Hukum Berbohong Dalam Islam
Bagaimana kalo kebohongan sudah dilakukan? Apa harus jujur lagi atau lupakan dan mulai jujur? Karna kebohongannya sudah berlalu kalau jujur akan menambah masalah..?
Kebohongan dan kepalsuan telah menjalar dan menjadi borok di segala
lapisan masyarakat. Bahkan di Amerika berdasarkan sebuah survey
terpercaya, didapatkan angka 91% dari warganya terbiasa berbohong. Sebagian umat
Islampun ada yang kecanduan dengan sikap tercela ini.
Allah Ta’ala telah menjadikan umat Islam bersih dalam kepercayaan,segala
perbuatan dan perkataannya. Kejujuran adalah barometer kebahagiaan suatu
bangsa. Tiada kunci kebahagiaan dan ketentraman haqiqi melainkan bersikap
jujur, baik jujur secara vertikal maupun horizontal.
Kejujuran merupakan nikmat Allah Ta’ala yang teragung setelah
nikmatIslam, sekaligus penopang utama bagi berlang-sungnya kehidupan
dankejayaan Islam. Sedangkan sifat bohong merupakan ujian terbesar jika menimpa
seseorang, karena kebohongan merupakan penyakit yangmenggerogoti dan
menghancurkan kejayaan Islam.
Dusta merupakan dosa dan aib besar, Allah Ta’ala berfirman:Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyaipengetahuan tentangnya.
[Al-Isra': 36]
Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata, Rasulullah
Shallallahu’Alaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada
kebaikan, sedangkan kebaikan menuntun menuju Surga. Sungguh seseorang yang
membiasakanjujur niscaya dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan
sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemungkaran, sedangkankemungkaran
menjerumuskan ke Neraka. Sungguh orang yang selaluberdusta akan dicatat sebagai
pendusta . [HR. Al-Bukhari dan Muslim ]
Bohong adalah perbuatan haram, karena membahayakan orang lain, tetapi dalam kondisi tertentu berubah hukumnya menjadi mubah bahkan wajib.
Para ulama menetapkan pembagian hukum dusta sesuai dengan limaka tegori
hukum syar’i, meskipun pada dasarnya hukum bohong adalah haram. Adapun
pembagiannya adalah sbb:
Haram, yaitu kebohongan yang tak berguna menurut kacamata syar’i.
Makruh, yakni dusta yang dipergunakan untuk memperbaiki kemelut rumah
tangga dan yang sejenisnya.
Sunnah, yaitu seperti kebohongan yang ditempuh untuk menakut-nakuti
musuh Islam dalam suatu peperangan, seperti pemberitaan [yang berlebihan]
tentang jumlah tentara dan perlengkapan kaum muslimin [agar pasukan musuh
gentar].
Wajib, yaitu seperti dusta yang dilakukan untuk menyelamatkanjiwa
seorang muslim atau hartanya dari kematian dan kebinasaan.
Mubah, misalnya yang dipergunakan untuk mendamaikan persengketaan di
tengah masyarakat.
Tetapi sebagian ulama berpendapat, semua bentuk dusta adalah buruk dan harus
dijauhi, sebab tidak sedikit ayat-ayat Al Qur’an yang mencelanya.
Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Dusta
Tipisnya rasa takut kepada Allah Ta’ala.
Usaha memutarbalikkan fakta dengan berbagai motifnya; baik untuk
melariskan barang dagangan, melipatganda-kan keuntungan atau yang lain.
Mencari perhatian, seperti ikut dalam seminar dan diskusi dengan
membawakan trik-trik dan kisah-kisah bohong menarik supaya para peserta
terpesona.
Tiadanya rasa tanggung jawab dan berusaha lari dari kenyataan hidup.
Kebiasaan berdusta sejak kecil, baik karena pengaruh kebiasaan orang
tua atau lingkungan tempat tinggalnya.
Merasa bangga dengan kebohong-annya, karena ia menganggap kebohongan
itu suatu kecerdikan, kecepatan daya nalar dan perbuatan baik.
Dusta dalam Kenyataan Sehari-hari yang Harus Dihindari
Ungkapan seseorang: Telah saya katakan kepadamu seribu kali,masa belum
paham juga. Ungkapan di atas tidak menunjukkan jumlah bilangannya, tetapi untuk
menguatkan maksud. Jika ia hanya mengatakannya sekali, maka ia telah berdusta.
Tetapi jika ia mengatakannya berkali-kali walaupun belum sampai hitungan
seribukali, maka ia tidak berdosa.
Contoh lain, seseorang berkata kepada temannya: Silakan dimakan, lalu
dijawab: Terimakasih, saya sudah kenyang atau saya tidak bernafsu.
Hal-hal semacam itu dilarang [haram] jika tidak mengandung tujuanyang
benar.
Ahli wira’i [orang-orang yang senantiasa memelihara dirinya dari unsur
haram] sangat membenci basa-basi semacam ini.
Berdusta dalam memberitakan mimpi, padahal dosanya besar sekali.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya di antara
kebohongan terbesar adalah seseorang yang mengaku [bernasab] kepada selain
bapaknya, atau bercerita tentang mimpi yang tak pernah ia lihat, serta
meriwayatkan atas RasulullahShallallahu ‘Alaihi Wasallam sesuatu yang tidak
pernah beliau katakan. [HR. Al Bukhari]
Mengelabuhi anak kecil dengan memanggilnya untuk diberi sesuatu, padahal
ia tidak memiliki apa-apa. Misalnya, seseorang berkata: Nak kemari, bantu bapak
ya, nanti bapak kasih duit, tetapi kemudian ia tidak memberinya apa-apa.
Menceritakan segala hal yang ia dengar. Cukuplah seseorang disebut
pendusta, jika ia menceritakan segala hal yang ia dengar. [HR. Muslim]
Padahal sangat mungkin terjadi kekeliruan dalam pemberitaannya, karena
ia tidak mengecek terlebih dahulu, tapi biasanya ia berdalih: Ini berdasarkan
yang saya dengar.
Bagaimana jika berita itu tentang tuduhan zina Apa ia
tetap menyebarluaskannya tanpa bukti yang nyata Adakah di antara kita rela
didakwa zina semacam ini
Berkata atau bercerita bohong yang lucu, agar massa pendengarnya
tertawa. Neraka Wail [kehancuran] bagi orang yang berbicara kemudian berdusta
supaya pendengarnya tertawa. Wail baginya, sungguh Wail sangat pantas baginya.
[HR. Bazzar]
Terapi Penyembuhan Penyakit Tercela Ini
Jika Anda ingin mengerti keburukan sifat dusta dari dirimu sendiri,maka
perhatikan kebohongan orang lain, niscaya Anda membencinya,merendahkan dan
mengecamnya. Setiap muslim wajib memperbaharui taubat dirinya dari segala dosa
dan kesalahan. Demikian pula ia wajib mencari dan memelihara berbagai macam
sebab yang bisa membantunya dalam meninggalkan dan menjauhi sifat yang tidak
terpuji ini.
Di antara sebab-sebab tersebut adalah:
Pengetahuan sang pelaku tentang keharaman dusta, siksanya yang berat
dan selalu mengingat dalam setiap hendak berbicara.
Membiasakan diri dalam memikul tanggung jawab dalam segala halyang
benar dan berbicara jujur, apapun resikonya.
Memelihara kata-katanya dan senantiasa mengoreksinya.
Mengubah tempat-tempat membual menjadi tempat-tempat ibadah,dzikir dan
mempelajari ilmu.
Hendaknya para pembual tahu, mereka telah menyandang salah satusifat
orang-orang munafik karena dustanya.
Hendaknya mereka juga memahami, dusta merupakan jalan menujukemungkaran
yang nantinya bermuara di Neraka, sedangkan jujurmenuntun pelakunya ke Surga.
Hendaknya ia mendidik anak-anaknya secara Islami dan benar,mambiasakan
mereka selalu jujur di setiap ucapan dan tindakannyaserta senantiasa jujur di
hadapan mereka.
Hendaknya ia mengerti, kepercayaan relasinya akan berkurangkarena
kebohongan-kebohongannya, bahkan bisa luntur sama sekali.
Hendaknya ia memahami, kebohongannya itu sangat membahayakan orang lain.
Akhirnya hanya kepada Allah Ta’ala kita memohon agar kita dijauhkandari
sifat tercela ini, sehingga kita termasuk golongan hamba-hambaNyayang selalu
bersikap jujur dalam segala situasi dan kondisi.
Amien
0 komentar:
Posting Komentar