Senin, 22 Juni 2015

Oh Ibu

" IBU "

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a:


“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)

Ayat diatas menjelaskan akan hak ibu terhadap anaknya. Ketahuilah, bahwasanya ukuran terendah mengandung sampai melahirkan adalah 6 bulan (pada umumnya adalah 9 bulan 10 hari), ditambah 2 tahun menyusui anak, jadi 30 bulan. 

Sehingga tidak bertentangan dengan surat Luqman ayat 14 (Lihat Tafsiir ibni Katsir VII/280)

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)

Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui. 

Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada ayah. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits:


Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata:“Seseorang datang kepada Rasulullah Shalallahu‘Alaihi Wasallam dan berkata: ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab: ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)


Makna Hadits ini menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalam menghadapi masa hamil, kesulitan ketika melahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. 

Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi X : 239. al-Qadhi Iyadh menyatakan bahwa ibu memiliki keutamaan yang lebih besar dibandingkan ayah).


Seorang Ibu telah mengandung anaknya di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.

Ibu bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.


Ibu telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.


Ibu mencuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari pada dirinya serta makanannya.


Ibu menjadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.


Ibu telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu.


Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.

Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan kamu membalas dengan akhlak yang tidak baik.

Ibu selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.


Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta,kamu jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu.

Kamu kenyang dalam keadaan dia lapar.
Kamu puas minum dalam keadaan dia kehausan.
Kamu mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu.
Kamu lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.
Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah.
Kamu kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek.
Kamu tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.


Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.


Kamu akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu.


Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin.

(Akan dikatakan kepadanya):

“Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Hajj : 10)


Kita mungkin tidak punya kapasitas untuk menghitung satu demi satu hak-hak yang dimiliki seorang ibu. 

Islam hanya menekankan kepada kita untuk sedapat mungkin menghormati, memuliakan dan menyucikan kedudukan sang ibu dengan melakukan hal-hal terbaik yang dapat kita lakukan, demi kebahagiannya.

Contoh manusia terbaik yang berbakti kepada Ibunya:

Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung:
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.


Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.


Orang itu lalu bertanya kepada Ibn Umar: “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab: “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” (Adabul Mufrad no. 11; Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).


Dalam sebuah riwayat diterangkan:

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya seseorang mendatanginya lalu berkata: bahwasanya aku meminang wanita, tapi ia enggan menikah denganku. Dan ia dipinang orang lain lalu ia menerimanya. Maka aku cemburu kepadanya lantas aku membunuhnya. Apakah aku masih bisa bertaubat? Ibnu Abbas berkata: apakah ibumu masih hidup? Ia menjawab: tidak. Ibnu Abbas berkata: bertaubatlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan dekatkanlah dirimu kepada-Nya sebisamu. Atho’ bin Yasar berkata: maka aku pergi menanyakan kepada Ibnu Abbas kenapa engkau tanyakan tentang kehidupan ibunya? Maka beliau berkata: ‘Aku tidak mengetahui amalan yang paling mendekatkan diri kepada Allah ta’ala selain berbakti kepada ibu’. (Hadits ini dikeluarkan juga oleh Al Baihaqy di Syu’abul Iman (7313), dan Syaikh Al Albany menshahihkannya, lihat As Shohihah (2799))


Pada hadits di atas dijelaskan bahwasanya berbuat baik kepada ibu adalah ibadah yang sangat agung, bahkan dengan berbakti kepada ibu diharapkan bisa membantu taubat seseorang diterima Allah Ta’ala. 

Seperti dalam riwayat di atas, seseorang yang melakukan dosa sangat besar yaitu membunuh, ketika ia bertanya kepada Ibnu Abbas, apakah ia masih bisa bertaubat, Ibnu Abbas malah balik bertanya apakah ia mempunyai seorang ibu, karena menurut beliau berbakti atau berbuat baik kepada ibu adalah amalan paling dicintai Allah sebagaimana membunuh adalah termasuk dosa yang dibenci Allah.


Berbuat baik kepada ibu adalah amal sholeh yang sangat bermanfa’at untuk menghapuskan dosa-dosa. 

Ini artinya, berbakti kepada ibu merupakan jalan untuk masuk surga.


Maka, Janganlah Mendurhakai Ibumu.


Dalam sebuah hadits Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan kalian berbuat durhaka kepada ibu-ibu kalian, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menolak kewajiban dan menuntut sesuatu yang bukan menjadi haknya. Allah juga membenci jika kalian menyerbarkan kabar burung (desas-desus), banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (Hadits shahih, riwayat Bukhari, no. 1407; Muslim, no. 593, Al-Maktabah Asy-Syamilah)


Ibnu Hajar memberi penjelasan sebagai berikut, “Dalam hadits ini disebutkan ‘sikap durhaka’ terhadap ibu, karena perbuatan itu lebih mudah dilakukan terhadap seorang ibu. 

Sebab,ibu adalah wanita yang lemah. Selain itu, hadits ini juga memberi penekanan, bahwa berbuat baik kepada ibu harus lebih didahulukan daripada berbuat baik kepada seorang ayah, baik itu melalui tutur kata yang lembut, atau limpahan cinta kasih yang mendalam.” (Lihat Fathul Baari V : 68)


Sementara, Imam Nawawi menjelaskan: “Di sini, disebutkan kata ‘durhaka’ terhadap ibu, karena kemuliaan ibu yang melebihi kemuliaan seorang ayah.” (Lihat Syarah Muslim XII : 11)
Marilah membuat Ibumu Tertawa.

“Seseorang datang kepada Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata: “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (Shahih : HR. Abu Dawud (no. 2528), An-Nasa-i (VII/143), Al-Baihaqi (IX/26), dan Al-Hakim (IV/152))

Dan,ingatlah! Jangan Membuat Ibumu Marah.

“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata, “Ridha Allah tergantung ridha orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua.“ (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam)


Kandungan hadits diatas ialah kewajiban mencari keridhaan kedua orang tua sekaligus terkandung larangan melakukan segala sesuatu yang dapat memancing kemurkaan mereka.

Seandainya ada seorang anak yang durhaka kepada ibunya, kemudian ibunya tersebut mendo’akan kejelekan, maka do’a ibu tersebut akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. 

Sebagaimana dalam hadits yang shahih Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:


“Ada tiga do’a yang dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak diragukan tentang do’a ini: 

(1) do’a kedua orang tua terhadap anaknya,
(2) do’a musafir-orang yang sedang dalam perjalanan-,
(3) do’a orang yang dizhalimin.” (Hasan : HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 32, 481/Shahiih Al-Adabil Mufrad (no. 24, 372))


Jika seorang ibu meridhai anaknya, dan do’anya mengiringi setiap langkah anaknya, niscaya rahmat, taufik dan pertolongan Allah akan senantiasa menyertainya. 

Sebaliknya, jika hati seorang ibu terluka, lalu ia mengadu kepada Allah, mengutuk anaknya. Cepat atau lambat, si anak pasti akan terkena do’a ibunya. Wal iyyadzubillaah..


Maka, janganlah sampai terucap dari lisan ibumu do’a melainkan kebaikan dan keridhaan untukmu. Karena Allah mendengarkan do’a seorang ibu dan mengabulkannya. Dan dekatkanlah diri kita pada sang ibu, berbaktilah, selagi masih ada waktu.

Kita semua sepakat bahwa semua agama memberikan kehormatan dan kebaktian kepada ibu. 

Tidak ada hal yang disepakati apapun agamanya melebihi kesepakatan mereka bahwa ibu harus dihormati. 


Salah satu ciri seseorang dinamai gentleman, adalah seseorang yang menghormati wanita, tentu terlebih lagi pada ibu. 


Kita juga sudah seringkali mendengar betapa Islam menempatkan kewajiban berbakti kepada ibu melebihi kewajiban berbakti terhadap ayah. Seorang sahabat bertanya kepada Nabi, siapa yang paling wajar untuk mendapatkan kebaktian saya, dijawab Nabi 3 kali berturut-turut dengan kata-kata “ibumu”, kemudian “ibumu”, lalu “ibumu” baru kemudian dijawab “bapakmu” setelah ditanya untuk keempat kalinya.


Kewajiban anak terhadap ibunya tidak dapat membalas kebaikan ibu terhadap anaknya. 


Satu orang bersedia gendong ibunya sepanjang hidupnya belum bisa membalas satu tetes air susu ibunya yang diminumnya waktu kecil. 


Selama ini kita banyak menuntut hak, lupa kewajiban. Setiap hak ada kewajiban. 

Hak dan kewajiban itu dua sisi dari satu mata uang. 


Makin banyak hak kamu maka sebanyak itu pula kewajibanmu. Jangan hanya tuntut hak kamu pada orang lain, padahal kamu melupakan kewajibanmu pada orang lain.


Kita sekarang berbicara kewajiban ibu terhadap anak. Anak adalah amanat Allah, mereka ada padamu tapi bukan milik ibu. 

Beri mereka kasih sayang tapi jangan paksakan anak dengan fikiranmu. kamu boleh menyerupai dia tapi jangan paksa dia menyerupaimu. Katakanlah kamu belajar agama karena memang bidang kamu, tapi kamu tidak bisa paksa anak-anak kamu untuk menjadi kyai/ustadz seperti dirimu, Seorang dokter jangan paksa anaknya menjadi dokter pula.


Buatlah anak bisa mencintai ibunya sebagaimana ibunya mencintai anaknya. Cinta adalah hubungan dua ‘aku’, hubungan dua pihak yang berbeda. Biarkan anak tumbuh sesuai dengan kepribadiannya.


Bagaimana lahirnya pertama kali cinta anak kepada ibu ? 

Itu terjadi saat ibu pertama kali menyusukan anaknya. Dia dengar detak detik jantung ibunya, bayi sudah bisa merasakannya dan itu hal yang luar biasa.

Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2) ayat 223 : ”Ibu-ibu kandung menyusukan anaknya selama 2 tahun penuh bagi siapa yang hendak menyempurnakan penyusuan”. 


Ayat ini tujuan sebenarnya adalah perintah. 


Di ayat lain,Allah Ta'ala berfirman QS. Al-Ahqaaf ayat 15 :”Dikandung dan disapihnya dalam 30 bulan”. Kalau sang anak dikandung selama 9 bulan maka disusuinya seharusnya 21 bulan berikutnya.


Dengan demikian, begitu pentingnya ASI (Air Susu Ibu) bagi sang bayi. Kalau ibu tidak menyusukan anaknya, berarti ibu telah menyia-nyiakan anugerah Allah Subhannahu wa Ta'ala. 


ASI itu tersedia, tidak pake biaya untuk membuatnya, tidak repot-repot, namun sayang jika tidak digunakan. Ini namanya tidak mensyukuri nikmat Allah. Padahal bayi itu lebih sehat jika dia minum ASI. Walaupun pada prinsipnya, semua orang senang yang manis, tapi bayi akan berpaling ke bantal yang terkena air susu ibunya daripada ke bantal yang terkena susu formula walaupun itu lebih manis. Allah sudah ciptakan sedemikian rupa, sehingga ASI itu sesuai dengan perkembangan anaknya. Kalau anak itu lahir, ASI-nya pasti sesuai dengan kondisi bayinya. Minggu pertama usia bayi tersebut, ASIpun menyesuaikan usia sang bayi.


Al-Quran menyebut dalam QS. Al-Israa ayat 23 : “Jangan berucap kepada salah seorang dari orang tua kamu, “uff, cis”, jangan membentak mereka dan temani mereka (-dalam kehidupan dunia selalu dengan baik walaupun mereka tidak beragama Islam-). Lanjut firman-Nya dalam QS. Al-Israa ayat 25 : “Tuhan tahu apa yang ada dalam hati kamu”. 

Sekali-kali kita pernah tercetus dalam hati “ah ibu begitu”. 

Karena itu Allah tahu, dan jika tercetus seperti itu segera mohon ampun kepada Allah dan mohon maaflah kepada ibu.


Ini baru seimbang dan agama mengajarkan keseimbangan, dingatkan kedua belah pihak kepada anak dan kepada orang tuanya. Kalau anaknya tidak dididik, pantas jika anaknya kurang ajar dan tidak ber-akhlaq.


Pertanyaan :

1. Bagaimana sikap seorang anak apabila ibunya yang tidak beriman menuntut anaknya untuk berbuat baik kepada nya ?


Prinsip umumnya adalah seseorang tidak boleh taat kepada makhluk kalau ketaatan itu mengantar pada kedurhakaan kepada Allah. 


Untuk anak, terhadap perintah orang tua yang tidak mengantar kepada kedurhakaan kepada Allah maka hendaknya anak memenuhi ajakan kebaikan itu dan temani dia dengan baik walau dia kafir.


2. a. Apa maksudnya surga di bawah telapak kaki ibu ? Jadi ibu harus bagaimana terhadap anaknya?


b. Bagaimana dengan berbakti kepada orang tua yang sudah meninggal ?
c. Bagaimana pula sikap kita terhadap ibu tiri ?


Surga dibawah telapak kaki ibu, adalah ilustrasi, yang berarti salah satu sarana untuk mengantar seseorang dapat masuk ke surga. 

Oleh karena itu ada hadits yang mengatakan “Rugilah orang yang masih hidup orang tuanya sedang dia tidak dapat masuk surga”. Karena orang tua adalah sarana terdekat untuk dapat masuk ke dalam surga. Ada diungkapkan pula: “Ridhanya Allah ada pada ridhanya orang tua”, tentu dalam batas-batas yang dibenarkan oleh agama (serta tidak melanggar hak-hak anak).


Berbakti kepada orang tua yang telah meninggal adalah dengan mendoakan mereka, memperhatikan teman-temannya. 

Ibu tiri walau tidak sepangkat ibu kandung, tetapi ibu tiri adalah isteri ayah, kita tetap mempunyai kewajiban untuk menghormati ayah, menghormati pilihan ayah.

Jadi jelaslah bahwa,


Ibu mempunyai hak dan kewajiban terhadap anaknya. Anakpun mempunyai hak dan kewajiban kepada ibunya. Bakti kepada ibu tidak berarti mencabut hak-hak pribadi anak. 



Bakti kepada orang tua adalah upaya sungguh-sungguh sesuai dengan kemampuan anak. 

Lalu,Lebih Penting Mana, Ibu Kita Atau Istri Kita?

Suami Harus Mendahulukan Ibunya Daripada Istrinya.

Sangat wajar kalau anak laki-laki meski sudah menikah tapi tetap memperhatikan ibunya, bahkan ini adalah kewajiban anak kepada orang tuanya, terutama ibu. Meski anak sudah berkeluarga dan punya rumah sendiri, ia tetap wajib merawat orang tuanya, termasuk menafkahinya seandainya mereka memang sudah tidak mampu bekerja lagi. 

Anak laki-laki harus taat kepada ibunya, bukan istrinya. Justru istrilah yang harus patuh pada suaminya.

Dalam sebuah hadits shahih, diriwayatkan bahwa Aisyah Ra bertanya kepada Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wasallam: ”Siapakah yang berhak terhadap seorang wanita?” Rasulullah menjawab:“Suaminya” (apabila sudah menikah). Aisyah Ra bertanya lagi: ”Siapakah yang berhak terhadap seorang laki-laki?” Rasulullah menjawab: “Ibunya” (HR. Muslim)

Seorang sahabat, Jabir Ra menceritakan: Suatu hari datang seorang laki-laki kepada Rasulullah, ia berkata: “Ya Rasulallah, saya memiliki harta dan anak, dan bagaimana jika bapak saya menginginkan (meminta) harta saya itu? Rasulullah menjawab: “Kamu dan harta kamu adalah milik ayahmu”. (HR. Ibnu Majah dan At-Thabrani)

Ini berarti apabila orang tua membutuhkan bantuan, maka kita tidak boleh menolak, apalagi sampai menyakiti perasaannya.

Jangan Korbankan Orang Tua Demi Istri, Meskipun Ia Cantik dan Sexy !!! 

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:“...dan hendaklah kamu bersyukur kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu” (QS. Luqman:14). 

Begitu penting berbuat baik dan berterima kasih kepada kedua orang tua kita, sampai Rasulullah bersabda: “Ridha Allah terdapat pada keridhaan orang tua. Dan murka Allah terdapat pada kemurkaan orang tua” (HR. Turmudzi).

Demikian tinggi kedudukan orang tua terhadap anaknya, sampai-sampai Allah baru meridhai kita kalau orang tua ridha kepada kita. 

Sebaliknya, Allah akan marah kepada kita apabila kita menyia-nyiakan orang tua. 


Karena itu, janganlah seorang anak laki-laki mengorbankan orang tua demi istri, meskipun istri tersebut sangat cantik dan Sexy! 


Sebab berbakti kepada orang tua termasuk kewajiban utama yang perintahnya digandeng dengan perintah beribadah kepada Allah! 


“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al-Isra’:23).


Istri Jaman Sekarang Kebanyakan Bermusuhan Dengan Ibu Mertuanya. hehe

Jika kita mau jujur, kita akan setuju dengan pernyataan tersebut. Bagi istri, ketemu dengan ibu mertua sama dengan ketemu Mak Lampir. Jenis istri seperti inilah yang jumlahnya seribuan. Artinya, sebagian besar istri berperangai seperti itu.

Seorang suami yang bijak seharusnya bisa menuntun istrinya agar sadar dan mengerti bahwa seorang laki-laki meskipun sudah menikah, tapi masih punya kewajiban mengurus ibunya. 

Istri yang baik tidak akan melarang suaminya berbuat baik kepada orang tuanya. Seyogyanya, seorang istri membantu suaminya dengan cara memberi dorongan dan peluang kepadanya untuk berbuat baik kepada orang tuanya. Tidak perlu takut, kalau suami memberi uang kepada ibunya, lantas rejekinya istri akan berkurang. Yakinlah, dengan rahmat-Nya, Allah akan melipat gandakannya. Dengan seperti itu, seorang istri akan mendapat pahala kebaikan pula. Sebaliknya, jika istri menghalang-halangi suami berniat baik, maka ia akan mendapat dosa. 




(Tetaplah dalam kesabaran menerima Nikmat Allah dalam sakitmu Ibuku, atas kesabaranmu menjalani Nikmatullah, Allah Ta'ala akan memberikan Nikmat lain berupa Nikmat Sehat kepadamu, do'a kami anak-anakmu senantiasa bersamamu Ibu). 





Wallahu a’lam.

Wassalamu'alaikum warakhmatullahi wabarakatuh.
Barakallah
Let's Learn About Islam

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution