Ramuan Pelebur Dosa
Hasan al-Bashri seorang ulama terkemuka asal Basharah Irak
menyaksikan seorang pemuda datang pada seorang dokter menanyakan hal
berikut : Wahai dokter apakah Anda memiliki resep obat mujarab yang bisa
menghapus dosa-dosa dan menyembuhkan penyakit hati?
Dokter itu menjawab : Ya!
Pemuda itu berkata : Berikan padaku resep mujarab itu!
Dokter berkata : “Ambillah sepuluh bahan pelebur dosa itu :
Ambillah akar pohon rasa fakir dan menghajatkan pada Allah bersama dengan akar kerendahan hati yang tulus dan ikhlas kepada Allah. Jadikan taubat sebagai campurannya. Lalu masukkan dalam wadah ridha atas semua ketentuan dan takdir Allah. Aduklah dengan adukan qana’ah rasa puas dengan apa yang telah Allah berikan kepada kita. Masukkan dalam kuali takwa. Tuangkan ke dalamnya air rasa malu lalu didihkanlah dengan api cinta dan masukkan dalam adonan syukur serta keringkan dengan kipasan harap lalu minumlah dengan sendok pujian (al-hamdu).
Jika engkau mampu melakukannya pastilah engkau mampu mencegah
penyakit dan ujian baik di dunia maupun akhirat” pungkas dokter itu.
Banyak orang melakukan dosa dan kedurjanaan kepada Allah karena dia
merasa cukup dengan kemampuan dirinya dan seakan tidak lagi membutuhkan
pada apapun, termasuk pada Sang Mahakaya. Dia beranggapan bahwa dirinya
mampu melakukan semua hal dengan kekuatan dan kemampuannya, dengan
potensi dan energi dirinya.
Dia merasa bahwa semua yang dia dapatkan
adalah hasil dari kekuatan pikirannya, kemampuan ilmunya, kejernihan
kalkulasinya, kematangan hitungan-hitungannya. Inilah yang terjadi pada
Qarun yang angkuh dengan harta yang dimilikinya yang kemudian Allah
turunkan adzab padanya dengan ditelannya dia oleh bumi yang tidak lagi
suka pada kecongkakan, kesombongan dan keangkuhan yang dia pamerkan
sehingga membuat bumi gerah.
Sumber dosa lainnya adalah karena orang itu ridak ridha dengan apa
yang Allah tetapkan pada dirinya. Sering kali dari bibirnya keluar
keluhan dan bahkan gugatan kepada Allah kepada Dia tidak memberikan yang
“terbaik” menurut pandangannya, menurut persepsinya, menurut
pemikirannya. Dia menyangka bahwa apa yang dia alami saat ini tidaklah
tepat bagi dirinya, tidak pantas untuk dirinya, tidak layak dialaminya.
Dia seakan lebih tahu dari Allah Yang Mahatahu yang mengerti semua detil
perkara yang baik dan yang buruk bagi hamba-Nya. Inilah yang terjadi
pada Qabil tatkala menuntut ayahnya agar dia dinikahkan dengan adik
kembarnya padahal Allah telah menentukan lain untuknya.
Lambat kembali kepada Allah merupakan penyebab lain dari tidak
hancurnya dosa-dosa yang kita lakukan. Terjadi pengendapan dosa karena
seringnya kita menunda taubat yang seharusnya cepat kita lakukan.
Padahal Allah memerintahkan kita untuk segera merapatkan diri kepada
Allah setelah beberapa lama kita telah menjauhinya.
Getarkan hati kita
semua dengan sesal atas semua kesalahan yang kita lakukan. Mereka seakan
tidak tahu bahwa Allah senantiasa menerima taubat hamba-Nya dan Allah
sangat senang dengan taubat mereka.
Sebagaimana yang Allah firmankan :
ألم يعلموا أن الله هو يقبل التوبة عن عباده ويأخذ الصدقات وأن الله هو التواب الرØيم
Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima tobat dari
hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima
tobat lagi Maha Penyayang? (At-Taubah : 104).
Rasa tidak puas dengan apa yang Allah berikan pada kita merupakan
penyakit kronis yang melahirkan buruk sangka kepada Allah, mendekti
kehendak Allah, menyalahkan Allah. Rasa tidak puas dengan karunia Allah
akan mengecilkan rasa syukur kita pada-Nya dan bahkan suatu saat akan
memadamkannya. Lenyapnya rasa qana’ah atas karunia-Nya akan membuahkan
ketamakan dan ketamakan akan melahirkan kezhaliman-kezhaliman. Dari
kezhaliman akan memunculkan kerusakan-kerusakan yang menghancurkan
tatanan kehidupan.
Jika dalam diri kita telah ada rasa kefakiran, rasa ridha dan qana’ah
dan taubat maka semangat takwa kepada Allah hendaknya kita pupuk terus
menerus dan kita bina dengan seksama. Sebab ketakwaan itu laksana sebuah
tanaman yang jika dibina dengan sebaik-baiknya maka dia akan tumbuh
subur dan indah dan jika kita telantarkan maka ketakwaan itu akan segera
layu dan lesu.
Ketakwaan bisa kita sirami dengan dengan rasa takut pada
Allah (al-khawf min al-Jalil), mengamalkan nilai-nilai all-Quran
(al-‘amal bi al-Tanzil), puas dengan yang ada (al-qana’ah bi al-qalil)
dan mempersiapkan diri sepenuhnya untuk perjalanan akhir : kematian (
al-isti’dad li yaum al-Rahil). Jadikan takwa terus terus tumbuh
berkembang dan berkelanjutan sampai maut datang menjelang. Hendaknya
kita menggenjot ketakwaan kita sampai pada puncaknya, pada titik
kulminasinya.
يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله ØÙ‚ تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam (Ali Imran : 102).
Ketakwaan kita akan semakin bermakna mana kala yang menjadi
pendorongnya adalah mahabbah cinta pada Allah. Cinta pada Allah sepenuh
jiwa dan hati. Cinta yang tidak lagi membuatnya berpkir untuk dan rugi
dalam menjalankan perintah dan anjuran-Nya.
Semangat cinta yang membakar
hatinya akan senantiasa menggerakkannya untuk senantiasa dekat, merapat
dan bergiat untuk merengkuh ridha dan kasih-Nya, meminum cawan
rahmat-Nya dalam setiap langkah-langkah hidup dan goresan sejarahnya.
Rasa cintanya yang menggelegak pada Allah akan senantiasa membuat hidup
terasa hidup, langkahnya demikian pasti menuju Sang Kekasih. Cawan
cintanya senantiasa tumpah ruah dengan air mata takwa, ridha qanah,
taubat syukur, tawakkal dan sabar.
Bagi para pecinta yang dipikirkan bukan lagi dirinya tapi Dzat yang
dicintainya dan dia larut dalam gelombang kasih-Nya, larut dalam
rahmat-Nya masuk dalam dekapan kasih sayang-Nya.
Ramuan kefakiran pada Allah + taubat + ridha + qana’ah + takwa + malu + mahabbah cinta + syukur + harap (raja’) dan tahmid akan membersihkan dosa kita,
melelehkan bebukitan kesalahan kita.
Dan yakinlah bahwa ramuan itu selain menghapuskan dosa kita dia juga
akan menambah vitalitas keimanan kita semua menambah energi keislaman
kita dan memantapkan akar ihsan kita.
Selama mencoba! Pastilah kita akan merasan khasiatnya. Dengan hasil
jiwa nan segar dan jiwa yang jernih. Dengan dosa yang minim setiap hari.
http://www.eramuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar