Berbaik Sangka Kepada Saudara Sesama Muslim
Allah Ta'ala berfirman.
"Artinya: Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian
tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain." [Al-Hujurat: 12]
Dalam ayat ini
terkandung perintah untuk menjauhi kebanyakan berprasangka, karena
sebagian tindakan berprasangka ada yang merupakan perbuatan dosa. Dalam
ayat ini juga terdapat larangan berbuat tajassus ialah mencari-cari
kesalahan-kesalahan atau kejelekan-kejelekan orang lain, yang biasanya
merupakan efek dari prasangka yang buruk.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya:
Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena
prasangka buruk adalah seduta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling
mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling
mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian
hamba-hamba Allah yang bersaudara" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari hadits
no. 6064 dan Muslim hadits no. 2563]
Amirul Mukminin Umar
bin Khathab berkata, "Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan
yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang
baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada
prasangka-prasangka yang baik"
Ibnu Katsir menyebutkan perkataan Umar di atas ketika menafsirkan sebuah ayat dalam surat Al-Hujurat.
Bakar
bin Abdullah Al-Muzani yang biografinya bisa kita dapatkan dalam kitab
Tahdzib At-Tahdzib berkata: "Hati-hatilah kalian terhadap perkataan
yang sekalipun benar kalian tidak diberi pahala, namun apabila kalian
salah kalian berdosa. Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk
terhadap saudaramu".
Disebutkan dalam kitab Al-Hilyah
karya Abu Nu'aim (II/285) bahwa Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi
berkata: "Apabila ada berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu
sukai, maka berusaha keraslah mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu
tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu
sendiri, "Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga
melakukan perbuatan tersebut".
Sufyan bin Husain berkata,
"Aku pernah menyebutkan kejelekan seseorang di hadapan Iyas bin
Mu'awiyyah. Beliaupun memandangi wajahku seraya berkata, "Apakah kamu
pernah ikut memerangi bangsa Romawi?" Aku menjawab, "Tidak". Beliau
bertanya lagi, "Kalau memerangi bangsa Sind, Hind (India) atau Turki?"
Aku juga menjawab, "Tidak". Beliau berkata, "Apakah layak, bangsa
Romawi, Sind, Hind dan Turki selemat dari kejelekanmu sementara
saudaramu yang muslim tidak selamat dari kejelekanmu?" Setelah kejadian
itu, aku tidak pernah mengulangi lagi berbuat seperti itu" [Lihat Kitab
Bidayah wa Nihayah karya Ibnu Katsir (XIII/121)]
Komentar
saya: "Alangkah baiknya jawaban dari Iyas bin Mu'awiyah yang terkenal
cerdas itu. Dan jawaban di atas salah satu contoh dari kecerdasan
beliau".
Abu Hatim bin Hibban Al-Busti bekata dalam kitab
Raudhah Al-'Uqala (hal.131), "Orang yang berakal wajib mencari
keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan
senantiasa sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri. Sesungguhnya
orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan
kejelekan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa
capai. Setiap kali dia melihat kejelekan yang ada pada dirinya, maka
dia akan merasa hina tatkala melihat kejelekan yang serupa ada pada
saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan
kejelekan orang lain dan melupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya
akan buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya
meninggalkan kejelekan dirinya".
Beliau juga berkata pad
hal.133, "Tajassus adalah cabang dari kemunafikan, sebagaimana
sebaliknya prasangka yang baik merupakan cabang dari keimanan. Orang
yang berakal akan berprasangka baik kepada saudaranya, dan tidak mau
membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan orang yang bodoh akan selalu
berprasangka buruk kepada saudaranya dan tidak segan-segan berbuat
jahat dan membuatnya menderita".
Oleh Syaikh Abdul Muhsin Bin Hamd Al-'Abbad Al-Badr
dikutip dari www.almanhaj.or.id
0 komentar:
Posting Komentar