Kamis, 29 Oktober 2015

Wujud Ikhlas Dalam Bekerja

Belajar Ikhlas di Tempat Kerja

Saya ingin awali dengan dua kisah nyata di tempat kerja.

Cerita pertama : 
Seorang karyawan mengadu dan mengeluh karena apa yang dikerjakannya disepelekan oleh atasannya. Padahal menurut dia, itu sudah sangat bagus. Bahkan banyak orang yang memuji hasil kerjanya. Tapi bagi atasannya itu biasa biasa saja. Siapapun bisa melakukannya. Hanya kerjaan yang mudah dan ringan.


Cerita kedua : 
Seorang karyawan sangat ingin menunjukkan prestasi ke atasannya karena selama ini atasannya juga merasa kinerjanya belum bagus. Sampai akhirnya apa yang diharapkan oleh atasannya dia bisa capai. Dia pun berharap pujian dari atasannya, tapi ternyata bukan pujian yang diperoleh. Atasannya mengatakan bahwa itu biasa biasa saja. Alangkah kecewanya dia dengan kenyataan ini.

Mungkin kita pernah mengalami hal seperti itu. apakah wajar jika kita kecewa? Sebagai manusia, wajar saja kecewa. Tapi jangan kelamaan atau sampai berhenti bekerja sebaik mungkin. Pada saat Anda menurunkan kinerja karena kecewa maka yang rugi adalah diri sendiri, selain tentu merugikan perusahaan.

Menghadapi hal seperti ini harus berawal dari mind set atau paradigma tentang bekerja. Apa sebenarnya yang dicari dalam bekerja? Apakah mencari pujian atau ada hal lain yang dicari? Semua ini terkait dengan motivasi. Memang motivasi manusia bertingkat-tingkat. 

Level paling rendah yaitu physical motivation, manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan fisiknya berupa sandang, pangan dan papan. Ini tidak jauh berbeda dengan makhluk hidup lain sehingga Buya Hamka mengatakan “jika manusia bekerja untuk bertahan hidup maka monyet juga bekerja untuk bertahan hidup”. Oleh karena itu manusia tidak boleh berhenti hanya sampai di level ini.

Tingkatan kedua yaitu social emotional motivation atau motivasi sosial emosional berupa perasaan atau emosi, pengakuan atau eksistensi diri di dalam komunitas atau pergaulan. Inilah ciri khas manusia yang membedakannya dengan hewan. Dia membutuhkan pujian dan penghargaan untuk membangun positive feeling sehingga motivasinya naik. Masalah di level ini, jika tidak mendapat pujian atau penghargaan maka muncul negative feeling sehingga motivasi turun dan kinerja pun turun.

Agar masalah di level kedua dapat diatasi maka harus naik 

ke level ketiga yaitu self development motivation. Maksudnya, manusia membutuhkan pengembangan diri khususnya di aspek intelektual, profesionalitas dan kompetensi sehingga semakin kompeten dalam bekerja. Selain itu manusia juga membutuhkan pengembangan kedewasaan berupa kematangan dan stabilitas emosi sehingga semakin bijaksana dalam kehidupan. Untuk mencapai ini semua manusia butuh masalah, ujian dan tantangan yang menjadi ‘api’ yang membuatnya semakin matang. Jika ingin tumbuh dan berkembang masalah, ujian dan tantangan harus dihadapi, dihayati dan dinikmati.

Manusia juga makhluk spiritual sehingga butuh pengembangan diri pada aspek spiritualitasnya. Tentu ini terkait dengan hubungan manusia dengan penciptanya yaitu Allah. Prinsipnya segala relasi kita dengan manusia sebagai pihak kedua ternyata ada pihak ketiga yaitu Allah. Dan pada akhirnya urusan kita adalah dengan Allah sebagai Pencipta manusia. Tujuan Allah menciptakan kita yaitu untuk beribadah. Wujud konkritnya dengan menjadi khalifah, pemimpin, pengelola dan pemakmur bumi yang memberi manfaat sebesar-besarnya kepada diri sendiri (personal), orang lain (people) dan alam (planet). Ini manifestasi dari kekhalifahan manusia yang rahmatan lil alamin.

Pada akhirnya manusia bertanggung jawab kepada Allah yang menciptakannya. Dalam bekerja pun demikian. Jika memang ada komentar atau penilaian dari orang lain yang kurang sesuai dengan harapan, mohon diterima dengan lapang dada. Bagaimana caranya? Tawakkal atau pasrah kepada Allah sebagai penilai terakhir. Harapan kita akhirnya hanya kepada Allah yang menciptakan kita. Kita berharap ridha-Nya dengan segala yang kita kerjakan. Jika pun penilaian manusia belum sesuai harapan, semoga  Allah menilai kita sudah berusaha sebaik-baiknya. Semoga Allah ridha dengan segala amalan kita. Bukankah memang bekerja itu harapannya hanya kepada Allah sebagaimana firman-Nya :

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.   (Q.S. Alam Nasyrah : 7-8)


Itulah wujud ikhlas dalam bekerja semata-mata hanya kepada Allah. Kepada-Nya tempat bergantung segala sesuatu. Sebagaimana do’a ifititah yang selalu kita baca saat shalat yaitu “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku  hanya semata-mata untuk Allah”. Kita ucapkan minimal 5 kali sehari harapannya menjadi pengingat dan terinternalisasi dalam jiwa.




0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution