Bau Harum Masyithah. Masyithah pelayan putri Fir’aun. Ia ibu yang melahirkan putra-putra
berlian. Wanita yang berani mempersembahkan jiwa-raga untuk agama Allah
swt. Ia seorang bunda yang memiliki sifat kasih sayang dan kelembutan.
Mencintai anak-anaknya dengan cinta fitrah ibu yang tulus. Masyithoh
berjuang, bekerja, dan rela letih untuk membahagiakan mereka di dunia
dan di akhirat.
Bayangkan, anaknya yang terkecil direnggut dari belaian tangannya. Si
sulung diambil paksa. Keduanya dilemparkan ke tengah tungku panas timah
membara. Masyithah menyaksikan itu semua dengan mata kepalanya sendiri.
Kalbu ibu mana yang tidak bergetar. Hati ibu mana yang tidak hancur
bersama luruhnya jasad buah hatinya. Jiwa ibu mana yang tidak
tersembelih dan membekaskan rasa sakit dengan luka menganga? Masyithah
melihat sendiri si sulung dan si bungsu menjerit kesakitan terpanggang
di tungku timah panas membara.
Itulah peristiwa dahsyat yang dihadapi Masyithah, sosok yang
menakjubkan dalam cinta kepada Allah swt. Ia seorang ibu mukminah yang
sangat sabar dan memiliki anak-anak yang shalih lagi baik hati. Cinta
yang bersemayam dalam hati mereka adalah gejolak iman yang mampu
melahirkan sebuah pengorbanan yang sempurna. Kehidupan dunia tidak mampu
mengalihkan mereka dari cita-cita meraih keridhaan Sang Pencipta.
Inilah hakikat yang sebenar-benarnya: Iman yang baik akan mampu
mengalahkan tarikan dunia dengan segala isinya.
Tuhanku Allah
Tidak diragukan lagi, siapa yang pernah merasakan pahitnya kezhaliman
meskipun sesaat, mencicipi sakitnya siksaan meskipun sebentar, pasti
akan tahu mengapa Rasulullah saw bersabda, ”Kezhaliman akan membawa kegelapan di hari kiamat.” (Bukhari)
Masyithah telah merasakan beragam kezhaliman dan penyiksaan. Semua
ketidaknyamanan itu dihadapinya dengan tegar sampai akhirnya ia bertemu
dengan Tuhannya dengan ridha dan diridhai. Masyithah mengajarkan kepada
kita tentang sempurna dalam berkorban dan total dalam berderma. Ia telah
sukses mendidik anak-anaknya untuk mempersembahkan nyawa mereka untuk
Allah swt.
Rasulullah saw. bercerita kepada kita, “Ketika menjalani Isra’ dan
Mi’raj, aku mencium bau yang sangat harum.” “Wahai Jibril, bau harum apa
ini?” tanya Rasulullah. Jibril menjawab, “Ini bau harum Masyithah
–pelayan putri Fir’aun– dan anak-anaknya.” Saya bertanya, “Apa kelebihan
Masyithah?”
Jibril menjawab, ”Suatu hari Masyithah menyisir rambut putri Fir’aun.
Sisirnya jatuh dari tangannya. Ia berkata, ‘Bismillah.’ Putri Fir’aun
kaget dan berkata kepadanya, ‘Dengan menyebut nama ayahku.’ Ia menolak.
‘Tidak. Akan tetapi Tuhan saya dan Tuhan ayah kamu adalah Allah.’ Ia
menyuruh putri itu untuk menceritakan peristiwa tersebut kepada ayahnya.
Putri itu pun menceritakan kepada Fir’aun. Maka Fir’aun memanggil
Masyithah. Fir’aun bertanya, “Wahai Fulanah, apakah engkau punya Tuhan
selain aku?” Ia menjawab, “Ya, Tuhan saya dan Tuhan kamu adalah Allah.”
Fir’aun marah besar. Ia memerintahkan dibuatkan tungku besar yang diisi
timah panas; agar Masyithah dan anak-anaknya dilemparkan ke dalamnya.
Masyithah tidak menyerah. Begitu juga anak-anaknya. Masyithoh meminta
satu hal kepada Fir’aun, “Saya minta tulangku dan tulang anak-anakku
dibungkus menyatu dengan kain kafan.” Fir’aun menuruti permintaannya.
Bismillah
Sungguh, Masyithah wanita terhormat lagi mulia. Ia hidup di istana
raja. Ia dekat kekuasaan karena tugasnya merawat anak Fir’aun. Akan
tetapi keimanan kepada Allah swt. telah membuncah di kalbunya. Kadang ia
menyembunyikan keimanannya seperti yang dilakukan istri atau keluarga
Fir’aun yang muslim lainnya.
Bedanya ketika iman telah memenuhi kalbu, maka lisan akan mengucapkan
apa yang terpendam dalam kalbu tanpa beban, tanpa paksaan, dan tanpa
rasa takut. Inilah yang dilakukan Masyithah. Ia mengatakan dengan
dilandasi fitrah yang suci, ”Bismillah”, tanpa memikirkan resiko yang
akan dialaminya. Ia telah mengungkapkan isi kalbunya yang telah
disimpannya berhari-hari bahkan bertahun-tahun. Ia memproklamasikannya
dengan bangga dan gembira. Bahkan, ketika putri Fir’aun memintanya untuk
mengakui ketuhanan ayahnya, ia menolak tegas dengan mengatakan, ”Tuhan
saya dan Tuhan ayah kamu adalah Allah.”
Ia tidak takut siksaan. Ia tidak gentar dengan kekuatan Fir’aun yang
terkenal bengis dan tidak berperikemanusiaan. Apa pun yang terjadi, ia
hadapi dengan tegar.
Ujian Kalbu
Sungguh ujian berat menimpa wanita mulia ini beserta anak-anaknya.
Fir’aun menghukum karena mereka beriman kepada Allah swt. dan rela
dengan agama yang mereka anut. Tanpa belas kasih Fir’aun melempar
anak-anak Masyithah satu demi satu ke tungku besar berisikan timah panas
yang mendidih. Fir’aun melakukanya untuk menakut-nakuti Masyithah.
Fir’aun berharap naluri keibuan Masyithah iba akan nasib anak-anaknya
dan itu membuatnya lemah lalu mau kembali mengakui Fir’aun sebagai
Tuhan. Akan tetapi Allah swt. memperlihatkan kepada Fir’aun bahwa yang
menggenggam kalbu Masyithah adalah diri-Nya. Apakah Fir’aun mampu
menguasai kalbu seseorang yang telah beriman? Mungkin ia bisa membunuh
jasadnya, tapi mampukah membunuh ruhnya? Itu mustahil dilakukan Fir’aun.
Apa yang dihadapi Masyithah adalah ujian yang berat bagi kalbu orang
yang beriman. Namun, dorongan keimanan yang kuat membuatnya bertahan dan
keluar menjadi pemenang. Masyithah dan anak-anaknya membuktikan
keimanannya kepada Allah dengan mewakafkan diri hancur disiksa dengan
cara yang sangat tidak berperikemanusiaan oleh Fir’aun.
Pelajaran dari Kisah Masyithah
Masyithah telah wafat. Tapi, kisahnya belumlah berakhir. Sampai saat
ini, kisahnya masih terngiang di telinga orang-orang yang rindu bertemu
dengan Allah swt. Karena, Masyithah telah memberi cambuk yang senantiasa
memotivasi kita untuk meraih kehidupan yang baik dan lebih baik lagi.
Ada sejumlah pelajaran yang bisa kita petik dari kisah Masyithah, di antaranya:
· Iman adalah senjata yang sangat ampuh. Karena, iman adalah kekuatan yang bersumber dari ma’iyatullah (kebersamaan dengan Allah swt dan lindungan-Nya). Allah swt berfirman, ”Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (An-Nahl:128)
· Sabar dalam menghadapi cobaan dan teguh dalam pendirian, itulah
yang dibuktikan oleh Masyithoh dan anak-anaknya. Rasulullah saw
bersabda, ”Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah
dibanding mukmin yang lemah, dan masing-masing dari keduanya mendapatkan
kebaikan.” (Muslim)
· Selalu ada permusuhan abadi antara hak dan batil, antara kebaikan
dan keburukan. Meskipun keburukan banyak dan beragam, namun pasti
ujungnya akan lenyap. Karena yang asli adalah kebaikan.
· Allah swt. akan meneguhkan orang-orang yang beriman ketika mereka
dalam kondisi membutuhkan keteguhan tersebut. Sebab, ujian itu
sunnatullah. Pasti akan datang kepada setiap orang yang mengaku beriman.
· Muslim yang sejati tidak akan tunduk kecuali kepada Allah swt. Dan
ia senantiasa melaksanakan kewajiban amar ma’ruf dan mencegah dari yang
mungkar.
· Peran dan kontribusi kaum wanita muslimah tidaklah lebih kecil
dibanding pria dalam mengibarkan panji kebenaran. Para wanita memiliki
peran yang besar dalam dakwah ilallah sejak zaman dahulu.
Syahidnya Masithah akibat siksaan Fir’aun adalah bukti puncak
pengorbanan yang pernah dilakukan wanita dalam sejarah.
· Balasan amal yang didapat seseorang adalah sesuai dengan kadar amal
perbuatan itu sendiri. Allah swt. telah menghancurkan Fir’aun dan
menghinakannya namanya dalam catatan sejarah yang akan terus dikenang
sepanjang kehidupan manusia sebagai manusia terjahat. Sedangkan
Masyithah diabadikan namanya dengan harum, dan menjadikan dirinya dan
anak-anaknya wangi semerbak di langit tujuh karena perbuatannya yang
baik. Jibril mencerita hal ini kepada Rasulullah, dan Rasulullah
menyampaikannya kepada kita untuk dijadikan teladan.
· Allah swt. tidak akan menyiksa seseorang karena dosa orang lain.
· Sungguh, cerita seperti ini berulang dan akan terus berulang
sepanjang waktu. Selalu akan ada orang zhalim dengan beragam bentuk
kezhalimannya dan selalu ada orang yang akan menentang mereka meski tahu
ada siksaan dan cobaan menyertai usaha baiknya itu. Kisah tetap satu:
cobaan akan terjadi, tapi para pahlawan selalu memiliki kemiripan. Ending-nya tidak akan berubah, sebagaimana firman Allah swt. dalam surat Ar Rum: 47,
”Dan
sesungguhnya kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang Rasul
kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa
keterangan-keterangan (yang cukup), lalu kami melakukan pembalasan
terhadap orang-orang yang berdosa, dan kami selalu berkewajiban menolong
orang-orang yang beriman.”
(Disadur dari Majalah Al-Mujtama’ Edisi Februari 2007). by.Almumtahanah
0 komentar:
Posting Komentar