Sombong, Menjauhkan Diri dari Jalan Islam
Sejak bumi ini diciptakan, iblis enggan untuk bersujud kepada Allah
SWT. Iblis begitu sombong tidak mau diperintah untuk menyungkur sujud.
Kita lihat sekarang, betapa banyak para pengusaha kaya yang sombong
tidak mau bersujud dan membayar zakat. Banyak pula politisi yang
seenaknya dalam menjalankan amanah rakyat. Seenaknya korupsi, menindas
rakyat miskin, memanfaatkan jabatan. Semua itu berakar dari sifat
sombong yang dipelopori oleh iblis.
Salah seorang ulama terkenal di abad ke-8 Masehi, Ibnu Taimiyah
rahimahullah tentang bahaya hasad (dengki) dan kibr (sombong) ini
memaparkan dalam salah satu kitabnya yang terkenal, Majmu al-Fatawwa.
Sombong dan hasad (dengki) adalah dua penyakit yang telah menghancurkan
orang terdahulu dan belakangan. Keduanya adalah dosa yang amat besar
yang ada dahulu.
Sifat kibr (sombong) berawal dari Iblis sedangkan sifat hasad berasal
dari Adam. Begitu pula anak Adam yang membunuh saudaranya. Ia
membunuhnya karena hasad pada saudaranya. Karenanya, sifat sombong
menafikkan Islam (sikap tunduk patuh pada Allah, pen). Sebagaimana pula
syirk menafikkan Islam. Islam adalah berserah diri (tunduk patuh) pada
Allah semata.
Barangsiapa yang tunduk patuh pada Allah, juga pada selain-Nya, maka
dia termasuk musyrik pada Allah (karena dia telah menduakan Allah).
Barangsiapa yang tidak tunduk patuh pada Allah, maka dialah orang yang
kibr (sombong). Inilah sebagaimana keadaan Fir’aun dan pengikutnya.
Barangsiapa yang tunduk patuh pada Allah di jalan yang hanif (lurus),
maka dia adalah yang sebenar-benarnya muslim (orang yang tunduk patuh).
Dialah yang sebenarnya menjadi pengikut Ibrahim sebagaimana Allah SWT
firmankan,
“Ketika Rabbnya berfirman kepadanya, ‘Tunduk patuhlah!’ Ibrahim
menjawab, ‘Aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam.’” (QS. Al-Baqarah:
131)
Pada umumnya yang menyebabkan manusia sombong adalah karena beberapa sebab antara lain:
Harta dan kekayaan. Sesungguhnya kita hidup tidak punya apa-apa.
Harta yang dibangga-banggakan itu hanyalah titipan dari Sang Pemilik
alam ini. Jangankan harta, diri kita pun bukan milik kita. Kita
sepenuhnya milik Allah. Berapa banyak orang-orang kaya, hartanya hilang
hanya dalam hitungan beberapa jam saja. Boleh jadi ditelan bencana atau
berpindah tangan kepada orang lain.
Ilmu dan kepandaian. Sekali-kali bertamasyalah ke laut bebas, baik
dengan kapal pesiar, motor boat, berenang, atau menyelam di laut itu.
Celupkanlah jari telunjuk Anda ke laut yang luas itu. Air yang menempel
di jari kita, itulah ilmu kita. Sebarkan di alam ini. Sementara samudera
bebas tanpa batas, itulah ilmu Allah.
Apa yang dikenal dengan kecongkakan intelektual, yakni seakan-akan
dengan akal hampir tidak ada rahasia di alam ini. Hal ini tidak
beralasan sama sekali. Akal adalah makhluk yang mulia. Dengannya,
manusia menjadi terhormat dan terpandang. Tetapi menjadikan akal menjadi
kata akhir untuk menghukumi kebenaran. Yang demikian itu bukan suatu
sikap yang bijak.
Pangkat dan jabatan. Mereka yang diberi jabatan oleh Allah adalah
orang-orang pilihan karena mereka mendapat kesempatan lebih untuk
menghimpun sebanyak-banyaknya amal saleh dan berdakwah. Jabatan dapat
dimanfaatkan untuk membuka selebar-lebarnya pintu surga, untuk membuat
jalan licin menuju surga, untuk berdakwah, memberi contoh tentang makna
nilai-nilai amal saleh. Sekalipun memang dengan jabatan tersebut,
manusia juga bisa membuka lebar-lebar jembatan ke neraka. Tergantung ke
mana jabatan itu ia manfaatkan.
Pemimpin yang adil adalah tempat masyarakat menggantungkan masa
depan. Jadi, pada hakikatnya di dalam Islam jabatan itu adalah
pengabdian atau dengan kata lain jabatan adalah amanah dan tanggung
jawab.
Darah dan keturunannya. Ini yang paling mudah membuat orang bersikap
sombong. Dengan harta dan kekayaannya, karena pangkat dan jabatannya,
karena ilmu dan kepandaiannya, masih banyak orang yang dapat
mengendalikan diri. Tetapi hampir setiap orang menjadi sombong apabila
sudah berbicara tentang darah dan keturunannya.
Sejarah telah memberikan pelajaran amat berharga pada kita. Abu Jahal
tahu makna syahadat dengan segala kebenarannya atau Muhammad dengan
kerasulannya. Tetapi Abu Jahal menolak kebenaran karena kesombongan
darah dan keturunannya. Fir’aun tahu kebenaran risalah yang dibawa Musa
tetapi karena darah dan keturunannya, ia menolak kebenaran yang dibawa
oleh Musa. Bahkan iblis menolak untuk bersujud pada Adam karena
kesombongannya yang merasa superior diciptakan dari api. Semoga Allah
melindungi kita dari penyakit sombong, baik yang terbuka dan tertutup.
Dengan menjauhi sikap sombong, berarti kita mendekati sifat rendah
hati. Dengan rendah hati, kita bisa menerima Islam dengan seutuhnya.
Wallahu’alam bishawab.
0 komentar:
Posting Komentar