Mengapa Manusia Rugi?
'Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.' (QS: 103:1-3)
Pada dasarnya, Allah Swt cinta dan sayang kepada manusia, apalagi bila mereka beriman kepada-Nya. Salah satu bukti kecintaan itu adalah Allah Swt mengemukakan faktor-faktor yang menjadi penyebab manusia menjadi rugi. Ada banyak ayat di dalam Al-Qur’an yang perlu kita kaji untuk mengetahui apa saja yang menjadi faktor penyebab kerugian manusia.
Hal ini perlu kita kaji agar kita tidak termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang rugi, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Secara harfiyah, Al-Qur’an menggunakan kata khusr untuk menyebut kerugian, khusr itu sendiri artinya berkurang, rugi, sesat, celaka, lemah, tipuan, dll, semuanya dengan makna negatif. Yang menjadi persoalan kita kemudian adalah, apa saja faktor-faktor yang membuat manusia menjadi rugi yang disebutkan di dalam Al-Qur’an, inilah sesuatu yang amat penting untuk kita telaah.
Pada dasarnya, Allah Swt cinta dan sayang kepada manusia, apalagi bila mereka beriman kepada-Nya. Salah satu bukti kecintaan itu adalah Allah Swt mengemukakan faktor-faktor yang menjadi penyebab manusia menjadi rugi. Ada banyak ayat di dalam Al-Qur’an yang perlu kita kaji untuk mengetahui apa saja yang menjadi faktor penyebab kerugian manusia.
Hal ini perlu kita kaji agar kita tidak termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang rugi, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Secara harfiyah, Al-Qur’an menggunakan kata khusr untuk menyebut kerugian, khusr itu sendiri artinya berkurang, rugi, sesat, celaka, lemah, tipuan, dll, semuanya dengan makna negatif. Yang menjadi persoalan kita kemudian adalah, apa saja faktor-faktor yang membuat manusia menjadi rugi yang disebutkan di dalam Al-Qur’an, inilah sesuatu yang amat penting untuk kita telaah.
Mendustakan
Hari Akhir
Beriman kepada akhir akhir merupakan salah satu keimanan yang sangat penting, karenanya Al-Qur’an dan Hadits seringkali merangkai penyebutan iman kepada Allah dengan iman kepada hari akhir. Kehidupan hari akhir merupakan hasil yang sesungguhnya dari apa yang dilakukan manusia dalam kehidupannya di dunia, baik maupun buruk. Kehidupan hari akhir juga kesempatan emas untuk bisa berjumpa langsung dengan Allah Swt, karena itu amat rugi orang yang mendustakaan hari akhirat dan perjumpan dengan Tuhannya, Allah Swt berfirman yang artinya: Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: : “Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu”, sambil memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amatlah buruk apa yang mereka pikul itu (QS 6:31).
Beriman kepada akhir akhir merupakan salah satu keimanan yang sangat penting, karenanya Al-Qur’an dan Hadits seringkali merangkai penyebutan iman kepada Allah dengan iman kepada hari akhir. Kehidupan hari akhir merupakan hasil yang sesungguhnya dari apa yang dilakukan manusia dalam kehidupannya di dunia, baik maupun buruk. Kehidupan hari akhir juga kesempatan emas untuk bisa berjumpa langsung dengan Allah Swt, karena itu amat rugi orang yang mendustakaan hari akhirat dan perjumpan dengan Tuhannya, Allah Swt berfirman yang artinya: Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: : “Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu”, sambil memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amatlah buruk apa yang mereka pikul itu (QS 6:31).
Akibat dari pengingkaran manusia terhadap hari akhirat membuat manusia tidak
memperoleh petunjuk dari Allah Swt, bukan karena Allah tidak memberinya
petunjuk, tapi karena pemberian Allah itu tidak mau diambil, sehingga tidak ada
yang mereka dapatkan kecuali kerugian dalam kehidupan di dunia dan akhirat,
Allah berfirman yang artinya: Sesungguhnya
rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka
tidak mendapat petunjuk (QS 10:45).
Disamping tidak memperoleh petunjuk, orang yang tidak beriman pada kehidupan akhirat akan membuat mereka menganggap kehidupan di dunia ini lebih baik, padahal kehidupan dunia ini hanya permainan dan senda gurau, dunia adalah sarana bukan tujuan sebagaimana permainan dan senda gurau itu sendiri sarana bagi pencapaian tujuan tertentu, Allah Swt berfirman yang artinya:
Disamping tidak memperoleh petunjuk, orang yang tidak beriman pada kehidupan akhirat akan membuat mereka menganggap kehidupan di dunia ini lebih baik, padahal kehidupan dunia ini hanya permainan dan senda gurau, dunia adalah sarana bukan tujuan sebagaimana permainan dan senda gurau itu sendiri sarana bagi pencapaian tujuan tertentu, Allah Swt berfirman yang artinya:
“Dan
tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan
sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka
tidakkah kamu memahaminya? (QS 6:32).
Salah satu yang harus kita waspadai terhadap orang yang menjadikan dunia sebagai
tujuan adalah apapaun yang dilakukannya, meskipun hal itu merupakan sesuatu
yang sangat buruk dia akan menganggapnya sebagai sesuatu yang baik sehingga
keburukan itu sudah dikemas dengan kata-kata yang indah seperti wanita yang
memakai pakaian primitif dibilang modern, wanita yang berzina dan melacur
dibilang tuna susila dll, Allah telah mensinyalir kemungkinan hal ini di dalam
firman-Nya yang artinya:
Menjadi orang bodoh bukan hanya tidak menyenangkan, tapi juga bisa membahayakan, karenanya kebodohan akan membawa manusia pada kerugian yang nyata. Dalam bahasa Arab, kebodohan diistilahkan dengan kata “jahl”, kita sering mendengar istilah zaman jahiliyah, suatu zaman dimana manusia begitu bodoh, bukan karena tidak tahu, tapi tidak mau menerima kebenaran yang datang dari Allah Swt dan Rasul-Nya. Pada masa jahiliyah itulah, kebodohan telah membuat manusia membunuh anaknya sendiri, hanya karena anak itu berjenis kelamin perempuan. Sementara jauh sebelum Nabi Muhammad Saw, ada seorang raja yang bernama Fir’aun yang sedemikian bodoh sehingga ketakutan akan kemungkinan adanya pemimpin selain dirinya membuat dia menginstruksikan kepada setiap orang tua untuk membunuh bayi berjenis kelamin laki-laki dan itupun dilaksanakan oleh rakyatnya yang bodoh.
Disamping itu, kebodohan juga membuat mereka mengharamkan apa-apa yang telah dirizkikan oleh Allah Swt atas mereka, padahal Allah telah menghalalkannya, inilah kerugian yang nyata baik di dunia maupun di akhirat, ini semua membuat mereka semakin jauh dari petunjuk, Allah Swt berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya
orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat, Kami jadikan mereka
memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, maka mereka bergelimang (dalam
kesesatan). Mereka itulah orang-orang yang mendapat (di dunia) azab yang buruk
dan mereka di akhirat adalah orang-orang yang paling merugi(QS 27:4-5).
KebodohanMenjadi orang bodoh bukan hanya tidak menyenangkan, tapi juga bisa membahayakan, karenanya kebodohan akan membawa manusia pada kerugian yang nyata. Dalam bahasa Arab, kebodohan diistilahkan dengan kata “jahl”, kita sering mendengar istilah zaman jahiliyah, suatu zaman dimana manusia begitu bodoh, bukan karena tidak tahu, tapi tidak mau menerima kebenaran yang datang dari Allah Swt dan Rasul-Nya. Pada masa jahiliyah itulah, kebodohan telah membuat manusia membunuh anaknya sendiri, hanya karena anak itu berjenis kelamin perempuan. Sementara jauh sebelum Nabi Muhammad Saw, ada seorang raja yang bernama Fir’aun yang sedemikian bodoh sehingga ketakutan akan kemungkinan adanya pemimpin selain dirinya membuat dia menginstruksikan kepada setiap orang tua untuk membunuh bayi berjenis kelamin laki-laki dan itupun dilaksanakan oleh rakyatnya yang bodoh.
Disamping itu, kebodohan juga membuat mereka mengharamkan apa-apa yang telah dirizkikan oleh Allah Swt atas mereka, padahal Allah telah menghalalkannya, inilah kerugian yang nyata baik di dunia maupun di akhirat, ini semua membuat mereka semakin jauh dari petunjuk, Allah Swt berfirman yang artinya:
Sesungguhnya
rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan semata, tanpa
ilmu dan mengharamkan apa yang Allah telah rizkikan kepada mereka dengan dengan
semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan
tidaklah mereka mendapat petunjuk (QS 6:140).
Mengikuti
Syaitan
Sejak awal keberadaan manusia, syaitan telah menunjukkan ketidaksukaannya, apalagi dengan kelebihan yang dimiliki manusia yang dalam hal ini Adam As, syaitan harus sujud (hormat) kepada manusia. Karenanya syaitan terus berusaha untuk menyesatkan manusia. Namun sayangnya, manusia seringkali tidak menyadari hal ini sehingga syaitan yang seharusnya dianggap dan diperlakukan sebagai musuh tapi malah dijadikan sebagai pemimpin yang apa saja perintah dan keinginan serta bisikan-bisikannya dituruti dan ini membuat manusia menjadi rugi dalam kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat, Allah Swt berfirman yang mengemukakan tentang tekad syaitan untuk menyesatkan manusia:
Sejak awal keberadaan manusia, syaitan telah menunjukkan ketidaksukaannya, apalagi dengan kelebihan yang dimiliki manusia yang dalam hal ini Adam As, syaitan harus sujud (hormat) kepada manusia. Karenanya syaitan terus berusaha untuk menyesatkan manusia. Namun sayangnya, manusia seringkali tidak menyadari hal ini sehingga syaitan yang seharusnya dianggap dan diperlakukan sebagai musuh tapi malah dijadikan sebagai pemimpin yang apa saja perintah dan keinginan serta bisikan-bisikannya dituruti dan ini membuat manusia menjadi rugi dalam kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat, Allah Swt berfirman yang mengemukakan tentang tekad syaitan untuk menyesatkan manusia:
“Dan saya (syaitan)
benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong
pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang
ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan saya suruh mereka
(merobah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merobahnya. Barangsiapa yang
menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia
menderita kerugian yang nyata (QS 4:119).
Apabila manusia telah menjadikan syaitan sebagai pelindung dan pemimpinnya, maka manusia akan dikuasai oleh syaitan sehingga ia menjadi golongan syaitan dan memenuhi segala kemauan syaitan karena memang sudah mengabaikan dan melupakan Allah Swt, hal ini terdapat dalam firman Allah yang artinya:
Apabila manusia telah menjadikan syaitan sebagai pelindung dan pemimpinnya, maka manusia akan dikuasai oleh syaitan sehingga ia menjadi golongan syaitan dan memenuhi segala kemauan syaitan karena memang sudah mengabaikan dan melupakan Allah Swt, hal ini terdapat dalam firman Allah yang artinya:
“Syaitan
telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka
itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah
golongan yang merugi (QS 58:19).
Apabila manusia tidak mau mengikuti syaitan, disamping harus menunjukkan sikapnya yang tegas terhadap syaitan dengan selalu bermusuhan, manusia juga harus berlindung kepada Allah dari kemungkinan syaitan menggodanya. Perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan menunjukkan bahwa kita memang bisa tergoda oleh syaitan, sehingga untuk membaca Al-Qur’an yang sudah jelas baiknya saja kita masih harus berlindung kepada Allah dari godaan-godaan syaitan yang terkutuk.
Akhirnya, masih banyak ayat yang harus kita kaji berkenaan dengan usaha kita untuk terhindar dari segala bentuk kerugian di dunia maupun di akhirat.
“Dan diantara manusia ada yang menyembah kepada Allah dengan berada di tepi, maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata”. (QS. 22:11)
Sebagai manusia, kita tentu tidak ingin mengalami kerugian, baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak sebab yang membuat seseorang menjadi rugi, karenanya di dalam Al-Qur’an, Allah Swt menyebutkan apa saja faktor yang membuat manusia menjadi rugi. Pada tulisan terdahulu sudah kita bahas beberapa ayat yang menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan manusia menjadi rugi seperti mendustakan hari akhir, kebodohan (kejahiliyahan) dan mengikuti syaitan.
Pada tulisan ini akan kita kemukakan lagi faktor-faktor kerugian bagi manusia yang disebutkan di dalam Al-Qur’an.
Apabila manusia tidak mau mengikuti syaitan, disamping harus menunjukkan sikapnya yang tegas terhadap syaitan dengan selalu bermusuhan, manusia juga harus berlindung kepada Allah dari kemungkinan syaitan menggodanya. Perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan menunjukkan bahwa kita memang bisa tergoda oleh syaitan, sehingga untuk membaca Al-Qur’an yang sudah jelas baiknya saja kita masih harus berlindung kepada Allah dari godaan-godaan syaitan yang terkutuk.
Akhirnya, masih banyak ayat yang harus kita kaji berkenaan dengan usaha kita untuk terhindar dari segala bentuk kerugian di dunia maupun di akhirat.
“Dan diantara manusia ada yang menyembah kepada Allah dengan berada di tepi, maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata”. (QS. 22:11)
Sebagai manusia, kita tentu tidak ingin mengalami kerugian, baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak sebab yang membuat seseorang menjadi rugi, karenanya di dalam Al-Qur’an, Allah Swt menyebutkan apa saja faktor yang membuat manusia menjadi rugi. Pada tulisan terdahulu sudah kita bahas beberapa ayat yang menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan manusia menjadi rugi seperti mendustakan hari akhir, kebodohan (kejahiliyahan) dan mengikuti syaitan.
Pada tulisan ini akan kita kemukakan lagi faktor-faktor kerugian bagi manusia yang disebutkan di dalam Al-Qur’an.
1.
Tidak Konsisten.
Salah satu faktor yang membuat kita beruntung dalam hidup kita di dunia dan
akhirat adalah karena keimanan dan pengabdian kita kepada Allah Swt. Dengan
itulah, kehidupan kita akan berjalan dan terarah dengan sebaik-baik dan selurus-lurusnya.
Namun hal itu kita lakukan dengan kendala yang banyak, salah satunya adalah
tidak dimilikinya konsistensi atau keistiqomahan sehingga pengabdian kepada
Allah tidak berkesinambungan. Manakala pengabdian itu bisa mendatangkan
keuntungan duniawi, kita akan terus mengabdi kepada Allah dan bila malah
mendatangkan resiko yang tidak menyenangkan, maka kitapun jauh dari pengabdian
kepada-Nya. Sikap seperti ini merupakan bagian dari kemunafikan yang sangat
tercela.
Di dalam Islam, sikap seperti itu tidaklah berguna, karenanya seseorang tidak mendapatkan nilai apa-apa dari Allah Swt meskipun ia mengabdi, karena niatnya tidak ikhlas karena Allah dan ini merupakan kerugian yang nyata, Allah Swt berfirman yang artinya:
“Dan
diantara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi, maka
jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia
ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan
di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata (QS 22:11). Di dalam Islam, sikap seperti itu tidaklah berguna, karenanya seseorang tidak mendapatkan nilai apa-apa dari Allah Swt meskipun ia mengabdi, karena niatnya tidak ikhlas karena Allah dan ini merupakan kerugian yang nyata, Allah Swt berfirman yang artinya:
Oleh karena itu, menjadi amat penting bagi kita untuk memiliki sikap istiqomah
(memiliki pendirian yang kuat) dalam keimanan dan pengabdian kita kepada Allah
Swt. Enak dan tidak enak, senang dan sengsara, dipuji maupun dicela,
menguntungkan atau malah merugikan semuanya tidak menggoyahkan kita dalam
pengabdian kita kepada Allah Swt, karena inilah yang akan menguntungkan dan
membawa ketenangan dalam jiwa kita, Allah Swt berfirman yang artinya:
Secara harfiyah, bathil berarti tidak terpakai, tidak berfaedah, rusak dan sia-sia. Ini berarti perbuatan yang bathil adalah perbuatan yang terlepas atau gugur dari ketentuan syari’at sehingga tidak berguna bahkan mengakibatkan kerusakan. Oleh karena itu perbuatan seseorang disebut bathil apabila bertentangan dengan aqidah, tidak ada faedahnya dan tidak sesuai dengan tuntunan syari’at Islam, ini berarti kebathilan merupakan perbuatan yang sangat buruk. Bagi seorang muslim, jangankan melakukan kebathilan, mencampuradukkan antara kebenaran dengan kebathilan saja sudah tidak dibenarkan, baik dalam bentuk melakukan kebenaran yang disertai dengan melakukan kebathilan atau melakukan kebthilan untuk mencapai tujuan yang haq atau benar. Dari kebathilan ini, manusia akan mengingkari Allah Swt dan apa yang datang dari-Nya. Karena itu, manakala manusia mempercayai segala bentuk kebathilan yang menyebabkannya menjadi ingkar kepada Allah Swt, maka ia akan menjadi orang yang rugi, Allah Swt berfirman yang artinya:
Sesungguhnya
orang yang mengatakan: “Tuhanku Allah”, kemudian mereka istiqamah, maka tidak
ada rasa takut atas mereka dan merekapun tidak berduka cita (QS 46:13).
2.
Melakukan Kebathilan.Secara harfiyah, bathil berarti tidak terpakai, tidak berfaedah, rusak dan sia-sia. Ini berarti perbuatan yang bathil adalah perbuatan yang terlepas atau gugur dari ketentuan syari’at sehingga tidak berguna bahkan mengakibatkan kerusakan. Oleh karena itu perbuatan seseorang disebut bathil apabila bertentangan dengan aqidah, tidak ada faedahnya dan tidak sesuai dengan tuntunan syari’at Islam, ini berarti kebathilan merupakan perbuatan yang sangat buruk. Bagi seorang muslim, jangankan melakukan kebathilan, mencampuradukkan antara kebenaran dengan kebathilan saja sudah tidak dibenarkan, baik dalam bentuk melakukan kebenaran yang disertai dengan melakukan kebathilan atau melakukan kebthilan untuk mencapai tujuan yang haq atau benar. Dari kebathilan ini, manusia akan mengingkari Allah Swt dan apa yang datang dari-Nya. Karena itu, manakala manusia mempercayai segala bentuk kebathilan yang menyebabkannya menjadi ingkar kepada Allah Swt, maka ia akan menjadi orang yang rugi, Allah Swt berfirman yang artinya:
Dan
orang-orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar kepada Allah, mereka
itulah orang-orang yang merugi (QS 29:52).
Meskipun Allah dan Rasul-Nya beserta para penerus perjuangan da’wah telah mengingatkan agar manusia tidak melakukan kebathilan, tetap saja banyak manusia yang melakukannya, bahkan meskipun peringatan dalam bentuk azab dan bencana belum juga bisa menyurutkannya dari jalan yang bathil, karenanya mereka baru betul-betul agar merasakan kerugiaan yang besar dalam kehidupan di hari akhirat nanti, mereka tidak akan bisa mengelak dari kerugian yang nyata, Allah Swt berfirman yang artinya:
Ketika seseorang telah menyatakan dirinya beriman kepada Allah Swt, salah satu yang harus dibuktikannya adalah menerima hukum-hukum yang datang dari Allah Swt. Manakala Allah mengharamkan perkawinan antara muslim dengan non muslim, maka seorang muslim tidak akan menikah dengan orang kafir, begitu juga dengan pengharaman riba, maka seorang muslim tidak akan menghalalkannya, sedangkan bila Allah mengharamkan binatang sembelihan orang kafir, ia pun tidak akan memakannya dan begitulah seterusnya. Sikap ini menjadi begitu penting agar pengakuan seseorang sebagai mu’min diakui keimanannya oleh Allah Swt.
Disamping itu, seorang mu’min juga harus dengan senang hati dan siap menerima Rasulullah Saw sebagai hakim yang memutuskan perkara diantara kaum mu’minin atas berbagai persoalan yang mereka hadapi berdasarkan hukum-hukum Allah Swt, tanpa ada rasa berat sedikitpun di dalam hati mereka, manakala seseorang yang sudah mengaku beriman tapi tidak mau menerima hukum-hukum Allah, maka dia tidak bisa diakui keimanannya oleh Allah Swt sebagaimana firman-Nya yang artinya:
Meskipun Allah dan Rasul-Nya beserta para penerus perjuangan da’wah telah mengingatkan agar manusia tidak melakukan kebathilan, tetap saja banyak manusia yang melakukannya, bahkan meskipun peringatan dalam bentuk azab dan bencana belum juga bisa menyurutkannya dari jalan yang bathil, karenanya mereka baru betul-betul agar merasakan kerugiaan yang besar dalam kehidupan di hari akhirat nanti, mereka tidak akan bisa mengelak dari kerugian yang nyata, Allah Swt berfirman yang artinya:
“Dan hanya
kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya kebangkitan,
akan rugilah pada hari itu orang-orang yang mengerjakan kebatilan (QS 45:27).
Karena kebathilan merupakan sesuatu yang hanya akan mendatangkan kerugian, maka meskipun seseorang berkorban dengan hartanya yang banyak, tetap hal itu akan menjadi penyesalan di dunia yang sangat dalam karena tidak ada hasil yang mereka peroleh, sedangkan di akhirat akan mereka peroleh penyesalan yang tiada terkira karena dimasukkan ke dalam neraka, Allah berfirman yang artinya:
Karena kebathilan merupakan sesuatu yang hanya akan mendatangkan kerugian, maka meskipun seseorang berkorban dengan hartanya yang banyak, tetap hal itu akan menjadi penyesalan di dunia yang sangat dalam karena tidak ada hasil yang mereka peroleh, sedangkan di akhirat akan mereka peroleh penyesalan yang tiada terkira karena dimasukkan ke dalam neraka, Allah berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya
orang-orang kafir membelanjakan hartanya untuk merintangi agama Allah, maka
mereka tetap akan membelanjakan hartanya, kemudian akan menjadi sesalan bagi
mereka, kemudian mereka pasti kalah, sedang orang kafir pasti dikumpulkan dalam
neraka jahannam. Untuk memisahkan yang jahat dari yang baik dan Allah akan
menjadikan yang jahat setengahnya berkumpul (bertumpuk) dengan setengahnya,
lalu dijadikan satu dan dilempar ke dalam jahannam, merekalah orang-orang yang
rugi (QS
8:36-37).
3.
Kafir Sesudah Beriman.Ketika seseorang telah menyatakan dirinya beriman kepada Allah Swt, salah satu yang harus dibuktikannya adalah menerima hukum-hukum yang datang dari Allah Swt. Manakala Allah mengharamkan perkawinan antara muslim dengan non muslim, maka seorang muslim tidak akan menikah dengan orang kafir, begitu juga dengan pengharaman riba, maka seorang muslim tidak akan menghalalkannya, sedangkan bila Allah mengharamkan binatang sembelihan orang kafir, ia pun tidak akan memakannya dan begitulah seterusnya. Sikap ini menjadi begitu penting agar pengakuan seseorang sebagai mu’min diakui keimanannya oleh Allah Swt.
Disamping itu, seorang mu’min juga harus dengan senang hati dan siap menerima Rasulullah Saw sebagai hakim yang memutuskan perkara diantara kaum mu’minin atas berbagai persoalan yang mereka hadapi berdasarkan hukum-hukum Allah Swt, tanpa ada rasa berat sedikitpun di dalam hati mereka, manakala seseorang yang sudah mengaku beriman tapi tidak mau menerima hukum-hukum Allah, maka dia tidak bisa diakui keimanannya oleh Allah Swt sebagaimana firman-Nya yang artinya:
“Maka demi Tuhanmu, mereka
tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak mendapatkan rasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan
penerimaan sepenuhnya (QS 4:65).
Manakala seseorang berlaku demikian, maka dia akan termasuk orang orang yang rugi, baik di dunia maupun di akhirat, di dunia dia tidak mencapai martabat sebagai seorang mu’min, bahkan tidak memperoleh keuntungan yang bersifat duniawi, sedangkan di akhirat kerugiannya sudah pasti, karena Allah tidak menyukainya sehingga apapun amal yang dilakukannya di dunia meskipun nampaknya baik, tidak akan mendapat nilai dan imbalan yang baik dari Allah Swt, karena amalnya menjadi sia-sia saja, Allah berfirman yang artinya:
Manakala seseorang berlaku demikian, maka dia akan termasuk orang orang yang rugi, baik di dunia maupun di akhirat, di dunia dia tidak mencapai martabat sebagai seorang mu’min, bahkan tidak memperoleh keuntungan yang bersifat duniawi, sedangkan di akhirat kerugiannya sudah pasti, karena Allah tidak menyukainya sehingga apapun amal yang dilakukannya di dunia meskipun nampaknya baik, tidak akan mendapat nilai dan imbalan yang baik dari Allah Swt, karena amalnya menjadi sia-sia saja, Allah berfirman yang artinya:
“Barangsiapa yang kafir
sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam), maka hapuslah amal-amalnya
dan di akhirat termasuk orang-orang yang merugi (QS 5:5).
Dari keterangan beberapa ayat di atas, menjadi amat penting bagi kita untuk selalu mewaspadai hal-hal yang membuat seseorang menjadi rugi dalam kehidupan di dunia dan akhirat agar dengan demikian kita tidak memilikinya hal-hal yang membuat kita menjadi rugi.
Dari keterangan beberapa ayat di atas, menjadi amat penting bagi kita untuk selalu mewaspadai hal-hal yang membuat seseorang menjadi rugi dalam kehidupan di dunia dan akhirat agar dengan demikian kita tidak memilikinya hal-hal yang membuat kita menjadi rugi.
(sumber : alhikmah.com)
0 komentar:
Posting Komentar