Di Dunia Kita Meminta, Di Akhirat Kita Berharap Nikmat
Kemanakah kita akan
melangkah? Sejauh apa pun perjalanan hidup kita, pada akhirnya kematian
juga yang akan kita temui. Jika ada kepedihan di dunia ini, maka
pembatasnya adalah kematian; batas akhir penderitaan ataukah batas
menuju penderitaan yang jauh lebih pedih.
Semenderita apa pun seseorang
di dunia, jika tak selamat di akhirat, maka pada hakekatnya dunia itulah
surga baginya. Sebaliknya sebesar apa pun kenikmatan yang kita reguk di
dunia ini, maka kematianlah penutupnya bersebab nikmat di dunia itu
sama sekali tak bernilai dibanding nikmat di akhirat. Tetapi bagi yang
akhiratnya adalah musibah abadi, maka kematian ada penutup nikmatnya di
dunia.
Jika seseorang menjadikan dunia sebagai
cita-cita terbesarnya, ia perlu berbenah agar kehidupan dunianya semakin
berkibar. Ia perlu memperbaiki kariernya. Begitu pun tatkala kita
menginginkan kehidupan akhirat, kita perlu perbaiki agama kita. Hanya
saja, ada orang yang inginnya memperbaiki agama dengan memperbanyak
ibadah, tetapi ia menempuh jalan yang salah sehingga tidak membaguskan
agama, justru sebaliknya memburukkannya. Ia menyangka mengerjakan yang
maslahat, padahal memperbuat yang syubhat.
Alangkah jauh jarak antara pengetahuan dan
keyakinan. Bacaan sudah banyak, pemahaman sudah baik, tetapi hati
kadang tak tersentuh olehnya. Sungguh, sangat berbeda antara mengetahui
kebaikan dengan mengimaninya sepenuh hati sehingga membekas dalam hidup
sehari-hari. Pengetahuan tentang agama ini memang perlu kita cari agar
mengilmui dengan benar, tetapi itu saja tidak cukup.
Kita perlu berupaya
menajamkan hati kita agar lebih mudah tergerakkan oleh agama dan
menjadi tempat bersemayamnya hidayah. Kita memohon kepada Penggenggam
Hati: Allah ‘Azza wa Jalla untuk membaguskan iman kita dan menganugerahi
rasa takut kepada-Nya. Tentang ini, telah kita perbincangkan dalam
tulisan bertajuk Selarik Pinta Kepada Allah Ta’ala.
Kepada Allah Yang Maha Perkasa, kita
memohon sepenuh pinta kepada-Nya dengan sebaik-baik permohonan.
Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan do’a:
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِى دِينِىَ الَّذِى
هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِى وَأَصْلِحْ لِى دُنْيَاىَ الَّتِى فِيهَا مَعَاشِى
وَأَصْلِحْ لِى آخِرَتِى الَّتِى فِيهَا مَعَادِى وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ
زِيَادَةً لِى فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِى مِنْ
كُلِّ شَرٍّ
“Ya Allah, perbaikilah agamaku untukku
yang ia merupakan benteng pelindung bagi urusanku. Dan perbaikilah
duniaku untukku, yang ia menjadi tempat hidupku. Serta perbaikilah
akhiratku yang ia menjadi tempat kembaliku. Jadikanlah kehidupan ini
sebagai tambahan bagiku dalam setiap kebaikan, serta jadikanlah kematian
sebagai kebebasan.” (HR. Muslim).
Ada empat hal penting yang kita mohonkan
kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Yang pertama merupakan pokok segala
urusan, yakni agama. Kita memohon kepada Allah Ta’ala agar memperbaiki
agama kita untuk kita. Inilah yang menjadi benteng penjaga terpenting
untuk segala urusan kita, baik di dunia maupun akhirat.
Tidak ada jalan
keselamatan di akhirat, bahkan ketika kita mengerjakan urusan dunia,
kecuali pada agama. Maka, kita memohon kepada Allah Ta’ala untuk
memperbaiki agama kita untuk kita, yakni semakin baiknya urusan agama
kita benar-benar membawa barakah bagi diri kita. Bukan hanya tampak
semakin baik, tetapi sesungguhnya bukan ketaatan.
Kepada-Nya kita meminta seraya berusaha
berbenah memperbaiki diri sebagai bentuk kesungguhan. Semoga Allah
Ta’ala mengabulkan dan menyempurnakan upaya kita.
Kepada Allah Ta’ala kita juga memohon
untuk memperbaiki dunia kita tempat kita hidup saat ini. Alangkah rugi
mereka yang berlomba-lomba mengerjakan amal akhirat demi meraih dunia
yang hanya sebentar ini. Di dunia mereka mungkin mendapatkan apa yang
diminta, tetapi di akhirat tidak mendapatkan kebaikan sama sekali. Ini
bukan berarti kita mengabaikan kehidupan kita di dunia.
Di sini kita
tinggal. Di sini kita hidup dan sepatutnya menjadikannya sebagai ladang
akhirat. Maka kita meminta kepada Allah Ta’ala agar memperbaiki dunia
kita yang dengannya kita berusaha dengan sungguh-sungguh menjadikan
sebagai ladang akhirat. Semoga kita mampu bertekun-tekun mengerjakan
amal dunia untuk meraih akhirat, dan melakukan amal akhirat juga untuk
kehidupan akhirat kita.
Selanjutnya kita memohon kepada Allah
‘Azza wa Jalla perbaikan urusan akhirat kita. Sebesar apa pun rumah
kita, semegah apa pun tempat tinggal kita, pada akhirnya kita akan
kembali ke kampung akhirat. Sebaik apa pun karier kita, ada saatnya
untuk berhenti. Perjalanan hidup ini terus melaju ke masa depan dan tak
ada pilihan untuk surut ke masa kecil atau batal dilahirkan.
Maka
pilihan kita hanyalah menyiapkan diri pulang ke kampung akhirat. Jika
amal shalih kita tak dapat diharap sama sekali, semoga tangisan kita
yang menghiba ampunan-Nya dapat menjadi asbab Allah Ta’ala berikan
rahmat berupa surga-Nya.
Tetapi bagaimana kita akan memohon ampun
kepada Allah Ta’ala atas dosa yang bertumpuk ini jika kita masih saja
lalai dengan urusan akhirat? Maka kepada Allah subhanahu wa ta’ala kita
meminta perbaikan urusan akhirat kita.
Dan penutup atas segala perkara di dunia
ini adalah kematian. Ini dapat menjadi pembebas dari segala kesulitan
untuk menuju nikmat kubur dan nikmat akhirat, dapat pula menjadi awal
musibah yang tiada henti. Kepada Allah Ta’ala kita memohon agar kematian
kita kelak adalah pembebasan dari segala kepayahan di dunia.
Twitter: @kupinang
0 komentar:
Posting Komentar