Wanita Soleha
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ،َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.، أَمَّا بَعْدُ؛
” Sungguh segala puji hanya milik Allah, Allah yang kita puji, kepada
Allah kita memohon pertolongan, kepada-Nya kita memohon ampunan, kita
berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kita dan dari keburukan
amal perbuatan kita. Siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tak
seorangpun dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang Allah sesatkan
maka tak seorangpun mampu memberinya petunjuk. Saya bersaksi bahwa tidak
ada yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.
…. Amma ba’d “
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah yang menghormati wanita-wanita
kecuali orang-orang mulia. Dan tidaklah yang menghinakan wanita kecuali
orang yang hina pula.” (Riwayat Ibnu Asakir).
Yaa Rabbi Ajarilah kami bagaimana memberi sebelum meminta,berfikir sebelum bertindak,santun dalam berbicara,tenang ketika gundah,diam ketika emosi melanda,bersabar dalam setiap ujian.Jadikanlah kami orang yg selembut Abu Bakar Ash-Shiddiq,sebijaksana Umar bin Khattab,sedermawan Utsman bin Affan,sepintar Ali bin Abi Thalib,sesederhana Bilal,setegar Khalid bin Walid radliallahu’anhumღAmiin ya Rabbal’alamiin…
Sifat Istri Sholehah Berdasarkan Dalil-dalilnya
1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari
maafnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Maukah aku
beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni
surga yaitu istri yang penuh …kasih sayang, banyak anak, selalu kembali
kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya
dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak
dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no.
257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy- Syaikh Al Albani
rahimahullah, no. 287)
2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
3. Tidak memberikan Kemaluan nya kecuali kepada suaminya.
Al-Qur’an :
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah,
jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman. (an-Nuur: 2-3).
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk,” (al-Israa’: 32)
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah
dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali
dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang
melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan)
dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat
dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,” (al-Furqaan:
68-69).
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman
untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan
Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh
anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara
tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang
baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada
Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha
Penyayang,” (al-Mumtahanah: 12).
HADIS :
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah saw.
bersabda, “Tiga jenis orang yang Allah tidak mengajak berbicara pada
hari kiamat, tidak mensucikan mereka, tidak melihat kepada mereka, dan
bagi mereka adzab yang pedih: Orang yang berzina, penguasa yang
pendusta, dan orang miskin yang sombong,” (HR Muslim [107]).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rauslullah saw.
bersabda, “Tidaklah berzina seorang pezina saat berzina sedang ia dalam
keadaan mukmin,”
Masih diriwayatkan darinya dari Nabi saw. beliau bersabda, “Jika
seorang hamba berzina maka keluarlah darinya keimanan dan jadilah ia
seperti awan mendung. Jika ia meninggalkan zina maka kembalilah keimanan
itu kepadanya,” (Shahih, HR Abu Dawud [4690]).
Diriwayatkan dari al-Miqdad bin al-Aswad r.a, ia berkata, Rasulullah
saw. bersabda kepada para sahabatnya, “Bagaimana pandangan kalian
tentang zina?” Mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya telah
mengharamkannya maka ia haram sampai hari kiamat.” Beliau bersabda,
“Sekiranya seorang laki-laki berzina dengan sepuluh orang wanita itu
lebih ringan daripada ia berzina dengan isteri tetangganya,” (Shahih, HR
Bukhari dalam Adabul Mufrad [103]).
4. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan
hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’ bintu Yazid radhiallahu
‘anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada seorang
suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat
berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan
apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak
ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: “Demi Allah! Wahai
Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya,
demikian pula mereka (para suami).” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti
syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian
digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh
Al Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hal. 63) menyatakan ada
syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih atau paling
sedikit hasan)
5. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya
sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maukah aku beritakan kepadamu
tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah
yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan
mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR.
Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam
Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)
6. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar),
ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat
menghalangi suaminya untuk istimta’ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti
puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak halal bagi seorang istri berpuasa
(sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan
izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
7. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan
kebaikannya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda: “Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan
penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya kepada
beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka
mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya.
Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di
antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu
(yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah
melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim
no. 907)
8. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak
menolaknya tanpa alasan yang syar’i, dan tidak menjauhi tempat tidur
suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Demi Dzat yang jiwaku berada di
tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya
lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka
terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.”(HR. Muslim no.1436)
9. Melegakan hati suami bila dilihat. Rasulullah bersabda, ”Bagi seorang mukmin laki-laki, sesudah takwa
kepada Allah SWT, maka tidak ada sesuatu yang paling berguna bagi
dirinya,selain istri yang shalehah. Yaitu, taat bila diperintah,
melegakan bila dilihat, ridha bila diberi yang sedikit, dan menjaga
kehormatan diri dan suaminya, ketika suaminya pergi.” (HR Ibnu Majah).
10. Amanah. Rasulullah bersabda, ”Ada tiga macam keberuntungan (bagi
seorang lelaki), yaitu: pertama, mempunyai istri yang shalehah, kalau
kamu
lihat melegakan dan kalau kamu tinggal pergi ia amanah serta menjaga kehormatan dirinya dan hartamu …” (HR Hakim).
11, istri shalehah mampu memberikan suasana teduh dan ketenangan
berpikir dan berperasaan bagi suaminya. Allah SWT berfirman, ”Di antara
tanda kekuasaan-Nya, yaitu Dia menciptakan pasangan untuk diri kamu dari
jenis kamu sendiri, agar kamu dapat memperoleh ketenangan bersamanya.
Sungguh di dalam hati yang demikian itu merupakan tanda-tanda
(kekuasaan) Allah bagi kaum yang berpikir.”(QS Ar Rum [30]: 21).
Ciri-ciri Wanita Shalihah
Lantas apa ciri-ciri wanita shalihah itu?
Pertama, ia wanita yang paling taat kepada Allah SWT. Ketaatannya melebihi kepada apapun yang mesti ditaati.
Kedua, ia senantiasa menyerahkan segala urusan hidupnya kepada hukum dan syariat Allah SWT.
Ketiga, ia senantiasa menjadikan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sumber hukum dalam mengatur seluruh aspek kehidupannya.
Keempat, ibadahnya baik dan memiliki akhlak serta budi perketi yang mulia.
Kelima, tidak hobi berdusta, bergunjing dan riya’.
Keenam, berbuat baik dan berbakti kepada orangtuanya. Ia senantiasa
mendoakan orangtuanya, menghormati mereka, menjaga dan melindungi
keduanya.
Ketujuh, taat kepada suaminya. Menjaga harta suaminya dan mendidik anak-anaknya dengan kehidupan yang islami.
Kedelapan, jika dilihat menyenangkan, bila dipandang menyejukkan, dan menentramkan bila berada di dekatnya. Hati akan tenang bila meninggalkanya ketika pergi.
Kesembilan, melayani suaminya dengan baik, berhias hanya untuk
suaminya, pandai membangkitkan dan memotifasi suaminya untuk berjuang
membela agama Allah SWT.
Kesepuluh, ia tidak gemar bermewah-mewah dengan dunia, tawadhu dan bersikap sederhana.
Kesebelas, memiliki kesabaran luar biasa atas janji-janji Allah SWT. Ia tidak berhenti belajar untuk bekal hidupnya.
SOSOK WANITA SOLEHA
1. WANITA SEBAGAI ISTRI
Wanita sebagai pendamping suami, secara umum tugasnya adalah memenuhi kewajibannya terhadap suami, mendukung/mendorong semangat untuk keberhasilan suami dalam berbagai hal dan mendoakan suami.
Sabda Nabi Muhammad saw: Pengabdianmu kepada suamimu adalah Shodaqoh ( HR. Dailami).
Wanita sebagai pendamping suami, secara umum tugasnya adalah memenuhi kewajibannya terhadap suami, mendukung/mendorong semangat untuk keberhasilan suami dalam berbagai hal dan mendoakan suami.
Sabda Nabi Muhammad saw: Pengabdianmu kepada suamimu adalah Shodaqoh ( HR. Dailami).
Berikut adalah langkah praktis yang dapat dilakukan dalam menjalankan
perannya sebagai istri seperti yang tuturkan Ibu Sitaresmi S. Sukanto :
1) Hendaklah istri senantiasa meminta izin kepada suami, apabila
hendak keluar rumah atau melakukan kegiatan yang tidak dapat
mengikutsertakan suami dan anak-anak.
2) Usahakan istri selalu salam mencium tangan suami ketika hendak bepergian
3) Senantiasa bersyukur dan berdoa atas rizki yang telah diusahakan oleh suami betapapun kecilnya
4) Memaafkan kekhilafan suami dan bersabar atas kekurangannya
5) Menyambut kepulangan suami dari bekerja dengan meringankan bebannya dan menyegarkan gairah/semangat dengan berpakaian yang menarik dan berpenampilan sebaik mungkin
6) Memperbanyak ungkapan rasa “Cinta dan Sayang” kepada suami dimanapun saat ada kesempatan
7) Menyediakan waktu khusus untuk menjalin romantisme bersama suami, misal di akhir pekan atau pada acara khusus tertentu
8) Memberikan bingkisan istimewa yang merupakan kegemaran suami
9) Memelihara keakraban dan menghormati orangtua dan saudara suami
10) Menyapa atau memanggil suami dengan sapaan/panggilam khusus
11) Bersedia untuk mendengar keluhan-keluhan suami bahkan sampai dengan hal-hal yang bersifat pribadi sekalipun
12) Meminta pendapat suami tentang pakaian yang akan dibeli atau Anda pakai, seperti model, warna atau lainnya
13) Menyediakan waktu untuk mendiskusikan perkembangan karir suami atau masa depan anak-anak
14) Menjaga harta suami dengan cara cermat dan hemat
15) Menjaga kehormatan keluarga dan menjaga rahasia rumah tangga serta aib suami.
3) Senantiasa bersyukur dan berdoa atas rizki yang telah diusahakan oleh suami betapapun kecilnya
4) Memaafkan kekhilafan suami dan bersabar atas kekurangannya
5) Menyambut kepulangan suami dari bekerja dengan meringankan bebannya dan menyegarkan gairah/semangat dengan berpakaian yang menarik dan berpenampilan sebaik mungkin
6) Memperbanyak ungkapan rasa “Cinta dan Sayang” kepada suami dimanapun saat ada kesempatan
7) Menyediakan waktu khusus untuk menjalin romantisme bersama suami, misal di akhir pekan atau pada acara khusus tertentu
8) Memberikan bingkisan istimewa yang merupakan kegemaran suami
9) Memelihara keakraban dan menghormati orangtua dan saudara suami
10) Menyapa atau memanggil suami dengan sapaan/panggilam khusus
11) Bersedia untuk mendengar keluhan-keluhan suami bahkan sampai dengan hal-hal yang bersifat pribadi sekalipun
12) Meminta pendapat suami tentang pakaian yang akan dibeli atau Anda pakai, seperti model, warna atau lainnya
13) Menyediakan waktu untuk mendiskusikan perkembangan karir suami atau masa depan anak-anak
14) Menjaga harta suami dengan cara cermat dan hemat
15) Menjaga kehormatan keluarga dan menjaga rahasia rumah tangga serta aib suami.
Satu kisah di Majelis Taklim. Salah seorang berkata: “ Enak sekali
suami harus diperlakukan seperti itu”. Tetapi dalam renungannya, lalu
hatinya berkata: Kenapa saya rajin ikut pengajian tapi tidak mau
berubah?. Tapi bagaimana memulainya, karena selama ini perlakuanku
banyak yang berlawanan. Pada suatu hari dengan niat yang kuat akan
merubah sikap dan perlakuan kepada suamiku. Satu demi satu dijalankan,
suamipun mengamatinya. Oh ada perubahan besar pada istriku, kenapa ?,
demikian pertanyaan dalam hatinya. Pada saat yang tepat, suami bertanya:
Sayang, akhir-akhir ini kok sikap dan perlakuanmu kepadaku berubah
drastis ? Istrinya menjawab: ya, aku ikut pengajian dan selama ini
perlakuan saya terhadap Abang salah, saya minta maaf. Mendengar istrinya
ikut pengajian, lalu bertanya siapa gurunya? Namun istrinya belum
bersedia memberitahukannya. Sang suami senang dengan perubahan sikap
istrinya dan selalu mendorong serta mengingatkan hari-waktu pengajian,
bahkan mau mengasuh anak-anaknya yang masih kecil agar istrinya bisa
ikut pengajian. Penampilan suaminya di kantor pun lebih segar, ceria dan
bekerja lebih baik.
Banyak diakui oleh kaum pria bahwa keberhasilan hidupnya karena peran
para wanita disekitarnya. Dibalik kaum pria yang HEBAT ada wanita di
belakangnya yang HEBAT. Wanita itu adalah ISTRI, IBU dan ANAK WANITANYA.
2. WANITA SEBAGAI IBU
Ibu adalah sebutan wanita yang melahirkan, wanita yang sudah tua usianya atau wanita yang membimbing/mengasuh anak. Keluarga dalam pengertian awam adalah orangtua yang terdiri ayah, ibu atau suami istri dengan/tanpa anak. Peran ibu sangat besar dalam mewujudkan kebahagiaan dan keutuhan keluarga. Dalam kehidupanpun masyarakat banyak menggunakan kata ibu, sebagai sesuatu yang memiliki peran yang besar, seperti kata ibu Pertiwi untuk menggambarkan tanah, air tempat berpijak hidup manusia, Ibu jari untuk bisa memuji seseorang, ibu kota sebagai pusat berbagai kegiatan, dan lain-lain. Pada sisi lain Ibu juga diangkat tinggi oleh Allah swt, misalnya: Ketika sahabat bertanya kepada Nabi mengenai kepada siapa dia harus berbuat baik. Pertanyaan itu dikemukakan 4 kali. Jawabanya 3 kali, berbuat baik kepada ibumu dan yang ke empat kepada ayahmu. Bentuk lain Sorga berada di bawah Telapak kaki Ibu, mengandung makna bahwa kalau mau sukses dunia maka tunduklah kepada Ibumu dan apabila mau sukses di akhirat tunduklah nasehat ibumu yang sholehah. Keridhoan seorang ibu menentukan kehidupan anak-anaknya. Banyak pengalaman rekan-rekan yang meraih sukses dalam kerja, usaha, kehidupan keluarga dan lainnya karena mereka menjaga, berbuat baik dan didoakan oleh ibu-ibu mereka. Satu hal lagi, Allah memberikan porsi warisan. laki-laki dan wanita 2 berbanding 1. Wanita konon pada dasarnya matrealistis, namun hanya mereka yang mampu mengelola diri sajalah yang mampu menurunkan kadar matrealistisnya sampai titik terendahnya. Walaupun diakui ada wanita-wanita yang memiliki tingkat matrealistisnya terendah, misal mereka siap nikah walaupun calon suaminya belum memiliki apapun termasuk pekerjaan, namun ia tahu calon suaminya bukan tipe pemalas atau menunggu pemberian orang lain. Dia serahkan rizkinya kepada Allah nanti setelah nikah dengan kerja keras bersama. Walaupun perannya besar, secara materi 1 bagian, namun balasannya akan Allah sempurnakan nanti di akhirat sebagaimana janji-Nya.
Ibu adalah sebutan wanita yang melahirkan, wanita yang sudah tua usianya atau wanita yang membimbing/mengasuh anak. Keluarga dalam pengertian awam adalah orangtua yang terdiri ayah, ibu atau suami istri dengan/tanpa anak. Peran ibu sangat besar dalam mewujudkan kebahagiaan dan keutuhan keluarga. Dalam kehidupanpun masyarakat banyak menggunakan kata ibu, sebagai sesuatu yang memiliki peran yang besar, seperti kata ibu Pertiwi untuk menggambarkan tanah, air tempat berpijak hidup manusia, Ibu jari untuk bisa memuji seseorang, ibu kota sebagai pusat berbagai kegiatan, dan lain-lain. Pada sisi lain Ibu juga diangkat tinggi oleh Allah swt, misalnya: Ketika sahabat bertanya kepada Nabi mengenai kepada siapa dia harus berbuat baik. Pertanyaan itu dikemukakan 4 kali. Jawabanya 3 kali, berbuat baik kepada ibumu dan yang ke empat kepada ayahmu. Bentuk lain Sorga berada di bawah Telapak kaki Ibu, mengandung makna bahwa kalau mau sukses dunia maka tunduklah kepada Ibumu dan apabila mau sukses di akhirat tunduklah nasehat ibumu yang sholehah. Keridhoan seorang ibu menentukan kehidupan anak-anaknya. Banyak pengalaman rekan-rekan yang meraih sukses dalam kerja, usaha, kehidupan keluarga dan lainnya karena mereka menjaga, berbuat baik dan didoakan oleh ibu-ibu mereka. Satu hal lagi, Allah memberikan porsi warisan. laki-laki dan wanita 2 berbanding 1. Wanita konon pada dasarnya matrealistis, namun hanya mereka yang mampu mengelola diri sajalah yang mampu menurunkan kadar matrealistisnya sampai titik terendahnya. Walaupun diakui ada wanita-wanita yang memiliki tingkat matrealistisnya terendah, misal mereka siap nikah walaupun calon suaminya belum memiliki apapun termasuk pekerjaan, namun ia tahu calon suaminya bukan tipe pemalas atau menunggu pemberian orang lain. Dia serahkan rizkinya kepada Allah nanti setelah nikah dengan kerja keras bersama. Walaupun perannya besar, secara materi 1 bagian, namun balasannya akan Allah sempurnakan nanti di akhirat sebagaimana janji-Nya.
Tugas ibu sebagai orangtua sangat berat dan Allah melatihnya sejak ia
mengadung seperti sakit, lemah, mual-mual, pusing atau berbagai
keinginan aneh. Kemudian harus membawa janinnya kemana saja ia pergi.
Latihan yang terberat adalah saat melahirkan, ia mempertaruhkan antara
hidup dan mati. Mati syahid ketika sang ibu melahirkan harus berakhir
dengan kematian. Ketika latihan berat ini bisa dilalui dengan baik, maka
tugas berikutnya juga berat karena bersifat fisik dan psikologis.
Tugas yang melibatkan fisik dan psikologis ini tidak lain adalah
tugas mendidiknya. Meskipun pada saat masih dalam kandungan juga sudah
berkewajiban mendidiknya, namun tidak seberat setelah lahir. Mendidik
anaknya setelah lahir membutuhkan waktu panjang, tenaga dan financial.
Tugas ini dapat dilalui dengan baik, apabila tugas dan peran yang
pertama ( sebagai istri) telah dilaksanakn dengan baik.
Tugas mendidik memang bukanlah tugas individu seorang ibu, namun
perlu disadari bahwa ibu memiliki peran yang sangat besar. Ibu adalah
guru pertama dan utama di rumah. Peran suami bersifat mengokohkan apa
yang telah dibentuk ibu. Peran Ibu lebih efektif karena ada ikatan anak
dan ibu yang kuat saat dikandungan. Untuk bekal atau pegangan orangtua
dalam mendidik anak-anaknya, berikut peringatan Dorothy Law Nolte dalam “
Children learn what they live” atau anak-anak Belajar dari
Kehidupannya:
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelai
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang,dan persahabat, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupannya.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelai
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang,dan persahabat, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupannya.
Tergambar dengan jelas bahwa perlakuan orangtua, khususnya ibu
menentukan protret karakter anak-anaknya. Oleh karena itu harus
dihindari adanya sikap yang berlawanan antara Ibu dan Ayah, karena
kemungkinan hasilnya lebih buruk lagi.
Disamping mendidik karakter, juga bekali anak-anak kita dengan mempertahankan dan mengembangkan kualitas iman; bekerja dengan baik ( disiplin/meghargai waktu); berjuang bekerjasama menegakkan kebenaran dan bekerjasama menyebarkan kesabaran ( QS. Al Asr: 1-4)
Berikut 10 WASIAT Seorang IBU kepada putrinya untuk dijadikan sebagai pegangan dalam menjalan peran baru sebagai istri:
1) Bertemanlah dengan sikap Qonaah ( menerima apa adanya)
2) Dengarkan dan taati apa-apa yang baik, saran-saran dan keluhannya
3) Perhatikan apa-apa yang disenangi dan apa-apa yang tidak disenanginya.
4) Jangan sampai memandang sesuatu yang buruk darimu dan mencium kecuali bau yang harum
5) Perhatikan waktu makannya, kebutuhannya, ibadahnya dan jaganlah ketenangan tidurnya
6) Perhatikan dan jagalah rumah dan harta
7) Peliharalah dirinya, kehormatannya, anak-anaknya dan silaturahim dengan keluarganya
8) Janganlah engkau menyebarkan rahasia dan mendurhakai perintah baiknya.
9) Janganlah engkau gembira bila ia sedang sedih dan janganlah bersedih bila ia sedang gembira
10) Tunjukkan penghormatan/penghargaanmu dan ketaatan yang sebesar-besarnya.
2) Dengarkan dan taati apa-apa yang baik, saran-saran dan keluhannya
3) Perhatikan apa-apa yang disenangi dan apa-apa yang tidak disenanginya.
4) Jangan sampai memandang sesuatu yang buruk darimu dan mencium kecuali bau yang harum
5) Perhatikan waktu makannya, kebutuhannya, ibadahnya dan jaganlah ketenangan tidurnya
6) Perhatikan dan jagalah rumah dan harta
7) Peliharalah dirinya, kehormatannya, anak-anaknya dan silaturahim dengan keluarganya
8) Janganlah engkau menyebarkan rahasia dan mendurhakai perintah baiknya.
9) Janganlah engkau gembira bila ia sedang sedih dan janganlah bersedih bila ia sedang gembira
10) Tunjukkan penghormatan/penghargaanmu dan ketaatan yang sebesar-besarnya.
3. WANITA SEBAGAI ANAK
Ketika belum menikah peran ini sudah sangat jelas, karena semua bentuk ketaatan kepada Ibunya tidak ada masalah. Pada saat menikah banyak yang belum muncul kesadaran bahwa sekarang ia telah menjadi anak dari 2 ibu dan 2 ayah, yakni Orangtua atau ibu dan ayah mertua atau ayah dan ibu dari suami. Terbukti perlakuan yang terbaik belum terlihat pada ayah dan ibu mertua. Ketika ayah dan ibu mertua berkunjung ke rumahnya diperlakukan lebih rendah dibanding ayah/ibunya sendiri. Terlebih ketika kondisi ayah/ibu mertua lebih rendah baik kedudukan /jabatan, kekayaan atau lainnya. Demikian juga ketika berkunjung ke orangtua, kunjungan ke orangtua sendiri lebih lama dan oleh-oleh yang banyak dibandingkan mertua. Padahal orangtua suami (mertua) lebih membutuhkannya, Sikap dan perlakuan yang seperti ini bukanlah cerminan dari wanita sholehah. Sikap dan perlakuan di atas dapat menyebabkan kerenggangan hubungan silaturahim keluarga suami. Kalau suami tidak mampu memperbaiki keadaan ini, memungkinlah terjadinya kerenggangan hubungan silaturahmi antar kedua keluarga. Perlakukan orantua suami sama dengan seperti orangtua sendiri, apapun keadaannya. Berilah bantuan atau pemberian lain sesuai dengan kebutuhan orangtua. Demikian juga dengan saudara-saudara suami.
Ketika belum menikah peran ini sudah sangat jelas, karena semua bentuk ketaatan kepada Ibunya tidak ada masalah. Pada saat menikah banyak yang belum muncul kesadaran bahwa sekarang ia telah menjadi anak dari 2 ibu dan 2 ayah, yakni Orangtua atau ibu dan ayah mertua atau ayah dan ibu dari suami. Terbukti perlakuan yang terbaik belum terlihat pada ayah dan ibu mertua. Ketika ayah dan ibu mertua berkunjung ke rumahnya diperlakukan lebih rendah dibanding ayah/ibunya sendiri. Terlebih ketika kondisi ayah/ibu mertua lebih rendah baik kedudukan /jabatan, kekayaan atau lainnya. Demikian juga ketika berkunjung ke orangtua, kunjungan ke orangtua sendiri lebih lama dan oleh-oleh yang banyak dibandingkan mertua. Padahal orangtua suami (mertua) lebih membutuhkannya, Sikap dan perlakuan yang seperti ini bukanlah cerminan dari wanita sholehah. Sikap dan perlakuan di atas dapat menyebabkan kerenggangan hubungan silaturahim keluarga suami. Kalau suami tidak mampu memperbaiki keadaan ini, memungkinlah terjadinya kerenggangan hubungan silaturahmi antar kedua keluarga. Perlakukan orantua suami sama dengan seperti orangtua sendiri, apapun keadaannya. Berilah bantuan atau pemberian lain sesuai dengan kebutuhan orangtua. Demikian juga dengan saudara-saudara suami.
4. WANITA SEBAGAI PEKERJA, PROFESIONAL ATAU PENGUSAHA
Sejalan perkambangan zaman, peran wanita semakin dibutuhkan tidak saja di lingkungan rumah tangga, tetapi di masyarakat. Banyak kaum wanita bekerja sebagai wanita karier atau Pengusaha. Mereka bekerja sebelum menikah dan dilanjutkan setelah nikah. Ada yang bekerja setelah menikah. Berbagai alasan kaum ibu bekerja di lembaga/kantor. Sebagian dalam rangka menunjang kehidupan keluarga, sebagian lagi karena tidak sanggup bekerja hanya seputar pekerjaan rumah tangga, keahliannya dibutuhkan masyarakat atau kemauan untuk berbisnis. Terlepas apapun alasannya, namun peran, fungsi dan tugas di atas (1) dan (2), tidak boleh diabaikan. Apabila suami-istri bekerja di luar rumah, ada 2 hal yang tidak boleh digantikan oleh siapapun, yatu melayani suami dan mendidik anak-anaknya di rumah:) Pekerjaan mencuci, menyetrika, merawat kebersihan/taman, (sebagian) memasak dan lainnya mungkin bisa dilimpahkan kepada pembantu atau jasa lain.
Sejalan perkambangan zaman, peran wanita semakin dibutuhkan tidak saja di lingkungan rumah tangga, tetapi di masyarakat. Banyak kaum wanita bekerja sebagai wanita karier atau Pengusaha. Mereka bekerja sebelum menikah dan dilanjutkan setelah nikah. Ada yang bekerja setelah menikah. Berbagai alasan kaum ibu bekerja di lembaga/kantor. Sebagian dalam rangka menunjang kehidupan keluarga, sebagian lagi karena tidak sanggup bekerja hanya seputar pekerjaan rumah tangga, keahliannya dibutuhkan masyarakat atau kemauan untuk berbisnis. Terlepas apapun alasannya, namun peran, fungsi dan tugas di atas (1) dan (2), tidak boleh diabaikan. Apabila suami-istri bekerja di luar rumah, ada 2 hal yang tidak boleh digantikan oleh siapapun, yatu melayani suami dan mendidik anak-anaknya di rumah:) Pekerjaan mencuci, menyetrika, merawat kebersihan/taman, (sebagian) memasak dan lainnya mungkin bisa dilimpahkan kepada pembantu atau jasa lain.
Jabatan yang lebih tinggi, gaji/penghasilan yang lebih besar,
keluarga/ saudara-saudara lebih kaya atau lainnya tidak boleh mengurangi
peran, fungsi/tugas, sikap dan perlakuan kepada suami.
Demikain juga ketika memiliki peran sebagai “ Public Figure” dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial/kemasyarakatan, politik atau lainnya. Peran besar di masyarakat dan kedudukan yang tinggi, jangan menjadikan turun sikap, perlakuan dan kewajibannya terhadap suami. Masalah lain yang sering terjadi adalah gaji dari istri hanya untuk keperluan, kesenangan istri sendiri. memang hal ini dibolehkan. Namun lebih baik berapapun hasil kerja istri, gabungkanlah dengan penghasilan suami untuk kebutuhan keluarga. Terlebih lagi bila penghasilan suami belum mencukupi kebutuhan keluarga. Bukankah istri kerja juga atas izin suami. Tanpa izin, tentu saja tidak ada gaji/penghasilan yang diterima. Kegiatan lain yang dilakukan oleh sebagian lainnya, adalah membuka usaha di rumah untuk menyokong kebutuhan hidup keluarganya.
0 komentar:
Posting Komentar