Senin, 26 Agustus 2013

Lima Pilar Ketahanan Keluarga

Pilar Ketahanan Keluarga

Pernikahan yang menjadi pintu gerbang dalam pembangunan keluarga merupakan sesuatu yang amat penting. Kalimat dalam akad nikah yang begitu mudah dan ringan diucapkan sebenarnya memiliki konsekuensi dan tanggung jawab yang sangat berat, inilah kadang kala yang tidak disadari oleh orang yang melakukan pernikahan, bahkan bisa jadi mendapatkan seseorang sebagai suami atau istrinya merupakan target utama dari pernikahan.

 
Dalam kaitan ini, paling tidak ada lima aspek ketahanan keluarga yang harus dimiliki.

Memiliki Kemandirian Nilai.
 
Keluarga muslim berarti memiliki nilainilai Islam yang menjadi landasan berkeluarga dan arah kehidupannya. Suatu keluarga disebut memiliki ketahanan yang kuat manakala berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam dalam menjalani kehidupan meskipun berhadapan dengan kendala yang berat dan lingkungan yang tidak Islami.

Yasir dan Summayyah adalah suami istri yang memiliki kemandirian nilai sehingga meskipun statusnya sebagai budak, ia mampu mempertahankan aqidah Islam yang diyakininya meskipun harus mati karena kezhaliman majikannya yang menginginkan agar ia keluar dari Islam. Keistiqamahan dalam mempertahankan nilai-nilai Islam membuat anggota keluarga tidak dibayang-bayangi oleh rasa takut terhadap segala resiko yang mungkin terjadi dan bila resiko yang tidak menyenangkan itu betul-betul terjadi, maka anggota keluarga tidak berduka cita atau tidak menyesali nasib.

Memiliki kemandirian nilai ini bukan berarti setiap anggota keluarga hanya memperhatikan diri sendiri dalam masalah kehidupan relegiusnya. Tetap saja sinergi seluruh elemen keluarga menjadi modal kuat bagi kemandirian nilai, yang ini berarti bahwa dakwah keluarga menjadi sebuah keniscayaan untuk merealisasikan kemandirian nilai bagi seluruh anggota keluarga.

Memiliki Kemandirian Ekonomi
 
Setiap manusia membutuhkan makan, minum, berpakaian, bertempat tinggal, berkendaraan dan sebagainya hingga pengembangan diri. Untuk memenuhi semua itu, dibutuhkan pendanaan dalam jumlah yang cukup yang didapatkan dengan cara yang halal. Karena itu, setiap keluarga, khususnya bapak atau suami harus mampu mengembangkan keluarganya untuk memiliki kemandirian di bidang ekonomi.

Dalam konteks ini, kepala keluarga harus memiliki etos dan kemampuan berusaha dengan cara yang halal, bukan menghalalkan segala cara agar martabat atau harga dirinya bisa dipertahankan, bahkan mengemis pun tidak boleh dilakukannya, Rasulullah saw bersabda:

Seseorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan dan nafkah dirinya, maka itu lebih baik dari seseorang yang memintaminta kepada orang-orang yang terkadang diberi dan kadang ditolak (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, mencari nafkah secara halal merupakan sesuatu yang sangat mulia yang memang harus dilakukan oleh seorang muslim.
Sesudah itu digunakan untuk kebaikan sehemat mungkin dan karena ia harus memiliki kemandirian yang tidak memiliki ketergantungan pada orang lain, maka ia berusaha untuk bisa menabung yang bisa digunakan saat mengalami kesulitan.

Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan uang secara sederhana dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga saat dia miskin dan membutuhkannya (HR. Muslim dan Ahmad).

Tahan Menghadapi Guncangan Keluarga
 
Kehidupan keluarga tidak lepas dari berbagai guncangan yang bisa membahayakan keluarga, ada konflik suami-istri, ketidakharmonisan antara menantu dengan mertua bahkan dengan orang tuanya sendiri, hubungan orang tua dengan anak atau sebaliknya yang tidak menyenangkan, campur tangan keluarga besar dalam menghadapi persoalan keluarga sampai pengaruh tetangga atau masyarakat sekitar yang tidak selalu baik dalam perjalanan keluarga.

Kunci utama untuk memperkokoh ketahanan keluarga dalam situasi seperti ini adalah konsolidasi suami istri. Ketika ada hal-hal yang kurang menyenangkan dari istri atau sebaliknya istri terhadap suami, maka seseorang harus berpikir dan belajar untuk tetap berinteraksi secara baik, karena dibalik itu sebenarnya ada kebaikan yang banyak.

Oleh karena itu, egoisme suami atas istri atau sebaliknya harus bisa dicampakkan, ketika istri memiliki kekurangan harus juga dilihat kelebihannya yang banyak dan ketika istri melihat kekurangan pada suami harus juga dilihat kelebihannya yang lebih banyak dibanding kekurangannya. Inilah yang penting dilakukan, bukan membanding-bandingkan dengan orang lain, apalagi sampai menyesal telah menikah dengannya lalu sampai mengkhayalkan dengan berandai-andai bila jadi menikah dengan orang yang dahulu juga dicintainya.

Karena itu, Rasulullah saw mengingatkan kita: 

Janganlah seorang laki-laki mukmin membenci istrinya yang beriman. Bila ada perangai yang tidak disukai, dia pasti ridha (senang) dengan perangainya yang lain (HR. Muslim).

Keuletan dan Ketangguhan Dalam Memainkan Peran Sosial
 
Keshalihan seorang muslim tidak hanya bersifat pribadi dalam arti ia menjadi baik hanya untuk kepentingan diri dan keluarganya, tapi keshalihannya juga harus ditunjukkan dalam bentuk keshalihan sosial. Hal ini karena di dalam Islam ada dua hubungan yang harus dijalin, yakni hubungan vertikal kepada Allah swt yang biasa disebut dengan hablum minallah dan hubungan horizontal kepada sesama manusia dan sekitarnya yang disebut dengan hablum minannas.

Kehidupan masyarakat kita, baik dalam skala kecil maupun besar menghadapi begitu banyak persoalan yang menuntut pemecahan dan jalan keluar. Karena itu, keluarga seharusnya bisa memainkan peran sosial di masyarakat sehingga keberadaannya bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak dan ini akan membuatnya menjadi keluarga terbaik, Rasulullah saw bersabda: 

Sebaik-baik orang adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudha’I dari Jabir ra).

Mampu Menyelesaikan Problema Yang Dihadapi
 
Menjalani kehidupan keluarga seringkali berhadapan dengan berbagai problema, jangankan kehidupan keluarga, kehidupan pribadi saja tidak pernah sepi dari persoalan. Kadang kala satu persoalan belum bisa dipecahkan namun sudah muncul lagi persoalan berikut yang bisa jadi lebih berat.
Dalam situasi menghadapi problema hidup, sangat penting bagi insan keluarga untuk terus mengokohkan ketaqwaan kepada Allah swt sebab dalam kamus kehidupan orang bertaqwa tidak ada istilah jalan buntu dalam arti persoalan tidak bisa dipecahkan.
Kemampuan menyelesaikan problema yang dihadapi menjadi amat penting dalam hidup ini, di samping kehidupan memang berhadapan dengan begitu banyak persoalan, kehidupan kita tidak ditekan oleh berbagai persoalan tapi kita yang mengendalikan persoalan itu sehingga kehidupan dapat berjalan sebagaimana seharusnya.
Kehidupan masyarakat kita sekarang dengan tantangan yang sedemikian berat menuntut kehadiran keluarga yang memiliki ketahanan yang baik sehingga diharapkan akan lahir masyarakat dengan ketahanan pribadi yang baik karena keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat dan bangsa.

Belajarlah Dari Keluarga Sekolah
 
Keluarga sekolah adalah model keluarga pembelajar yang memiliki filosofi asah, asih dan asuh. Asah yang secara literal bermakna penajaman menjadi kunci penting stabilnya sebuah rumah tangga. Maksudnya adalah setiap pasangan berusaha untuk menajamkan dan memperdalam pemahamannya terhadap nilai-nilai Islam, yang selanjutnya masing-masing pasangan mentransfer kepada yang lainnya dalam upaya merealisasikan pemahaman Islam yang lebih baik. Semakin kokoh pemahaman satu keluarga terhadap Islam maka keutuhan dan soliditas keluarga semakin kuat.

Asih, yang berarti kasih sayang, ini berarti setiap pasangan harus saling menyayangi satu dengan yang lain. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengekspresikan kasih sayang dan romantisme keluarga. Bisa dengan cara ekspresi panggilan romantisme yang dulu pernah dicontohkan Rasulullah saw ketika memanggil Aisyah dengan Ya Humairo’ (wahai istriku yang pipinya kemerah-merahan), atau dengan minum madu segelas berdua dan semisalnya.

Dan yang terakhir adalah Asuh yang bermakna merawat dan menjaga. Ini bermakna bahwa suami istri berupaya merawat dan menjaga keagamaan pasangannya secara maksimal. Karena berbagai godaan di seluruh aspek kehidupan begitu banyak sehingga membutuhkan pendamping yang mampu menjaganya dari godaan-godaan tersebut. 


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution