Bijaksana Menghadapi Mertua
Sikap bijak dalam Islam dikenal dengan
Akhlaq, yang berarti “tabiat”, “sifat”, “Dien”. Begitulah makna akhlaq
sebagaimana disebutkan dalam An-Nihayah oleh Ibnu Atsir. Ahklaq itu
mempunyai dan meliputi cangkupan yang sangat luas. Dari hal yang
terkecil hingga yang paling besar, dari hal yang ‘remeh’ hingga hal yang
penting. Dari menyingkirkan duri di jalan dan benda- benda yang dapat
membahayakan keselamatan orang lain hingga berkata yang benar terhadap
penguasa yang zalim. Dari hal senyum hingga al-wala’ wal bara’. Tak luput juga dalam hal bersikap bijaksana terhadap mertua.
Mertua adalah sebutan dalam
hubungan/sistim kekerabatan yang merunjuk pada orang tua istri atau
suami. Selain merujuk pada ayah mertua dan ibu mertua juga dapat merujuk
pada kakek atau nenek mertua. Lawan dari kata mertua adalah menantu.
Ada lima hal pokok yang perlu kita perhatikan ketika bermu’asyarah atau berbaur bersama mereka supaya tercipta hubungan harmonis antara menantu dan mertua. Kelima hal pokok tersebut adalah:
1. Menghormatinya
Islam mengajarkan kepada umatnya agar
menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih muda.
Menghormati dalam hal berkata santun dan ramah ketika berkomunikasi
dengannya, menggunakan bahasa yang pas saat menjawab pertanyaan darinya,
mendahulukannya saat makan bersama, mengutarakan pendapat, dan semua
hal yang menjadi tata krama; bak seorang anak dengan orang tuanya sendiri.
Diterangkan dalam sebuah hadits dari Ibnu al-Sarh, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيرِنَا فَلَيْسَ مِنَّا
"Siapa yang tidak menyayangi orang
yang kecil di antara kami dan tidak mengerti hak orang yang lebih besar
di antara kami, maka ia bukan dari golongan kami." (HR. Abu Daud)
Menantu menghormati mertua dan mertuapun menyayangi menantu. Hubungan timbal balik semacam ini akan melahirkan mahabbah (kecintaan dan sayang) diantara mereka.
2. Menyayanginya
Orang Muslim itu penyayang. Karena sikap
berkasih sayang adalah buah dari taatnya seorang hamba dalam
mengamalkan perintah Allah dan Rasul-Nya. Ia menjadi tanda jiwa yang
bening dan hati yang bersih. Dalam mengerjakan kebaikan, mengerjakan
amal shalih, menjauhi keburukan, dan menghindari kerusakan, orang Muslim
selalu berada dalam keadaan hati yang bersih dan jiwa yang baik.
Barangsiapa keadaannya seperti itu, maka sifat kasih sayang tidak
berpisah dengan hatinya. Maka sudah sepantasnya mertua kita sayangi
seperti sayangnya seorang anak kepada orang tua kanungnya sendiri.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ
“Dan dia termasuk orang-orang yang
beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk
berkasih sayang. Mereka adalah golongan kanan.”(QS. Al-Balad : 17-18)
Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Para penyayang akan disayangi oleh
Ar Rahman. Sayangilah penduduk bumi maka kalian akan disayangi oleh
siapa saja yang di langit.” (HR. Abu Daud)
Da;am sabda yang lain, “Sesungguhnya Allah hanya menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang.” (HR. Al-Bukhari)
3. Menasehatinya
Sifat rahmah atau kasih sayang akan menumbuhkan sikap untuk saling memberi nasehat, baik dalam hal tarhib wa targhib (anjuran dan peringatan).
Karenanya, seorang menantu yang baik tidak rela jika mertuanya berada
dalam kesesatan, kebid’ahan, kesyirikan, khurafat dan penyimpangan
lainnya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. Al-Tahrim: 6)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu ia berkata; Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
الدِّينُ
النَّصِيحَةُ ثَلَاثَ مِرَارٍ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَنْ قَالَ
لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
“Agama itu adalah nasehat." Beliau
mengulanginya hingga tiga kali. Kemudian para shahabat bertanya, "Bagi
siapakah wahai Rasulullah?" beliau menjawab: "Bagi Allah, Kitab-Nya,
bagi para pemimpin dan kaum muslimin seluruhnya.” (HR. Muslim)
4. Mendo’akannya
Salah satu karakter menantu yang baik
adalah suka dan gemar mendo’akan mertuanya agar selalu diberikan
kebaikan, kesehatan, kemakmuran, kebenaran, dan juga diringankan segala
beban yang sedang mereka pikul. kita memang harus saling mendo’akan.
Karena berdo’a merupakan intinya ibadah dan senjata kaum muslimin.
Begitu jugalah antara menantu dan mertua selama masih sesama mukmin
harus saling peduli dan saling mendo’akan. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam:
مَنْ لَمْ يَهْتَمَّ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang tidak memiliki kepudulian dengan urusan umat Islam, maka ia tidak termasuk mereka.” (HR.Al-Baihaqi dan Ath-Thabarani)
5. Menjenguknya
Menjenguk mertua dalam rangka
bersilaturahim merupakan sebab yang dapat mempererat hubungan antara
menantu dan mertua. Dengan demikian akan saling ta’aruf, tafahum, ta’awun diantara mereka khususnya bagi menantu maupun mertua yang tidak serumah.
Sesungguhnya silaturrahim termasuk
ibadah kepada Allah yang paling baik dan ketaatan yang paling agung. Ia
memiliki kedudukan yang tertinggi di sisi Allah, keberkahan yang besar,
sebab yang mendatang kebaikan secara umum di dunia dan akhirat. Maka
silaturrahim merupakan kebutuhan secara fitrah dan sosial.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
تَعَلَّمُوا
مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُونَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ فَإِنَّ صِلَةَ
الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِي الْأَهْلِ مَثْرَاةٌ فِي الْمَالِ مَنْسَأَةٌ فِي
الْأَثَرِ
“Belajarlah dari nasab kalian yang
dapat membantu untuk silaturrahmi karena silaturrahmi itu dapat membawa
kecintaan dalam keluarga dan memperbanyak harta, serta dapat
memperpanjang umur.” (HR. Al-Tirmidzi)
Mari sayangi mertua kita, sebagimana
kita menyayangi Kedua orang tua kita, karena di sana ada do´a untuk
kebahagian rumah tangga kita.
Wallahu Ta’ala A´lam.
Oleh : Sudarmadi Putra, M.Ud
0 komentar:
Posting Komentar