Kisah Indah Abu Hurairah
Waktu kecil Abdusy Syams (hamba Matahari) sangat sayang kepada
seekor anak kucing betina, yang dalam bahasa Arab disebut Hurairah.
Sejak itu, dia dikenal dengan panggilan Abu Hurairah.
Setelah masuk Islam, Rasulullah SAW lebih suka memanggilnya Abu Hirr
sebagai panggilan akrab, dan dia lebih suka panggilan itu. Abu Hirr
artinya penyayang kucing jantan.
Namun, Rasulullah SAW kemudian mengganti namanya menjadi Abdur Rahman (hamba Allah yang Mahapenyayang).
Abu Hurairah RA berasal dari suku Daus dan dia masuk Islam melalui
Thu f ail bin ‘Amir ad-Dausy, salah seorang pe mimpin suku tersebut.
Setelah masuk Islam, pemuda Ad-Dausy ini pergi ke Madinah menemui
Nabi dan berkhidmat untuk Rasulullah sepenuh hati. Dia tinggal bersama
ahli shuffah di beranda Masjid Nabawi. Tiap waktu dia bisa shalat di
belakang Nabi dan mendengarkan pelajaran berharga dari Nabi.
Abu Hurairah punya ibu yang sudah tua dan sangat disayanginya. Dia
ingin ibunya memeluk Islam, tapi menolak bahkan mencela Rasulullah SAW.
Abu Hurairah sangat sedih. Dia pergi menemui Rasulullah sambil menangis.
“Mengapa engkau menangis, wahai Abu Hirra?” sapa Nabi. Abu Hurairah
menjelaskan apa yang menyebabkan hatinya galau, sambil meminta Rasul
mendoakan ibunya. Lalu Nabi berdoa agar ibu Abu Hurairah terbuka
hatinya untuk menerima Islam.
Suatu hari Abu Hurairah menemui ibunya. Sebelum membuka pintu dia
mendengar suara gemericik air, kemudian terdengar suara ibunya. “Tunggu
di tempatmu, Nak!”
Setelah dipersilakan masuk, Abu Hurairah kaget tatkala ibunya
langsung menyambut dengan ucapan dua kalimat syahadat. Alangkah
bahagianya Abu Hurairah, keinginannya tercapai. Segera dia kembali
menemui Rasulullah. “Dulu aku menangis karena sedih, sekarang aku
menangis karena gembira.”
Abu Hurairah sangat menyayangi ibunya, terlebih setelah ibunya masuk
Islam. Dia selalu hormat dan berbakti kepada ibunya. Setiap akan pergi
meninggalkan rumah dia berdiri lebih dahulu di depan pintu kamar ibunya
mengucapkan salam, “Assalamu ‘alaiki wa rahmatullah wa barakatuh, ya
ummah!”
Ibunya menjawab dengan lembut, “Wa ‘alaikas salam wa rahmatullahi wa barakatuh, ya bunayya.”
Kemudian, Abu Hurairah mendoakan ibunya, “Rahimakillahu kama rabbay
tini shaghira” (semoga Allah mengasihi ibu sebagaimana ibu merawatku
waktu kecil).”
Ibunya membalas doa putranya dengan doa yang tidak kalah indahnya,
“Wa rahimakallahu kama barartani kabira” (semoga Allah mengasihimu
sebagaimana engkau berbuat baik kepadaku setelah engkau dewasa).
Abu Hurairah aktif mengajak orang lain agar memuliakan dan berbuat
baik dan menyayangi kedua orang tua. Suatu hari dia melihat dua orang
berjalan bersama, yang satu lebih tua dari lainnya. Abu Hurairah
bertanya kepada yang muda, siapa orang tua ini? “Bapakku,” jawab anak
muda itu.
Lalu Abu Hurairah menasihatinya. “Janganlah engkau memanggilnya
dengan menyebut namanya. Jangan berjalan di hadapannya. Dan jangan
duduk sebelum dia duduk lebih dahulu.” Begitulah, sisi lain Abu
Hurairah, yang sangat sayang kepada ibunya dan hormat kepada yang lebih
tua.
0 komentar:
Posting Komentar