Berhati-hatilah Dengan Hati
“Manusia
tidak luput dari salah, tidak ada manusia yang sempurna”, atau “manusia tempat salah dan khilaf”,
Itulah
kiranya dua ungkapan atau istilah yang sering terucap dalam menggambarkan
betapa sosok manusia adalah sosok yang lemah, punya kecenderungan yang besar
untuk berbuat salah dan khilaf.
Terkadang kelemahan manusia itu sendiri sering
dijadikan sebuah pembenaran, sehingga tidak jarang seorang manusia seakan tidak
mau belajar dari kesalahannya sendiri, tidak mau introspeksi. “Tidak ada manusia yang sempurna”, dalam
kalimat itulah terkadang manusia berlindung dari kesalahan-kesalahannya.
Didalam kehidupan dunia, sudah ketentuan Allah
SWT manusia dihadapkan pada dua pilihan, dua jalan atau dua bisikan, yakni
jalan kebenaran dan jalan kesesatan. Semenjak Iblis tidak mau bersujud kepada
Adam sesuai dengan perintah Allah SWT, dan menjadi makhluk terkutuk yang
berjanji akan menyesatkan manusia hingga ingkar daripada jalan kebenaran,
ingkar dari perintah dan larangan Allah SWT kemudian semenjak Adam dan Hawa
diturunkan oleh Allah SWT dari Surga karena bujuk rayu Iblis, maka sampai hari
kiamat pula iblis menjadi musuh yang nyata manusia, musuh yang selalu berkomitmen
mengajak manusia kedalam kesesatan, membujuk dan merayu agar sama-sama satu
barisan dalam menentang segala jalan kebenaran agama yang bersumber dari Allah
SWT lewat Al-Quran, Hadist dan Sunnah.
Dalam rangka itu, iblis, setan dan bala
tentaranya tidak lelah dan terus mencari titik kelemahan manusia yang mudah
ditaklukan. Salah satu titik lemah manusia ada dalam hati, karena hati
merupakan nahkoda atau setirnya jiwa dan raga, pengendali dari semua tindakan
manusia. Untuk itulah dalam hati manusia selalu dua kekuatan yang saling
berperang, kekuatan yang menyeru pada kebaikan dan kekuatan yang menyeru kepada
keburukan dan kesesatan. Seruan kebaikan bersumber dari perintah dan larangan
yang digariskan oleh Allah SWT lewat ajaran agama, dan seruan keburukan/kesetan
bersumber dari iblis, setan dan bala tentaranya.
Dalam prosesnya, ada manusia
yang bisa memerangi seruan iblis, setan dan bala tentaranya, ada manusia yang tidak
bisa memeranginya, artinya manusia yang kalah dan menyerah pada seruan iblis,
setan dan bala tentaranya sehingga hatinya selalu condong pada keburukan,
kesesatan, dan itu semua dimanifestasikan lewat tindakan yang sifatnya
mengingkari apa-apa yang diperintahkan
dan melakukan apa-apa yang dilarang oleh Allah SWT lewat ajaran agama. Iblis, setan
dan bala tentaranya selalu bercokol dalam hati manusia, menyeru pada pemuasan
hawa nafsu dan kebatilan. Inilah sumber dan sebab-musabab kenapa manusia punya
kecenderungan untuk berbuat salah. Disamping sosok manusia yang diciptakan
sesuai dengan ketentuan Allah SWT adalah sosok yang lemah dengan segala
kekurangannya, ditambah pula dengan bujuk rayu iblis, setan dan bala tentaranya
yang selalu bersemayam dalam hati manusia dalam menyeru kepada jalan yang
sesat. Untuk itulah kenapa manusia dianjurkan untuk selalu mendekatkan diri
kepada Rabb-nya, Allah SWT, meminta kekuatan dan petunjuk dari-Nya guna
menangkal godaan-godaan iblis dan setan dalam hati manusia.
Niscaya, orang yang tidak mau mendekatkan
dirinya kepada Allah SWT, memohon kekuatan dan petunjuk dari-Nya, dia adalah
orang yang menjadi sasaran empuk iblis, setan dan bala tentaranya sehingga
dengan mudah hatinya dapat ditaklukan oleh seruan-seruan yang menyesatkan.
Berbeda dengan orang yang selalu mendekatkan dirinya kepada Rabb-nya, meminta
pertolongan, kekuatan dan petunjuk dari sang Khalik, maka hatinya akan memiliki
tameng dalam menahan seruan kesesatan dari iblis dan setan, dan iblis, setan
akan memerlukan tenaga ekstra untuk membujuk hatinya.
Untuk itulah kenapa Nabi Muhammad SAW bersabda,
“ sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumbal daging, apabila segumpal daging itu
baik maka baik pula tubuh manusia itu, tapi bila segumpal daging itu rusak maka
rusak pula tubuh manusia itu, segumpal daging itu adalah Qalbu (hati)” (HR.
Bukhari Muslim).
Inilah hati manusia, bila diibaratkan, hati
merupakan benteng pertahanan manusia, bila benteng itu roboh oleh musuh maka
musuh dapat dengan mudah menguasai isinya, tapi bila benteng itu kokoh maka
musuh akan sulit menguasai isinya, yakni imannya manusia. Dalam sebuah hadits
marfu' dari Anas disebutkan,
"Tidak
lurus keimanan seorang hamba sebelum lurus hatinya, dan tidak lurus hati
seseorang sebelum lurus lisannya." (HR. Ahmad).
wallahualam bishawab.
Pengasuh Kolom Religi Pasir Gadog
0 komentar:
Posting Komentar