Jumat, 14 Maret 2014

Orang yang Shalih


Tanda orang yang taat kepadaNya

Pengertian orang yang shalih adalah orang yang ta’at dan sungguh sungguh menjalankan agama Allah. Kata shalih merupakan sebutan atau istilah bagi orang yang senantiasa patuh melaksanakan dan memelihara ajaran agama Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Indikator atau ciri-ciri atau tanda-tanda orang yang shalih, orang yang taat kepada Allah dan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah adalah orang tersebut minimal berhasil menjadi sholeh atau sholihin.

Jika seseorang mengaku mengikuti Salafush Sholeh, taat kepada Allah, menjalankan sunnah-sunnah Rasulullah namun tidak sampai menjadikannya minimal muslim yang sholeh maka sia-sialah amal ibadahnya di dunia yang tidak menolongnya di akhirat kelakSholatnya cuma sampai di sajadah, sedekahnya cuma sampai ke tangan penerima, hajinya cuma sampai di Mekah, kurbannya cuma sampai di mulut yang memakan, jenggotnya menutupi mata hatinya.

Mereka dapat terjerumus menjadi kaum munafik karena tidak sesuai antara pengakuan dengan perilaku. Kita sudah paham bahwa kaum munafik akan bertempat di neraka yang paling dasar.

Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka“. QS An Nisaa [4]:145)

Oleh karenanya ketika Khalid bin Walīd ra bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tentang orang-orang seperti Dzul Khuwaisarah at Tamimi an Najdi  dengan pertanyaan

Wahai Rasulullah, orang ini memiliki semua bekas dari ibadah-ibadah sunnahnya: matanya merah karena banyak menangis, wajahnya memiliki dua garis di atas pipinya bekas airmata yang selalu mengalir, kakinya bengkak karena lama berdiri sepanjang malam (tahajjud) dan janggut mereka pun lebat

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab : camkan makna ayat ini : qul in’kuntum tuhib’būnallāh fattabi’unī – Katakanlah: “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

Khalid bin Walid bertanya, “Bagaimana caranya ya Rasulullah ? ”

Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Jadilah orang yang ramah seperti aku, bersikaplah penuh kasih, cintai orang-orang miskin dan papa, bersikaplah lemah-lembut, penuh perhatian dan cintai saudara-saudaramu dan jadilah pelindung bagi mereka.”

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menegaskan bahwa ketaatan yang dilakukan oleh orang-orang seperti Dzul Khuwaisarah at Tamimi an Najdi  tidaklah cukup jika tidak menimbulkan ke-sholeh-an  seperti bersikap ramah, penuh kasih, mencintai orang-orang miskin dan papa, lemah lembut penuh perhatian dan mencintai saudara muslim dan menjadi pelindung bagi mereka.

Indikator atau ciri-ciri atau tanda-tanda orang yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah adalah

1. Bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim
2. Bersikap keras (tegas / berpendirian) terhadap orang-orang kafir
3. Berjihad di jalan Allah, bergembira dalam menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya
4. Tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela

Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Ma’iadah [5]:54)

Yang dimaksud “orang yang murtad dari agamanya” adalah orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi yang karena kesalahpahamannya atau pemahamannya telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham)  sehingga suka bersikap keras kepada kaum muslim bahkan dapat membunuh kaum muslim dan membiarkan penyembah berhala. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menetapkan mereka telah keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya“.  (HR Muslim 1762)

Yang dimaksud dengan “membiarkan para penyembah berhala” adalah “membiarkan” kaum YahudiKaum Yahudi yang sekarang dikenal sebagai kaum Zionis Yahudi atau disebut juga dengan freemason, iluminati, lucifier yakni kaum yang meneruskan keyakinan pagan (paganisme) atau penyembah berhalaAllah ta’ala berfirman yang artinya, 

Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah). Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS Al Baqarah [2]:101-102)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya “Demi Allah, yang diriku ada dalam genggaman tanganNya, tidaklah mendengar dari hal aku ini seseorangpun dari ummat sekarang ini, Yahudi, dan tidak pula Nasrani, kemudian tidak mereka mau beriman kepadaku, melainkan masuklah dia ke dalam neraka.

Kaum Yahudi atau yang dikenal sekarang dengan kaum Zionis Yahudi , Allah ta’ala menyampaikan dalam firmanNya yang arti “yaitu orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka yang dijadikan kera dan babi.” (QS al-Ma’idah [5]:60)

Kaum Nasrani, Allah ta’ala menyampaikan dalam firmanNya yang arti “Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (QS al-Ma’idah: [5]:77)

Hadits yang diriwayatkan Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya dari Adi bin Hatim. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tentang orang-orang yang dimurkai“, beliau bersabda, ‘Kaum Yahudi.’ Saya bertanya tentang orang-orang yang sesat, beliau bersabda, “Kaum Nasrani.“

Hamad bin Salamah meriwayatkan dari Adi bin Hatim, dia berkata, “Saya bertanya kepada RasulullahShallallahu alaihi wasallam ihwal ‘bukan jalannya orang-orang yang dimurkai’. Beliau bersabda, “Yaitu kaum Yahudi.’ Dan bertanya ihwal ‘bukan pula jalannya orang-orang yang sesat’. “Beliau bersabda, ‘Kaum Nasrani adalah orang-orang yang sesat.’

Ciri-ciri lain dari orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi adalah

1. Suka mencela dan mengkafirkan kaum muslim
2. Merasa paling benar dalam beribadah.
3. Berburuk sangka kepada kaum muslim
4. Sangat keras kepada kaum muslim bahkan membunuh kaum muslim namun lemah lembut kepada kaum Yahudi. Mereka kelak bergabung dengan Dajjal bersama Yahudi yang telah memfitnah atau menyesatkan kaum Nasrani.

Rasulullah masuk ke kamarku dalam keadaan aku sedang menangis. Beliau berkata kepadaku: ‘Apa yang membuatmu menangis?’ Aku menjawab: ‘Saya mengingat perkara Dajjal maka aku pun menangis.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Jika dia keluar sedang aku masih berada di antara kalian niscaya aku akan mencukupi kalian. Jika dia keluar setelah aku mati maka ketahuilah Rabb kalian tidak buta sebelah. Dajjal keluar bersama orang-orang Yahudi Ashbahan hingga datang ke Madinah dan berhenti di salah satu sudut Madinah. Madinah ketika itu memiliki tujuh pintu tiap celah ada dua malaikat yang berjaga. maka keluarlah orang-orang jahat dari Madinah mendatangi Dajjal.”

Dajjal tidak dapat melampaui Madinah namun orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi akan keluar dari Madinah menemui DajjalOleh karenanya orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi yang merupakan korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi akan selalu membela, bekerjasama dan mentaati kaum Zionis YahudiAllah Azza wa Jalla telah berfirman yang artinya,

Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)

Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119)

Kita harus terus meningkatkan kewaspadaan terhadap upaya ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi sehingga suatu zaman yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Abdurrahman dari Suhail dari ayahnya dari Abu Hurairah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: 

“Kiamat tidak terjadi hingga kaum muslimin memerangi Yahudi lalu kaum muslimin membunuh mereka hingga orang Yahudi bersembunyi dibalik batu dan pohon, batu atau pohon berkata, ‘Hai Muslim, hai hamba Allah, ini orang Yahudi dibelakangku, kemarilah, bunuhlah dia, ‘ kecuali pohon gharqad, ia adalah pohon Yahudi’.”
Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang telah dikaruniai nikmat oleh Allah Azza wa Jalla sehingga berkumpul dengan Rasulullah, para Nabi, para Shiddiqin, para Syuhada

Firman Allah ta’ala yang artinya,

…Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki…” (QS An-Nuur:21)

Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.” (QS Shaad [38]:46-47)
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu” (QS Al Hujuraat [49]:13)

Tunjukilah kami jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka” (QS Al Fatihah [1]:6-7)

Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69)

Muslim yang terbaik bukan nabi yang mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah sehingga meraih maqom (derajat) disisiNya dan menjadi kekasih Allah (wali Allah) adalah shiddiqin, muslim yang membenarkan dan menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifat. Bermacam-macam tingkatan shiddiqin.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “sesungguhnya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala“ Seorang dari sahabatnya berkata, “siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka“. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab dengan sabdanya: “Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita”. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, 

“Sesungguhnya diantara hamba-hambaku itu ada manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatkan maqam mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.” Seorang laki-laki bertanya : “siapa mereka itu dan apa amalan mereka?”mudah-mudahan kami menyukainya“. Nabi bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi karena Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia,” 

kemudian beliau membaca ayat : ” Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS Yunus [10]:62)

Muslim yang menyaksikan Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifat adalah muslim yang selalu meyakini kehadiranNya, selalu sadar dan ingat kepadaNya.

Imam Qusyairi mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)

Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata: “Seutama-utama iman seseorang, jika ia telah mengetahui (menyaksikan) bahwa Allah selalu bersamanya, di mana pun ia berada

Rasulullah shallallahu alaihi wasallm bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حَفْصٌ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ رَآهُ بِقَلْبِ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Hafsh dari Abdul Malik dari ‘Atha’ dari Ibnu Abbas dia berkata, “Beliau telah melihat dengan mata hatinya.” (HR Muslim 257)

Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”

Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”

“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.

Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”

Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. “Bagaimana anda melihat-Nya?” dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”

Munajat Syaikh Ibnu Athoillah, “Ya Tuhan, yang berada di balik tirai kemuliaanNya, sehingga tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam kesempurnaan, keindahan dan keagunganNya, sehingga nyatalah bukti kebesaranNya dalam hati dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembunyi padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah Allah yang memberikan petunjuk dan kepadaNya kami mohon pertolongan“

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaikan, “mereka yang sadar diri senantiasa memandang Allah Azza wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadilah keteguhan yang satu yang mengugurkan hijab-hijab antara diri mereka dengan DiriNya. Semua bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-sendi putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar sempurnalah semua perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa Jalla secara total dan senantiasa terus demikian dalam menjalani ujian di RumahNya”.

Jika belum dapat melihat Allah dengan hati (ain bashiroh) atau bermakrifat maka yakinlah bahwa Allah Azza wa Jalla melihat kita.

Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya (bermakrifat), maka jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)

Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS Al Faathir [35]:28)

Muslim yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu memandang Allah dengan hatinya (ain bashiroh), setiap akan bersikap atau berbuat sehingga mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindari perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji dan mungkar sehingga terbentuklah muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang sholeh


Wassalam

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution