Senin, 26 Agustus 2013

Keluarga Dalam Islam

Urgensi Keluarga dalam Islam

Ketika Rasulullah saw. bersabda, “Rumahku adalah surgaku,” beliau telah mengisyaratkan betapa penting dan strategisnya keluarga dalam kehidupan masyarakat manusia. Keluarga, dalam pandangan Islam, adalah “labinatul-ulaa” (batu pertama) dalam bangunan masyarakat muslim, dan merupakan surga kecil yang mendatangkan kasing sayang, ketenangan, kedamaian, dan keharmonisan. Inilah surga kecil yang diharapkan semua orang dan yang dijanjikan oleh Allah SWT dalam firman-Nya,

 
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi kaum yang berpikir.” (ar-Ruum: 21)

Surga kecil yang dilengkapi dengan taman keharmonisan dan yang bertaburkan bunga mawaddah-rahmah ini, tidak mungkin terwujud kecuali dengan adanya visi dan misi yang sama dari suami istri dalam merealisasikannya. Kesamaan visi dan misi inilah yang mengarahkan sepasang suami istri untuk mewujudkan impian keluarga harmonis dan surga kecil kehidupan. Dengan kata lain, bahtera keluarga yang berlayar ini tidak mungkin singgah di pulau ketentraman dan keharmonisan tanpa membawa visi dan misi yang sama: visi meraih ridha Allah dan misi mewujudkan keluarga sakinah yang berlandaskan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan Islam.

Oleh karena itu, Islam selalu menganjurkan untuk memilih pendamping yang memahami visi dan misi ini, yaitu dzatuddin (perempuan yang beragama) atau sang shalihat-qanitat yang mampu memadukan antara dua garis: garis vertikal dan garis horisontal. Perhatikan hadits-hadits berikut ini.

“Perempuan itu dinikahi kerena salah satu dari empat faktor ini: kecantikannya, hartanya, akhlaknya, dan agamanya. Maka, pilihlah yang memiliki agama dan akhlak, karena semua urusan menjadi beres.” (HR Ahmad dengan sanad sahih; al-Bazzar, Abu Ya’la, dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya)

“Perempuan dinikahi karena empat perkara: harta, nasab, kecantikan, dan agamanya. Maka, pilihlah yang memiliki agama, niscaya Allah akan memperbanyak hartamu.” (HR Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasaa`i, dan Ibnu Majah)

Rasulullah juga menyebutkan bahwa sebaik-baik perhiasan dunia adalah perempuan shalihat, yang selalu istiqamah pada nilai-nilai ilahiah, yang membantu suami meningkatkan nilai keimanan dan ketakwaan. Bahkan, dia merupakan “simpanan” dan “perhiasan” yang dicari dan yang diharapkan oleh seorang mukmin setelah ketakwaan itu sendiri, sebagaimana yang telah digambarkan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya,

“Dunia ini ibarat perhiasan, dan sebaik-baik perhiasannya adalah perempuan shalihat.” (HR Muslim, an-Nasaa`i, dan Ibnu Majah)

“Tidak ada sesuatu yang lebih baik daripada perempuan shalihat, yang dibutuhkan seorang mukmin sesudah takwanya….” (HR Ibnu Majah)

Oleh karena itu, Islam melarang mencari pendamping dalam membangun mahligai rumah tangga yang harmonis, dengan hanya mementingkan kecantikannya saja, tanpa mempertimbangkan dimensi spiritual yang dimilikinya, atau karena hartanya saja. Alasannya, tidak mungkin mewujudkan surga kecil atau keluarga sakinah hanya dengan dilandasi kecantikan dan harta saja. Memang, apabila seseorang mendapatkan keempat-empatnya: kecantikan, harta, nasab, dan agama, maka ia akan berbahagia. Ia akan merasakan ketentraman dan kedamaian karena semua ini merupakan sumber-sumber kebahagiaan seseorang. Perhatikan hadits-hadits Rasulullah berikut ini.

“Barangsiapa yang menikahi perempuan karena kedudukannya, maka Allah tidak akan menambahkannya kecuali kehinaan, dan barangsiapa yang menikahi perempuan karena hartanya, maka Allah tidak akan menambahkannya kecuali kemiskinan.” (HR ath-Thabrani) 

 “Jangan menikahi perempuan karena kecantikannya oleh sebab bisa jadi kecantikannya itu mencelakakannya, dan jangan menikahi perempuan karena hartanya oleh sebab bisa jadi hartanya akan menjadikannya sombong. Akan tetapi, nikahilah perempuan yang mempunyai agama, dan sesungguhnya, budak yang jelek lagi hitam itu lebih baik.” (HR Ibnu Majah)

 Fungsi Keluarga

Sebuah keluarga akan menjadi “surga kecil” apabila memenuhi empat fungsi berikut ini.

A. Fungsi Fisiologis
 
Maksudnya adalah bahwa keluarga secara fisik harus menjadi:
  1. Tempat berteduh yang baik dan nyaman bagi seluruh anggotanya;
    “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi kaum yang berpikir.”
    (ar-Ruum: 21)

  2. Tempat untuk mendapatkan makanan, minuman, serta pakaian yang cukup bagi seluruh anggotanya;
    “…Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf….” (al-Baqarah: 233)

  3. Tempat suami dan istri memenuhi kebutuhan biologisnya.
    “Nikahilah perempuan yang penuh kasih sayang dan yang banyak anak karena aku ingin memperbanyak dengan kalian atas umat yang lain pada hari kiamat.”
    (Muttafaqun ‘Alaih)
Memang, tempat berteduh yang bersih lagi luas, kebutuhan sandang pangan yang cukup, keberadaan istri maupun suami yang ideal, kendaraan yang siap pakai, serta tetangga yang ramah dan bersahabat merupakan faktor-faktor yang membahagiakan, menentramkan, dan menyenangkan dalam kehidupan berumah tangga. Dengan catatan, faktor-faktor di atas senantiasa diwarnai dengan nilai-nilai keagamaan. Inilah perpaduan antara dua kebaikan: kebaikan dunia dan kebaikan akhirat, yang menyatu dalam sebuah rumah tangga. Hal ini juga ditegaskan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya sebagai berikut.

“Empat faktor kebahagiaan adalah: perempuan shalihat, tempat tinggal yang luas, tetangga yang soleh, dan kendaraan yang enak. Adapun empat faktor keburukan (celaka) adalah: tetangga yang tidak baik, perempuan yang tidak shalihat, kendaraan yang tidak nyaman, dan tempat tinggal yang sangat sempit.” (HR Ibnu Hibban dalam Shahih-nya)

B. Fungsi Psikologis
 
Keluarga juga memiliki peran psikologis terhadap setiap anggotanya. Oleh karena itu, keluarga sangat diharapkan sebagai:
  1. Tempat seluruh anggotanya diterima secara wajar dan apa adanya;
  2. Tempat seluruh anggotanya mendapatkan rasa aman dan nyaman;
  3. Tempat seluruh anggotanya mendapatkan dukungan psikologis bagi perkembangannya;
  4. Basis pembentukan identitas, citra, dan konsep diri segenap anggotanya.
Inilah makna khusus dari suasana surgawi keluarga karena anak dan istri menjadi penyejuk mata (qurratu a’yun), dan semua anggota keluarga saling memahami kewajiban dan hak masing-masing. Yang kecil menghormati yang lebih besar dan lebih tua, sementara yang besar menyayangi dan mengasihi yang lebih kecil. Perhatikan beberapa ayat qur`aniah dan hadits Rasulullah saw. yang menceritakan suasana psikologis dalam keluarga sebagai berikut.

“Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya, Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Furqaan: 74)

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Luqman: 14-15)

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai, Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (al-Israa`: 23-24)

“Bukanlah golongan kami, orang yang tidak mengasihi anak-anak kecil dan yang tidak menghormati orang-orang tua.” (HR Ahmad dan ath-Thabrani)

C. Fungsi Sosiologis
 
Dalam memerankan fungsi sosiologis, keluarga harus menjadi lingkungan yang terbaik bagi seluruh anggotanya; harus menjadi jembatan interaksi sosial antara anggota keluarga dan anggota masyarakat lainnya. Di sini, keluarga harus menjadi antibodi bagi segenap anggotanya dari semua bentuk dan jenis kejahatan yang berkembang di masyarakatnya. Oleh karena itu, dalam fungsi sosiologis, keluarga menjadi:
  1. Lingkungan pendidikan pertama dan terbaik bagi segenap anggotanya;
  2. Unit sosial yang menjembatani interaksi positif antara individu-individu yang menjadi anggotanya dengan masyarakat sebagai unit sosial yang lebih besar.
D. Fungsi Dakwah
 
Rumah tangga muslim tidak mungkin bisa dipisahkan dari dakwah Islam. Setiap anggotanya menjadi pilar-pilar dakwah Islam yang senantiasa mengibarkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahannya, baik untuk keluarga sendiri sebagai lingkungan terkecil maupun untuk masyarakatnya. Islam sendiri telah menjadikan tanggung jawab dakwah ini kepada suami dalam membangun keluarga islami oleh karena salah satu kewajiban yang harus diembannya adalah membangun basis dakwah dalam keluarganya, dengan membimbing, mengarahkan, dan mentarbiah setiap anggota yang ada dalam keluarganya. Perhatikan nash-nash berikut ini.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (at-Tahriim: 6)

“Setiap kalian adalah pemimpin yang akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya….” (al-Hadits)

Dalam fungsi dakwah ini, keluarga harus menjadi:
  1. Obyek pertama yang harus didakwahi;
  2. Model keluarga muslim ideal bagi masyarakat muslim maupun nonmuslim sehingga ia menjadi bagian menyeluruh dari pesona Islam;
  3. Tempat bagi setiap anggotanya untuk terlibat aktif dalam dakwah dan menjadi muara kontribusi positif dakwah; dan
  4. Antibodi bagi setiap anggotanya dari virus kejahatan.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution