Benarkah Manusia Mahluk Sempurna
Asal usul manusia adalah berasal dari air dan tanah. Atau dengan kata
lain, jika seorang manusia ditinjau dari asal usulnya berarti ia
bersifat jasmaniyah. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling
indah, paling tinggi, paling mulia dan paling sempurna, dengan demikian
tidak ada makhluk lain di alam ini yang menyamai keberadaan manusia.
Kesempurnaan manusia sebagai makhluk Tuhan berpangkal dari manusia itu
sendiri yang memang sempurna dari segi fisik, mental, kemampuan dan
karya-karyanya.
Bisa jadi manusia dan binatang keduanya mempunyai indera yang sama
seperti mata, telinga dan lidah, namun yang menjadi tanda kemanusiaan
manusia adalah bahwa ia mampu berbicara untuk menjelaskan, mendengar
untuk menyadari dan mengerti, melihat untuk dapat membedakan dan
mendapatkan petunjuk. Jika kemampuan-kemampuan ini hilang dari manusia,
maka hilanglah kemanusiaannya dan derajatnya turun sama dengan
binatang.
Seorang manusia dan seekor burung sama-sama mempunyai mata, tetapi
mata manusia memiliki makna yang lebih luas, lebih kompleks dan lebih
komplit. Fungsi mata burung pada dasarnya hanya untuk melihat
benda-benda di sekitarnya dalam radius yang amat terbatas, tetapi mata
manusia selain untuk melihat benda-benda di sekitarnya, yang bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, juga mempunyai
fungsi-fungsi lain yang apabila dikombinasikan dengan usaha-usaha yang
maksimal akan menghasilkan karya yang luar biasa dalam bidang ilmu dan
teknologi.
Demikianlah, segala kelengkapan dan piranti manusia seperti panca
indera, otak, bahkan rambut, kulit dan kuku dan sebagainya yang melekat
pada diri manusia mempunyai makna yang jauh melebihi apa yang dimiliki
binatang. Belum lagi kelengkapan fungsi mental manusia dengan berbagai
kemampuannya seperti mencipta, berpikir, berintrospeksi dan sebagainya.
Tentu saja aspek mental ini tidak dapat dipisahkan dengan aspek
fisiknya, keduanya mesti berada dalam satu kesatuan yang membentuk diri
manusia yang hidup dan berkembang.
Dalam pandangan Islam, manusia selalu dikaitkan dengan kisah
tersendiri. Di dalamnya manusia tidak hanya digambarkan sebagai hewan
tingkat tinggi, berjalan dengan dua kaki dan pandai berbicara, lebih
dari itu. Menurut Al-Qur’an manusia lebih luhur dari apa yang
didefinisikan oleh kata-kata tersebut. Dalam Al-Qur’an manusia disebut
sebagai makhluk yang amat terpuji dan disebut pula sebagai makhluk yang
amat tercela. Hal itu ditegaskan dalam berbagai ayat, bahkan ada pula
yang ditegaskan dalam satu ayat, akan tetapi itu tidak berarti manusia
dipuji dan dicela dalam waktu yang bersamaan.
Allah berfirman,
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagikaan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A’raaf [7]: ayat 179)
Manusia berkali-kali diangkat derajatnya, berulangkali pula
direndahkan. Mereka dinobatkan jauh mengungguli semua makhluk bumi dan
bahkan para malaikat, tetapi pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih
berarti dibandingkan dengan syaitan terkutuk dan binatang jahanam
sekalipun. Manusia dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukkan alam,
namun bisa juga merosot menjadi yang rendah dari segala yang rendah.
Oleh karena itu, makhluk manusia sendirilah yang harus menetapkan
sikap dan menentukan nasib akhir mereka sendiri, apakah menjadi makhluk
yang terpuji, mencapai derajat yang tinggi atau sebaiknya menjadi
makhluk yang lebih rendah derajatnya dibanding binatang serta tersesat.
Keberadaan manusia semakin sempurna ketika Allah SWT mengangkatnya
sebagai khalifah di muka bumi ini. Manusia dibebani amanat untuk
memakmurkan bumi ini ketika amanat itu ditolak oleh makhluk-makhluk
Allah yang lain.
Manusia menerima amanat itu karena fitrahnya yang sanggup menerima
beban amanat dan memikulnya, fitrah inilah yang menjadi tanda
keistimewaan dan kelebihan manusia dibandingkan makhluk-makhluk yang
lain, subhanallah. Kesempurnaan manusia sebagai makhluk Allah SWT tidak
dilihat dari segi fisik (kecantikan ataupun ketampanan seseorang), tapi
sempurna dimata Allah SWT adalah siapa yang paling bertaqwa diantara
mereka semua.
Allah berfirman,
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Al-Hujurat [49]: ayat 13)
Ma’a syiral Muslimin wal muslimat rahimmakumullah, Apapun yang ada
pada diri kita ini adalah yang terbaik menurut Allah SWT, jadi kita
wajib mensyukuri apapun yang ada pada diri kita masing-masing.
- Bagi yang diberi kemudahan rejeki, manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk memperbanyak amal shalih dengan rejeki yang ada, perbanyak sadakah dan menyantuni anak-anak yatim.
- Bagi yang diberi kesempitan rejeki, tetaplah bersabar atas rejeki yang kita terima, tetaplah berusaha dengan cara yang halal, yang diridhai-Nya.
- Bagi yang diberi anggota tubuh yang sempurna, tanpa cacat, banyak-banyak bersyukur dan manfaatkan anggota tubuh yang sempurna ini dijalan Allah, untuk mendapatkan rahmat dan ridha-Nya.
- Bagi yang diberi tubuh yang tidak sempurna, itulah yang terbaik buat kita. Kita semua maunya mempunyai anggota tubuh yang sempurna…tapi Allah Maha Berkehendak… Kita tetap harus sabar dan optimis, bahwa tujuan akhir kita adalah kehidupan akhirat.. apapun kondisi kita ..yang penting adalah taqwa harus tetap kita jaga.
Marilah kita untuk selalu mempertahankan ketaqwaan kita, dengan
menjalankan perintah-perinta-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya,
insya Allah kita semua digolongkan sebagai orang-orang yang muttaqin,
amin
0 komentar:
Posting Komentar