Senin, 07 Oktober 2013

Jagalah Tali Kekerabatan

Penyebab Terburainya Jalinan Silaturrahim[*]

 
Tali kekerabatan harus selalu rapat dan erat. Beragam gejala yang berpotensi merenggangkannya mesti diantisipasi dengan cepat, supaya keharmonisan hubungan tetap terjaga, kuat lagi hangat. Semua anggota kerabat akan menikmati rahmat dari Allâh Ta'âla lantaran menjunjung tinggi tali silaturrahim yang sangat ditekankan oleh syariat.

Sebaliknya, ketidakpedulian terhadap hubungan kekerabatan akan dapat menimbulkan dampak negatif. Alasannya, tali silaturrahim lambat laun akan mengalami perenggangan. Pemutusan tali silaturrahim berdampak mengikis solidaritas, mengundang laknat, menghambat curahan rahmat dan menumbuhkan egoisme. Sering terdengar di masyarakat banyaknya kasus putusnya tali silaturrahim dengan berbagai bentuknya. Terhadap pemutusan silaturrahim ini, Islam sangat tegas ancamannya.

Allâh Ta'âla berfirman:

Qs Muhammad:22-23

Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa
kamu akan membuat kerusakan di muka bumi
dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
Mereka itulah orang- orang yang dila’nati Allâh
dan Allâh tulikan telinga mereka dan Allâh butakan penglihatan mereka.

(QS Muhammad/47:22-23)

Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ

Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan silaturrahim.
(HR Bukhari 5984 dan Muslim 2556)

Banyak faktor yang dapat menyulut terjadinya pemutusan tali silaturrahim. Namun ketidaktahuan seseorang tentang itu, membuatnya terjerumus dalam kesalahan.

BENTUK-BENTUK PEMUTUSAN SILATURRAHIM

Anjuran untuk membina tali silaturrahim sangat jelas. Sebagaimana diterangkan Ibnul Atsir rahimahullâh, silaturrahim merupakan cerminan berbuat baik kepada keluarga dekat, berlemah-lembut kepada mereka dan memperhatikan keadaan mereka. Memutuskan tali silaturrahim merupakan tindakan yang berlawanan dengan itu semua.

Fenomena pemutusan tali silaturrahim sering terdengar di tengah masyarakat, terutama akhir-akhir ini, saat materialisme mendominasi. Saling mengunjungi dan menasihati sudah dalam titik yang memprihatinkan. Hak keluarga yang satu ini sudah terabaikan, tidak mendapatkan perhatian yang semestinya. Padahal jarak sudah bukan lagi menjadi halangan di era kemajuan teknologi informasi. Bentuk-bentuk pemutusan silaturrahim yang muncul di tengah masyarakat diantaranya :

1. Tidak adanya kunjungan kepada sanak keluarganya dalam jangka waktu yang panjang, tidak memberi hadiah, tidak beusaha merebut hati keluarganya, tidak membantu menutupi kebutuhan atau mengatasi penderitaan kerabatnya. Yang terjadi justru menyakiti kerabatnya dengan ucapan atau perbuatan.

2. Tidak pernah menghidupkan spirit senasib dan sepenanggungan dalam kegembiraan maupun kesusahan. Malah orang lain yang dikedepankan daripada membantu keluarga dekatnya.

3. Lebih sering menghabiskan waktu dakwahnya kepada orang lain daripada sibuk dengan keluarga sendiri. Padahal mereka lebih berhak mendapatkan kebaikan Allah berfirman:
QS Asy Syu’ara : 214
Dan berilah peringatan
kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.

(QS Asy Syu’ara/26: 214)


4.
Ada juga orang yang mau menjalin tali silaturrahim, 
jika keluarganya menyambung silaturrahim dengannya. 
Tapi ia akan mengurainya, jika mereka memutuskannya.

 

FAKTOR PENYEBAB TERPUTUSNYA SILATURRAHIM
 
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa banyak hal yang dapat menyebabkan terputusnya silaturrahim, di antaranya ialah:

1.
Ketidaktahuan bahaya memutuskan tali silaturrahim.
Ketidaktahuan seseorang terhadap akibat buruk yang akan 
dideritanya dalam kehidupan dunia maupun akhirat akibat 
 memutuskan silaturrahim, telah menyebabkannya melakukan 
pemutusan silaturrahim ini. Sebagaimana juga ketidaktahuan 
seseorang tentang keutamaan silaturrahim, membuat dia malas 
dan kurang semangat melakukannya.

2.
Ketakwaan yang melemah.
Orang yang melemah ketakwaan serta agamanya, 
maka dia tidak akan perduli dengan perbuatannya 
yang memotong sesuatu yang mestinya disambung. 
Dia tidak pernah tergiur dengan pahala silaturrahim 
yang dijanjikan Allâh serta tidak merasa takut dengan 
akibat dari pemutusan silaturrahim ini.

3. Kesombongan.
Sebagian orang, jika sudah mendapatkan kedudukan 
yang tinggi atau menjadi saudagar besar, dia berubah 
sombong kepada keluarga dekatnya. Dia menganggap
ziarah kepada keluarga merupakan kehinaan, begitu 
juga usaha merebut hati mereka, dianggapnya sebagai 
kehinaan. Karena ia meman dang, hanya dirinya saja 
yang lebih berhak untuk diziarahi dan didatangi.

4. Perpisahan yang lama.
Ada juga orang yang terputus komunikasi dengan 
 keluarga dekatnya dalam waktu yang lama, 
sehingga dia merasa terasingkan dari mereka. 
Mula-mula dia menunda-menunda ziarah, 
dan itu terulang terus sampai akhirnya terputuslah 
hubung an dengan mereka. Diapun terbiasa dengan 
terputus dan menikmati keadaannya yang jauh dari 
keluarga.

5. Celaan yang berat.
Ada sebagian orang memiliki perangai buruk, 
jika dikunjungi oleh sebagian anggota keluarganya 
setelah terpisah sekian lama, dia menghujani saudaranya 
itu dengan hinaan dan celaan. Karena dinilai kurang 
dalam menunaikan haknya dan dinilai terlambat 
dalam berkunjung. Akibatnya, muncul keinginan 
menjauh dari orang yang suka mencela ini dan 
merasa takut untuk menziarahinya lagi karena 
khawatir dicela.

6. Khawatir memberatkan.
Ada orang, jika dikunjungi oleh sanak familinya, 
dia terlihat membebani dirinya untuk menjamunya 
secara berlebihan. Dikeluarkannya banyak harta 
dan memaksa diri untuk menghormati tamunya, 
padahal dia kurang mampu. Akibatnya, saudara-
saudaranya merasa berat untuk berkunjung 
kepadanya karena khawatir menyusahkan 
tuan rumah.

7. Kurang memperhatikan tamu.
Sebaliknya Ada orang, jika dikunjungi oleh 
saudaranya, dia tidak memperlihatkan kepeduliannya. 
Dia tidak memperhatikan omongannya. Bahkan 
kadang dia memalingkan wajahnya saat diajak bicara. 
Dia tidak senang dengan kedatangan mereka dan 
tidak berterima kasih. Dia menyambut para tamu 
dengan berat hati dan sambutan dingin. Ini akan
mengurangi semangat untuk mengunjunginya.

8. Pelit dan bakhil.
Ada sebagian orang, jika diberi rizki oleh Allâh 
berupa harta atau wibawa, dia akan lari menjauh 
dari keluarga dekatnya, bukan karena ia sombong. 
Dia lebih memilih menjauhi mereka dan memutuskan 
silaturrahim daripada membukakan pintu buat kaum
kerabatnya, menerima mereka jika bertamu, membantu 
mereka sesuai dengan kemampuan dan meminta maaf 
jika tidak bisa membantu. Padahal, apalah artinya harta 
jika tidak bisa dirasakan oleh kerabat!

9. Menunda pembagian harta warisan.
Terkadang ada harta warisan yang belum dibagi di antara 
ahli waris; entah karena malas atau karena ada yang 
membangkang. Semakin lama penundaan pembagian 
harta warisan, maka semakin besar kemungkinan 
akan menyebarnya permusuhan dan saling membenci 
diantara mereka. Karena ada yang ingin mendapatkan '
haknya untuk dimanfaatkan, ada juga ahli waris yang 
keburu meninggal sehingga ahli warisnya sibuk mengambil 
haknya mayit yang belum diambilnya, sementara yang 
lain mulai berburuk sangka kepada yang lainnya. Akhirnya 
perkara ini menjadi ruwet dan menjadi kemelut yang 
mengakibatkan perpecahan serta membawa kepada 
pemutusan silaturrahim.

10.
Kerjasama antar keluarga dekat.
Sebagian orang bekerja sama dengan saudaranya 
dalam suatu usaha tanpa ada kesepakatan yang jelas. 
Ditambah lagi, dengan tidak adanya tranparansi. 
Usaha ini terbangun hanya berdasarkan suka sama 
suka dan saling mempercayai.
Jika hasilnya mulai bertambah serta wilayah usahanya 
semakin melebar, mulai timbul benih perselisihan, 
perbuatan zhalim mulai mengemuka dan mulai timbul 
prasangka buruk kepada yang lain. Terutama jika mereka 
ini kurang bertaqwa dan tidak memiliki sifat itsar 
yaitu sifat lebih mendahulukan orang lain daripada dirinya),
 atau salah seorang diantara mereka keras kepala 
atau salah diantara mereka ini lebih banyak modalnya 
dibandingkan yang lainnya. Dari suasana yang kurang 
sehat ini, kemudian hubungan semakin memburuk, 
perpecahan tak terelakkan, bahkan mungkin bisa berbuntut 
ke pengadilan. Akhirnya di persidangan mereka saling 
mencela.

Allâh Ta'âla berfirman:

(Qs Shaad/38:24)
Dan sesungguhnya
kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat zhalim kepada 

sebagian yang lain, kecuali orang-orang 
yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih;
dan amat sedikitlah mereka ini.

(QS Shaad/38:24)

11.
Sibuk dengan dunia.
Orang yang rakus dunia seakan tidak memiliki 
waktu lagi untuk menyambung silaturrahim dan 
untuk berusaha meraih kecintaan kerabatnya.

12. Thalak di antara kerabat.
Kadang thalak tak terelakkan antara suami istri
yang memiliki hubungan kerabat. Ini menimbulkan 
berbagai macam kesulitan baru bagi keduanya, 
ntah disebabkan oleh anak-anak atau urusan-urusan 
lain yang berkaitan erat dengan thalak atau sebab 
yang lain.

13.
Jarak yang berjauhan serta malas ziarah.
Kadang ada keluarga yang berjauhan tempat tinggalnya 
dan jarang saling berkunjung, sehingga merasa jauh 
dengan keluarga dan kerabatnya. Jika ingin berkunjung 
ke kerabat, tempat ia yang tuju itu terasa sangat jauh. 
Akhirnya jarang ziarah.

14.
Rumah yang berdekatan.
Rumah yang berdekatan juga bisa mengakibatkan 
keretakan dan terputusnya silaturrahim. Diriwayatkan 
dari Umar bin Khaththab radhiyallâhu'anhu
beliau mengatakan:

“Perintahkanlah kepada para kerabat agar saling 
mengunjungi bukan untuk saling bertetangga”.

Al Ghazali mengomentari perkataan Umar ini:

“Beliau mengucapkan perkataan ini, karena bertetangga 
bisa mengakibatkan persaingan hak. Bahkan mungkin 
bisa mengakibatkan rasa tidak suka dan pemutusan 
silaturrahim”.

Aktsam bin Shaifi mengatakan:

“Tinggallah di tempat yang berjauhan, niscaya 
kalian akan semakin saling mencintai”Kadang 
juga, kedekatan ini menimbulkan masalah. Misalnya, 
problem yang terjadi antara anak dengan anak 
bisa merembet melibatkan orang tua. Masing-masing 
membela anaknya, sehingga menimbulkan permusuhan 
dan menyebabkan pemutusan silaturrahim.

15. Kurang sabar.
Ada sebagian orang yang tidak sabar dalam menghadapi 
masalah kecil dari kerabatnya. Terkadang hanya 
disebabkan oleh kesalahan kecil, dia segera mengambil 
sikap untuk memutuskan silaturrahim.

16.
Lupa kerabat pada saat mempunyai acara.
Saat salah seorang kerabat memiliki acara walimah 
atau lainnya, dia mengundang kerabatnya, baik dengan 
lisan, lewat surat undangan atau lewat telepon. Saat 
memberikan undangan ini, kadang ada salah seorang 
kerabat yang terlupakan. Sementara yang terlupakan 
ini orang yang berjiwa lemah atau sering berburuk 
sangka. Kemudian orang yang berjiwa lemah ini 
menafsirkan kealpaan kerabatnya ini sebagai sebuah 
kesengajaan dan penghinaan kepadanya. Buruk 
sangka ini menggiringnya untuk memutuskan 
silaturrahim.

17. Hasad atau dengki.
Kadang ada orang yang Allâh anugerahkan padanya 
ilmu, wibawa, harta atau kecintaan dari orang lain. 
Dengan anugerah yang disandangnya, ia membantu 
kerabatnya serta melapangkan dadanya buat mereka. 
Karena perbuatan yang baik ini, kemudian ada di antara 
kerabatnya yang hasad kepadanya. Dia menanamkan 
bibit permusuhan, membuat kerabatnya yang lain meragukan 
keikhlasan orang yang berbuat kebaikan tadi, dan kemudian 
menebarkan benih permusuhan kepada kerabat yang 
berbuat baik ini.

18.
Banyak gurau.
Sering bergurau memiliki beberapa efek negatif. Kadangkala 
ada kata yang terucap dari seseorang tanpa mempedulikan 
perasaan orang lain yang mendengarnya. Perkataan 
menyakitkan ini kemudian menimbulkan kebencian 
kepada orang yang mengucapkannya. 
Fakta seperti ini sering terjadi di antara kerabat 
karena mereka sering berkumpul.
Ibnu Abdil Bâr mengatakan: “Ada sekelompok ulama yang 
membenci senda gurau secara berlebihan. Karena akibatnya 
yang tercela, menyinggung harga diri, bisa mendatangkan 
permusuhan serta merusak tali persaudaraan”

19. Fitnah.
Terkadang ada orang yang memiliki hobi merusak 
hubungan antar kerabat –iyadzan billah-. Orang 
seperti ini sering menyusup ke tengah orang-orang 
yang saling mencintai. Dia ingin memisahkan dan 
mencerai-beraikan persatuan, serta mengacaukan 
perasaan hati yang telah menyatu. Betapa banyak 
tali silaturrahim terputus, persatuan menjadi berantakan 
disebabkan oleh fitnah. Dan merupakan kesalahan 
terbesar dalam masalah ini, yaitu percaya dengan fitnah.
Alangkah indah perkataan seorang penyair yang 
mengingatkan kita:
"Siapa yang bersedia mendengarkan perkataan 
para tukang fitnah, maka mereka tidak menyisakan 
buat pendengarnya Seorang teman pun, meskipun 
kerabat tercinta."

20.
Perangai buruk sebagian istri.
Terkadang seseorang diuji dengan istri yang berperangai 
buruk. Sang istri tidak ingin perhatian suaminya terbagi 
kepada yang lain. Dia terus berusaha menghalangi suami 
agar tidak berziarah ke kerabat. Di hadapan suami, 
istri ini memuji kedatangan kerabat mereka ke tempat 
tinggal suami dan menghalangi suami untuk bertamu 
ke kerabatnya. Sementara itu, ketika menerima 
kunjungan dari kerabat, dia tidak memperlihatkan 
wajah gembira. Ini termasuk hal yang bisa menyebabkan 
terputusnya silaturrahim.Ada juga suami yang menyerahkan 
kendali kepada istrinya. Jika istri ridha kepada kerabat, 
dia menyambung silaturrahim dengan mereka. Jika istri 
tidak ridha, maka dia akan memutuskannya. Bahkan 
sampai-sampai sang suami tunduk kepada istrinya dalam 
berbuat durhaka kepada kedua orang tuanya, padahal 
keduanya sangat membutuhkannya.

Demikian beberapa sebab yang bisa memutuskan tali silaturrahim. 
Sebagai orang yang beriman, kita harus menjauhi hal-hal 
yang dapat menyebabkan terputusnya tali silaturrahim ini. 
oleh karena itu, hendaklah kita menjaga silaturrahim, memupuknya, 
serta mencari sarana-sarana yang bisa mengokohkannya,
agar tidak terkikis oleh derasnya arus budaya yang merusaknya. 


Wallahu a’lam.

[*] Diangkat dari Qathi’ati Ar Rahmi Al Mazhahiru Al Asbabu 
Subulu Al Ilaji, karya Muhammad bin Ibrahim A Hamd, 
Penerbit, Kementrian Urusan Agama, Wakaf dan Dakwah 
KSA, Cet. II, Th. 1423 H.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution