Rasulullah Saw. Dibenci Karena Aqidahnya
Nabi Muhammad saw. merupakan sosok manusia paripurna, yang memiliki akhlak agung tiada tandingannya. Karena akhlaknya, Nabi saw. dicintai dan dihormati segenap kalangan. Tua-muda, laki-perempuan semua sangat terkesan dengan pribadi agungnya.
Kemuliaan kepribadian Nabi saw. hadir
bukan sejak beliau diangkat Allah menjadi nabi, melainkan sejak beliau
masih kecil. Bahkan pada jaman jahiliah kaum Quraisy, beliau
dijuluki”Al-Amin” (laki-laki terpercaya). Hal ini bahkan diabadikan
dalam firman Allah:
Namun,
meski dikenal sebagai manusia dengan akhlak yang mulia, tetapi, tak
bisa dipungkiri jika Rasulullah saw memiliki musuh yang membencinya,
bahkan ingin membunuhnya. Pertanyaannya kemudian, kenapa Rasulullah
masih mempunyai musuh? Mengapa masih ada manusia yang berniat membunuhnya
jika semua orang sepakat bahwa akhlak beliau sedemikian mengagumkan?
Tentunya, jika kita cermati lagi, yang menjadikan Nabi Muhammad
saw. dimusuhi bukan karena akhlaknya. Melainkan, karena keimanannya.
Orang yang memusuhi nabi, adalah mereka yang tidak suka dengan ajaran
aqidah atau keimanan yang dibawanya, yang mengajarkan bahwa hanya ada
satu tuhan, yaitu Allah Subhanahu wata’ala. Menurut mereka, ajaran
tauhid mengancam eksistensi ajaran mereka, yang menuhankan selain Allah.
Dalam Sirah Nabawiyyah (sejarah perjuangan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam), paman Nabi, yakni Abu Tholib, diminta oleh para pemuka Quraisy untuk melobi Nabi saw. agar mau menghentikan seruan da’wah Tauhid-nya dengan imbalan apapun yang diinginkan Rasulullah. Tetapi Rasulullah menjawab: ”Demi
Allah, hai Pamanku…! Jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku
dan bulan di tangan kiriku, dengan maksud agar aku meninggalkan urusan
ini, maka saya tidak akan melakukannya, sampai Allah memenangkannya atau
aku hancur dalam melaksanankannya…!”
Seruan tauhid merupakan seruan abadi para Nabi dan Rasul utusan Allah. Para Nabi dan Rasul secara bergantian membawa misi mengajak manusia agar menghamba semata kepada Allah dan menjauhi thaghut.
’Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”. (QS An-Nahl: 36)
Sebelum para Nabi dan Rasul mengajarkan apapun, mereka senantiasa mendahulukan pengajaran akan hakikat fundamental pengesaan Allah. Tiada gunanya segenap amal-sholeh dan amal-ibadah diajarkan kepada manusia jika tidak dilandasi pemahaman sekaligus keyakinan mendasar akan keesaan Allah. Bahkan Al-Qur’an
menggambarkan bahwa hakikat kebencian kaum kafir hingga tega menyiksa
sesama manusia lainnya ialah dikarenakan manusia lain itu memiliki
keimanan akan keesaan Allah semata.
”Dan
mereka tidak menyiksa orang-orang mu’min itu melainkan karena
orang-orang mu’min itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha
Menyaksikan segala sesuatu.” (QS Al-Buruuj ayat 8-9)
Inilah hakikat permusuhan dan konfrontasi di dunia. Permusuhan yang sesungguhnya ialah permusuhan karena pertentangan aqidah bukan yang lainnya.
Maka sudah sepantasnya kita selalu introspeksi dan evaluasi diri. Jika
dalam kehidupan ini kita ternyata dimusuhi manusia, maka jangan bersedih
dulu. Sebab, Nabi pun pernah dimusuhi.
Namun,
harus kita lihat, apakah kita dimusuhi orang lain karena akhlak kita
atau aqidah kita. Jika ternyata dibenci karena akhlak kita, maka sudah
sepatutnya kita ber-istighfar dan memperbaiki diri. Namun, jika kita dibenci lantaran aqidah kita, maka sepatutnya kita bersyukur dan bersabar. Sebab Nabi saw. dan
para sahabatnya-pun dibenci karena aqidahnya. Itupun dengan catatan,
bahwa kita selama ini memang sudah terus berusaha meluruskan dan
mengokohkan aqidah tauhid kita setiap hari.
syaamilquran.com
Sumber: eramuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar