Belajar Ikhlas di Tempat Kerja
Saya ingin awali dengan dua kisah nyata di tempat kerja.
Cerita pertama :
Seorang karyawan mengadu dan mengeluh karena apa yang
dikerjakannya disepelekan oleh atasannya. Padahal menurut dia, itu sudah
sangat bagus. Bahkan banyak orang yang memuji hasil kerjanya. Tapi bagi
atasannya itu biasa biasa saja. Siapapun bisa melakukannya. Hanya
kerjaan yang mudah dan ringan.
Cerita kedua :
Seorang karyawan sangat ingin menunjukkan prestasi ke
atasannya karena selama ini atasannya juga merasa kinerjanya belum
bagus. Sampai akhirnya apa yang diharapkan oleh atasannya dia bisa
capai. Dia pun berharap pujian dari atasannya, tapi ternyata bukan
pujian yang diperoleh. Atasannya mengatakan bahwa itu biasa biasa saja.
Alangkah kecewanya dia dengan kenyataan ini.
Mungkin kita pernah mengalami hal seperti itu. apakah wajar jika kita
kecewa? Sebagai manusia, wajar saja kecewa. Tapi jangan kelamaan atau
sampai berhenti bekerja sebaik mungkin. Pada saat Anda menurunkan
kinerja karena kecewa maka yang rugi adalah diri sendiri, selain tentu
merugikan perusahaan.
Menghadapi hal seperti ini harus berawal dari mind set atau paradigma
tentang bekerja. Apa sebenarnya yang dicari dalam bekerja? Apakah
mencari pujian atau ada hal lain yang dicari? Semua ini terkait dengan
motivasi. Memang motivasi manusia bertingkat-tingkat.
Level paling
rendah yaitu physical motivation, manusia bekerja untuk memenuhi
kebutuhan fisiknya berupa sandang, pangan dan papan. Ini tidak jauh
berbeda dengan makhluk hidup lain sehingga Buya Hamka mengatakan “jika
manusia bekerja untuk bertahan hidup maka monyet juga bekerja untuk
bertahan hidup”. Oleh karena itu manusia tidak boleh berhenti hanya
sampai di level ini.
Tingkatan kedua yaitu social emotional motivation atau motivasi
sosial emosional berupa perasaan atau emosi, pengakuan atau eksistensi
diri di dalam komunitas atau pergaulan. Inilah ciri khas manusia yang
membedakannya dengan hewan. Dia membutuhkan pujian dan penghargaan untuk
membangun positive feeling sehingga motivasinya naik. Masalah di level
ini, jika tidak mendapat pujian atau penghargaan maka muncul negative
feeling sehingga motivasi turun dan kinerja pun turun.
Agar masalah di level kedua dapat diatasi maka harus naik
ke level
ketiga yaitu self development motivation. Maksudnya, manusia membutuhkan
pengembangan diri khususnya di aspek intelektual, profesionalitas dan
kompetensi sehingga semakin kompeten dalam bekerja. Selain itu manusia
juga membutuhkan pengembangan kedewasaan berupa kematangan dan
stabilitas emosi sehingga semakin bijaksana dalam kehidupan. Untuk
mencapai ini semua manusia butuh masalah, ujian dan tantangan yang
menjadi ‘api’ yang membuatnya semakin matang. Jika ingin tumbuh dan
berkembang masalah, ujian dan tantangan harus dihadapi, dihayati dan
dinikmati.
Manusia juga makhluk spiritual sehingga butuh pengembangan diri pada aspek spiritualitasnya. Tentu ini terkait dengan hubungan manusia dengan penciptanya yaitu Allah. Prinsipnya segala relasi kita dengan manusia sebagai pihak kedua ternyata ada pihak ketiga yaitu Allah. Dan pada akhirnya urusan kita adalah dengan Allah sebagai Pencipta manusia. Tujuan Allah menciptakan kita yaitu untuk beribadah. Wujud konkritnya dengan menjadi khalifah, pemimpin, pengelola dan pemakmur bumi yang memberi manfaat sebesar-besarnya kepada diri sendiri (personal), orang lain (people) dan alam (planet). Ini manifestasi dari kekhalifahan manusia yang rahmatan lil alamin.
Pada akhirnya manusia bertanggung jawab
kepada Allah yang menciptakannya. Dalam bekerja pun demikian. Jika
memang ada komentar atau penilaian dari orang lain yang kurang sesuai
dengan harapan, mohon diterima dengan lapang dada. Bagaimana caranya?
Tawakkal atau pasrah kepada Allah sebagai penilai terakhir. Harapan kita
akhirnya hanya kepada Allah yang menciptakan kita. Kita berharap
ridha-Nya dengan segala yang kita kerjakan. Jika pun penilaian manusia
belum sesuai harapan, semoga Allah menilai kita sudah berusaha
sebaik-baiknya. Semoga Allah ridha dengan segala amalan kita. Bukankah
memang bekerja itu harapannya hanya kepada Allah sebagaimana firman-Nya :
Maka apabila kamu telah selesai (dari
sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,
dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Q.S. Alam
Nasyrah : 7-8)
Itulah wujud ikhlas dalam bekerja
semata-mata hanya kepada Allah. Kepada-Nya tempat bergantung segala
sesuatu. Sebagaimana do’a ifititah yang selalu kita baca saat shalat
yaitu “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya
semata-mata untuk Allah”. Kita ucapkan minimal 5 kali sehari harapannya
menjadi pengingat dan terinternalisasi dalam jiwa.
0 komentar:
Posting Komentar