiga puluh lima tahun. Entah apa
penyebabnya hingga mereka belum menemukan pasangan hidup di usia mereka
yang sudah cukup matang. Itu semua adalah rahasia Allah. Hanya yang saya
ketahui, mereka yang saya kenal adalah wanita baik-baik. wanita yang
layak untuk dicintai, menjadi isteri dan seorang ibu.
Pernah terbersit dalam pikiran saya, seandainya saya seorang
laki-laki dan boleh memilih isteri sesuka hati, maka pilihan saya akan
jatuh pada salah satu dari mereka. Sebut saja namanya (bukan nama
sebenarnya) Aisyah. Ia seorang yang berwajah relatif manis, pintar, baik
hati, lembut, dermawan, suka berkorban untuk orang lain, pendeknya
berbagai kelebihan melekat padanya. Iapun seorang yang biasa-biasa saja,
bukan tipe orang yang menetapkan standar tinggi untuk pasangan
hidupnya.
Maka apalagi jalan yang menghalanginya untuk segera menemukan sang
jodoh? Jawabnya adalah bahwa semua itu belum dikehendaki-Nya. Sebagai
orang beriman, tentu kita harus bisa mencari hikmah di balik keputusan
Yang Mahakuasa ini. Allah menjelaskan, ”…boleh jadi kamu tidak
menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai
sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah:216).
Namun, tak mudah menjalani kehidupan ini seorang diri. Tuntutan
keluarga untuk segera menikah yang tak hanya satu dua kali terdengar
kerap membuat hati kian merana. Kondisi ini diperparah lagi dengan pola
pikir masyarakat kita yang masih kurang memahami hakikat kehidupan ini
dan masih sering mempersoalkan status para wanita yang masih melajang di
usia yang sudah matang.
Saya sendiri menikah pada usia yang juga sudah tigapuluhan, tepatnya
tiga puluh satu tahun lebih enam bulan. Belum terlalu tua memang, namun
sudah cukup tua bila dibandingkan dengan orang-orang di sekitar saya,
apalagi yang berlatar belakang seperti saya. Mereka sebagian besar atau
bisa dikatakan hampir seluruhnya menikah dalam usia muda, antara dua
puluh satu sampai dua puluh empat tahun.
Saya bukan ingin menceritakan bahwa saya adalah orang yang patut
dicontoh karena sangat sabar menghadapi masa penantian itu. Justru
sebaliknya, yang ingin saya ceritakan adalah betapa kurangnya kesabaran
saya menghadapi semua ini. Saya sudah tak ingat lagi betapa banyak
airmata terkuras karenanya. Langkah kaki inipun kadang tertatih-tatih
berjalan di antara jatuh dan bangun.
Kini, kalau mengingat semua itu saya menyesal. Malu rasanya diri ini
di hadapan-Nya. Dan entah berapa “nilai” yang akan diberikan Sang Juri
ketika melihat “prestasi “ saya itu. Ingin rasanya memperbaiki, tapi
nasi sudah menjadi bubur. Mungkin yang bisa saya lakukan sekarang adalah
bahwa saya harus lebih memperbaiki diri dan senantiasa ridho sepenuh
hati pada-Nya. Alhamdulillah, kesempatan itu masih terbuka lebar sebelum
Malaikat Izrail datang memanggil.
Banyak orang mengatakan bahwa hal yang tidak disukai dalam hidupnya
adalah menunggu. Menunggu memang membosankan. apalagi menunggu sesuatu
yang belum pasti terjadi. Tapi menunggu juga mengasyikkan karena melatih
jiwa menuju sabar. Sabar menunggu janji-Nya yang pasti terjadi, karena
Allah Maha Menepati Janji. Seandainya Allah tak memberi untuk kita jodoh
di dunia, maka Dia akan memberikannya di akhirat.
Tetap bersyukur dan meyakini bahwa Allah Mahaadil akan menguatkan
jiwa kita ketika ujian datang menyapa. Allah mengingatkan kita,”Apakah
kamu mengira akan masuk surga padahal belum datang kepadamu (ujian)
seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kami. Mereka
ditimpa kemelaratan, penderitaan, diguncang (dengan berbagai cobaan).
Sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata,
“Kapankah datang pertolongan Allah? Ingatlah sesungguhnya pertolongan
Allah itu dekat.” (QS Al-Baqarah: 214).
Teriring salam sayang untuk Al’aa, uhibbuki fillah.
0 komentar:
Posting Komentar