Dihina Allah… Memang Enak!?
Allah SWT berfirman dalam surat Ali ‘Imran ayat 192:
Rabbanaa innaka man tudkhilin naara faqad akhzaitah, wamaa lidldlaalimiina min anshaar.
Artinya: Wahai Tuhan kami, sesungguhnya
mereka yang telah Engkau sisihkan dan Engkau posisikan untuk masuk dalam
neraka adalah orang-orang yang telah Engkau hina ya Allah. Dan tidak
ada penolong bagi orang yang zalim. (QS 3: 192)
Makna ayat di atas adalah bahwa tidak
masuk dalam neraka kecuali orang-orang yang dihina Allah.
Ini dikarenakan mereka sebelumnya menentang Allah, tidak mau mengerjakan
perintah-Nya atau tidak mau meninggalkan larangan-Nya. Allah akan
memberi sanksi kepada orang-orang itu berupa kehinaan. Orang-orang yang
dimasukkan ke dalam neraka Jahannam, berdasarkan ayat yang dikutip di
atas, jelas telah direndahkan oleh Allah.
Orang yang melanggar peraturan Allah
adalah orang yang hina. Hinalah orang yang meninggalkan perintah Allah
dan hina pula orang yang melaksanakan larangan-Nya. Dengan demikian,
mencuri, berjudi, berzina dan sejenisnya di dunia adalah trick
atau cara manusia meraih penghinaan. Yang menghina kita bukan Allah.
Bukan juga orang lain yang menghina kita. Manusia tidak berhak menghina
orang lain. Tetapi, kita sendiri yang memposisikan diri di tempat yang
rendah.
Seperti halnya di dunia, penjara bagi
pelaku kejahatan pada hakikatnya bukan kurungan badan semata, sehingga
orang tersebut tidak dapat melakukan kejahatan yang dapat merusak
dirinya atau orang lain. Tetapi, penjara adalah penghinaan kepada
orang-orang yang melanggar hukum. Masuknya seseorang dalam penjara
adalah akibat dari perbuatan orang itu sendiri.
Penghinaan di Akhirat
Ayat di atas mengisyaratkan juga bahwa
di dalam neraka nanti manusia tidak hanya diganjar dengan siksa yang
menyakiti badannya. Mereka juga diperlakukan sedemikian rupa sehingga
hati mereka pun benar-benar merasakan penghinaan Allah. Ada manusia yang
diubah rupanya menjadi rupa babi. Penghuni neraka diperintahkan oleh
malaikat untuk merekonstruksi perbuatan jahat seperti yang dilakukannya
di dunia. Dua contoh ini saja cukup untuk menggambarkan betapa pedihnya
penghinaan Allah. Bentuk penghinaan di akhirat sangatlah banyak.
Bayangkan bagaimana perasaan orang yang
mukanya tidak mirip manusia saat berada di hadapan Allah sang Pencipta.
Lagi pula, rupa babi tidak diberikan untuk jangka waktu sebentar, ibarat
topeng yang bisa dilepas atau ditinggalkan. Muka buruk yang diberikan
Allah boleh jadi untuk selama-lamanya. Bayangkan, betapa kecilnya hati
orang yang dihina tersebut.
Begitu juga orang yang diperintahkan
untuk mempraktikkan semua perbuatan jahatnya di hadapan Allah. Orang itu
dipaksa untuk membuka aibnya sendiri, dengan memperagakan lagi
dosa-dosanya justru pada saat dia sendiri menyesali perbuatan itu. Orang
yang punya aib pasti ingin rahasianya tidak diketahui orang, apalagi
direkonstruksi berulang kali. Dalam sebuah hadits yang shahih
diceritakan bahwasanya orang yang bunuh diri dengan melompat dari tempat
yang tinggi akan menaiki sebuah tempat di dalam neraka lalu melompat
sebagaimana dia melakukannya dahulu. Setelah tersungkur ke bawah, maka
di tengah segala macam siksaan neraka yang mendidihkan manusia sampai ke
otaknya dia pun kembali menaiki tempat yang sama dan seterusnya tanpa
akhir. Jadi, siksaan bukan hanya pada raga, tapi kehinaan yang meliputi
perasaan.
Orang Zalim Jangan Dibantu
…wamaa lidldlaalimiina min anshaar “…
dan tidak ada penolong bagi orang yang zalim.” Orang-orang tersebut
jangan harap akan dibantu oleh Allah. Makanya, Anda jangan coba-coba
membantu orang zalim. Orang zalim di sini maknanya pelaku maksiat, orang
yang menentang perintah atau larangan Allah SWT.
Kezaliman seseorang memposisikan dia
pada tempat yang hina. Allah pun menghina orang ini, maka Anda tidak
boleh memuliakannya dengan membantunya? Orang yang minum minuman keras
jangan Anda bantu, “bela-belain”, sembunyikan botolnya, pertahankan.
“Pak, setahu saya nggak pernah dia minum”.
Membantu orang yang zalim sama seperti
berbuat kezaliman itu sendiri. Itulah sebabnya saksi palsu dalam ukuran
Islam disejajarkan dengan penjahat besar. Mereka tidak akan ditarik
kembali dari neraka Jahannam, tapi dididihkan untuk selama-lamanya.
Kesaksian palsunya telah mempertahankan kezaliman.
Kalau kita mengenal orang zalim yang
datang ke rumah kita meminta bantuan, katakan kepadanya, “Maafkan saya.”
Hukum memberikan bantuan bagi orang yang menghancurkan diri sendiri
adalah haram. Anak kandung kita yang sudah kecanduan narkoba, misalnya,
haram diberikan kepadanya uang apabila dengan uang itu akan bertambah
kecanduan dan kerusakan jiwanya. Maka dalam Islam berlaku kaidah
..wamaa lidldlaalimiina min anshaar.. (orang yang zalim tidak boleh dibantu).
Hal yang sama juga berlaku untuk anggota
tubuh. Misalnya, telinga yang kalau tuli berhak kita obati dan berhak
kita sumbangkan duit untuk memperbaikinya karena telah rusak adalah
telinga-telinga yang mendengar ajakan kebaikan. Telinga yang tidak mau
mendengar perintah Allah kalau sakit tidak usah dibantu. Untuk apa?
Tidak ada gunanya! Anggota tubuh yang ingkar, seperti halnya anggota
masyarakat yang zalim, tidak berhak dibantu.
Sekalipun demikian, kita berkewajiban
menyelamatkan orang zalim dengan mengarahkannya pada kebaikan sesuai
kemampuan kita masing-masing. Yang paling utama adalah memberi nasihat
dengan kesabaran dan kasih sayang. “Watawaashau bishshabri watawaashau bilmarhamah.” Mereka
yang masih ada harapan untuk diperbaiki dengan jalan baik-baik tidak
boleh dikasari, tapi semaksimal mungkin diarahkan melalui pembinaan iman
dan akhlak. Tetapi, hukum Allah sudah jelas, membantu orang zalim dalam
melanggengkan kezalimannya adalah terlarang.
Kesimpulan
Neraka, seperti halnya penjara di dunia,
adalah penghinaan kepada penghuninya. Penghinaan itu bukan dari Allah,
dan bukan pula dari sesama manusia. Kehinaan adalah buah karya penghuni
neraka itu sendiri, dengan melanggar perintah Allah atau larangan-Nya.
Orang yang zalim (pelaku maksiat) haram
dibantu. Begitu pula manusia yang menggunakan panca inderanya dan
anggota tubuhnya untuk bermaksiat kepada Allah. Mereka tidak berhak
untuk dibantu.
Untuk itu, mari sibukkan diri kita
dengan kebaikan. Inilah yang menaikkan derajat dan kemuliaan kita di
hadapan Allah SWT. Jangan sibukkan diri kita dengan setiap bentuk
kemaksiatan. Takutlah kepada Allah. Allah tidak akan menghina kita, tapi
kita yang menghina diri sendiri.
Orang yang menjalankan perintah Allah
dan meninggalkan larangan-Nya, yang berbuat baik semasa hidupnya, adalah
orang yang mencari tempat terhormat. Barangsiapa bertakwa
kepada Allah pasti berada di tempat terhormat dan aman dari penghinaan
Allah.
0 komentar:
Posting Komentar