Kamis, 19 September 2013

Hilangnya Kejujuran Dari Kehidupan

Kejujuran yang Hilang Dari Kehidupan Manusia

Bismillah...
"Hendaklah kamu berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan membawa ke surga. Dan orang yang bersifat jujur dan menjaga kejujuran maka ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Jauhilah kebohongan, karena sesungguhnya kebohongan membawa kepada kefasikan, dan kefasikan membawa ke neraka. Tidaklah seseorang berbohong dan mencari-cari kebohongan, melainkan ia ditulis di sisi Allah sebagai seorang pembohong." (H.R. Bukhari dan Muslim).



Pesan Rasulullah di atas menegaskan betapa pentingnya kejujuran. Kejujuran merupakan mutiara yang senantiasa memancarkan cahaya kebenaran di setiap ruang dan waktu. Setiap orang yang menghiasi dirinya dengan kejujuran pasti akan terlihat indah dan menawan. Tatkala kejujuran telah tertanam dalam diri seseorang dan terimplementasi dalam kehidupan, maka terciptalah masyarakat yang aman, damai, dan penuh ampunan-Nya.

 
Kejujuran akan melahirkan ketenangan. Di tempat lain Rasulullah pun berpesan, "Maka sesungguhnya kejujuran adalah ketenangan dan kebohongan adalah keraguan..." (H.R. At Tirmidzi). Orang yang selalu jujur akan selalu tenang, sebab ia selalu membawa kebenaran. Sebaliknya, para pembohong selalu membawa kebusukan, dan kebusukan itu selalu membawa kegelisahan. Ia akan selalu dihantui dengan kebohongannya karena takut terbongkar. Bayangkan jika seorang pembohong ini menjadi seorang pemimpin, tentu ia tidak akan sempat mengurus rakyatnya, karena ia sibuk menyembunyikan kebusukan dalam dirinya. 
Agaknya, inilah penyebab utama permasalahan bangsa ini. Kejujuran sudah tidak menjadi tradisi lagi di kalangan pemimpin dan rakyatnya. Kejujuran seakan barang langka untuk ditemui, melebihi langkanya harta karun. 
Ketidakjujuran juga telah mewabah ke semua aspek kehidupan bangsa. Di mana-mana kita menyaksikan orang berbohong. Di kantor DPR, pengadilan, pasar, sekolah, kampus, bahkan di tempat ibadah pun ada yang berani berdusta untuk menutupi perilaku amoralnya. Kebohongan seakan menjadi benteng pembelaan diri dari kesalahan. 
Maraknya kasus korupsi yang sulit dicegah dan diberantas juga disebabkan hilangnya kejujuran. Kebohongan telah membuat setiap orang gelap mata terhadap harta yang bukan miliknya. Bahkan kebohongan telah membuat mereka tidak gentar dalam menghadapi proses hukum. Di samping itu, banyak juga para koruptor yang selamat dari jeratan hukum karena kebohongan, baik kebohongan yang dilakukan oleh diri mereka sendiri, maupun kebohongan yang dilakukan oleh hakim yang mengadilinya.
Lebih ironis lagi, kejujuran kini sulit ditemukan di sekolah dan madrasah yang seharusnya menjadi lembaga yang bertanggungjawab dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran. Lihat saja, misalnya kasus contek massal yang terungkap di sebuah sekolah dasar beberapa waktu lalu. Alif dan ibunya harus diusir dari kampung hanya karena tidak setuju dengan kecurangan yang diajarkan para gurunya di sekolah. Demi meluluskan semua muridnya, para guru mengambil jalan tengah untuk mempraktikkan contek massal itu dengan simulasi. Sudah tiga simulasi yang telah dilakukan oleh wali kelas Alif, sehingga masing-masing siswa sudah tahu perannya masing-masing dengan Alif sebagai pemasok bahan contekan, lalu ada yang menggandakan contekan itu dan ada yang mengedarkannya ke kelas lain. 
Di akhir zaman ini, kebenaran sudah dianggap asing, dan kebatilan sudah menjadi hal yang lumrah. Hal di atas adalah sedikit kisah kebohongan yang sudah terungkap, mungkin masih banyak lagi. Tetapi yang jelas, sakitnya negeri ini disbabkan oleh hilangnya kejujuran. Akibat dari kebohongan itu, pembangunan menjadi rapuh, ekonomi menjadi lumpuh, penegakkan hukum menjadi lemah, pendidikan tersumbat, angka kemiskinan meningkat dan pada akhirnya berpotensi untuk menghancurkan bangsa ini. 
Tatkala kejujuran telah hilang dan sulit ditemukan lagi, maka kebenaran dan keadilan akan semakin sulit dirasakan. Padahal pada saat seseorang menyembunyikan kebenaran dan memunculkan kepalsuan yang dibalut dengan retorika dan alat bukti semu, pada waktu bersamaan mereka telah kehilangan hatinya. Kebenaran tidak bisa ditutupi apapun, termasuk oleh hatinya sendiri. Cobalah bertanya dengan hati, maka jawabannya adalah kebenaran. Jadi, seseorang yang berbohong pada hakikatnya ia telah membohongi diri sendiri. 
Ketika kejujuran telah tertanam di dalam diri dan terimplementasi dalam kehidupan, Insya Allah keberkahan hidup akan diraih. Hanya dengan demikian, tatanan kehiupan manusia akan lebih baik dan bermakna dengan pondasi kebenaran yang sesungguhnya. Hal ini juga ditegaskan oleh Ibnu Katsir bahwa orang yang jujur akan selamat dari kebinasaan, serta Allah Swt. akan memberikan kelapangan dan jalan keluar dalam berbagai urusan. 
Allahu A'lam
Nuroddin
--------------------------------------
Disalin dari :
Buletin Bandung Agamis, Edisi No. 64/Vol V/26 Djumadil Tsani 1433 H (dengan beberapa perubahan yang tidak mengubah makna).

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution