Kejujuran yang Hilang Dari Kehidupan Manusia
Bismillah...
"Hendaklah kamu berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan
sesungguhnya kebaikan membawa ke surga. Dan orang yang bersifat jujur
dan menjaga kejujuran maka ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang
jujur. Jauhilah kebohongan, karena sesungguhnya kebohongan membawa
kepada kefasikan, dan kefasikan membawa ke neraka. Tidaklah seseorang
berbohong dan mencari-cari kebohongan, melainkan ia ditulis di sisi
Allah sebagai seorang pembohong." (H.R. Bukhari dan Muslim).
Pesan
Rasulullah di atas menegaskan betapa pentingnya kejujuran. Kejujuran
merupakan mutiara yang senantiasa memancarkan cahaya kebenaran di
setiap ruang dan waktu. Setiap orang yang menghiasi dirinya dengan
kejujuran pasti akan terlihat indah dan menawan. Tatkala kejujuran telah
tertanam dalam diri seseorang dan terimplementasi dalam kehidupan,
maka terciptalah masyarakat yang aman, damai, dan penuh ampunan-Nya.
Kejujuran akan melahirkan ketenangan. Di tempat lain Rasulullah pun berpesan, "Maka sesungguhnya kejujuran adalah ketenangan dan kebohongan adalah keraguan..." (H.R. At Tirmidzi).
Orang yang selalu jujur akan selalu tenang, sebab ia selalu membawa
kebenaran. Sebaliknya, para pembohong selalu membawa kebusukan, dan
kebusukan itu selalu membawa kegelisahan. Ia akan selalu dihantui dengan
kebohongannya karena takut terbongkar. Bayangkan jika seorang
pembohong ini menjadi seorang pemimpin, tentu ia tidak akan sempat
mengurus rakyatnya, karena ia sibuk menyembunyikan kebusukan dalam
dirinya.
Agaknya,
inilah penyebab utama permasalahan bangsa ini. Kejujuran sudah tidak
menjadi tradisi lagi di kalangan pemimpin dan rakyatnya. Kejujuran
seakan barang langka untuk ditemui, melebihi langkanya harta karun.
Ketidakjujuran
juga telah mewabah ke semua aspek kehidupan bangsa. Di mana-mana kita
menyaksikan orang berbohong. Di kantor DPR, pengadilan, pasar, sekolah,
kampus, bahkan di tempat ibadah pun ada yang berani berdusta untuk
menutupi perilaku amoralnya. Kebohongan seakan menjadi benteng
pembelaan diri dari kesalahan.
Maraknya
kasus korupsi yang sulit dicegah dan diberantas juga disebabkan
hilangnya kejujuran. Kebohongan telah membuat setiap orang gelap mata
terhadap harta yang bukan miliknya. Bahkan kebohongan telah membuat
mereka tidak gentar dalam menghadapi proses hukum. Di samping itu,
banyak juga para koruptor yang selamat dari jeratan hukum karena
kebohongan, baik kebohongan yang dilakukan oleh diri mereka sendiri,
maupun kebohongan yang dilakukan oleh hakim yang mengadilinya.
Lebih
ironis lagi, kejujuran kini sulit ditemukan di sekolah dan madrasah
yang seharusnya menjadi lembaga yang bertanggungjawab dalam menanamkan
nilai-nilai kejujuran. Lihat saja, misalnya kasus contek massal yang
terungkap di sebuah sekolah dasar beberapa waktu lalu. Alif dan ibunya
harus diusir dari kampung hanya karena tidak setuju dengan kecurangan
yang diajarkan para gurunya di sekolah. Demi meluluskan semua muridnya,
para guru mengambil jalan tengah untuk mempraktikkan contek massal itu
dengan simulasi. Sudah tiga simulasi yang telah dilakukan oleh wali
kelas Alif, sehingga masing-masing siswa sudah tahu perannya
masing-masing dengan Alif sebagai pemasok bahan contekan, lalu ada yang
menggandakan contekan itu dan ada yang mengedarkannya ke kelas lain.
Di
akhir zaman ini, kebenaran sudah dianggap asing, dan kebatilan sudah
menjadi hal yang lumrah. Hal di atas adalah sedikit kisah kebohongan
yang sudah terungkap, mungkin masih banyak lagi. Tetapi yang jelas,
sakitnya negeri ini disbabkan oleh hilangnya kejujuran. Akibat dari
kebohongan itu, pembangunan menjadi rapuh, ekonomi menjadi lumpuh,
penegakkan hukum menjadi lemah, pendidikan tersumbat, angka kemiskinan
meningkat dan pada akhirnya berpotensi untuk menghancurkan bangsa ini.
Tatkala
kejujuran telah hilang dan sulit ditemukan lagi, maka kebenaran dan
keadilan akan semakin sulit dirasakan. Padahal pada saat seseorang
menyembunyikan kebenaran dan memunculkan kepalsuan yang dibalut dengan
retorika dan alat bukti semu, pada waktu bersamaan mereka telah
kehilangan hatinya. Kebenaran tidak bisa ditutupi apapun, termasuk oleh
hatinya sendiri. Cobalah bertanya dengan hati, maka jawabannya adalah
kebenaran. Jadi, seseorang yang berbohong pada hakikatnya ia telah
membohongi diri sendiri.
Ketika
kejujuran telah tertanam di dalam diri dan terimplementasi dalam
kehidupan, Insya Allah keberkahan hidup akan diraih. Hanya dengan
demikian, tatanan kehiupan manusia akan lebih baik dan bermakna dengan
pondasi kebenaran yang sesungguhnya. Hal ini juga ditegaskan oleh Ibnu
Katsir bahwa orang yang jujur akan selamat dari kebinasaan, serta Allah
Swt. akan memberikan kelapangan dan jalan keluar dalam berbagai urusan.
Disalin dari :
Buletin Bandung Agamis, Edisi No. 64/Vol V/26 Djumadil Tsani 1433 H (dengan beberapa perubahan yang tidak mengubah makna).
0 komentar:
Posting Komentar