Menyikapi Pemimpin Bengis Seperti Al Hajjaj
Hadits berikut disampaikan oleh Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin
ketika menyebutkan Bab “Bersegera dalam melakukan kebaikan …“. Di mana
hadits ini berisi pelajaran agar tetap taat dan patuh pada pemerintah
betapa pun bengis dan kejamnya. Ini adalah pertimbangan memilih mudharat
yang lebih ringan daripada memilih untuk memberontak.
Lihatlah
ketika Anas bin Malik ditanya bagaimana sikap kita ketika menghadapi
pemimpin yang kejam dan zalim seperti Al Hajjaj bin Yusuf yang dulu
terkenal sebagai pemimpin yang kejam dan bengis. Nasehat Anas
-sebagaimana yang ia dengar dari Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam-
bahwa cara menghadapi kebengisan tersebut adalah dengan bersabar.
Artinya tetap taat dan tidak memberontak. Hal ini berbeda dengan sikap
sebagian saudara kita yang menyikapi pemimpin yang bengis dengan cara
yang tidak sabar.
Perhatikan hadits yang kami maksudkan,
عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ عَدِىٍّ قَالَ أَتَيْنَا أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ
فَشَكَوْنَا إِلَيْهِ مَا نَلْقَى مِنَ الْحَجَّاجِ فَقَالَ « اصْبِرُوا ،
فَإِنَّهُ لاَ يَأْتِى عَلَيْكُمْ زَمَانٌ إِلاَّ الَّذِى بَعْدَهُ شَرٌّ
مِنْهُ ، حَتَّى تَلْقَوْا رَبَّكُمْ » . سَمِعْتُهُ مِنْ نَبِيِّكُمْ –
صلى الله عليه وسلم -
Dari Az Zubair bin ‘Adiy, ia berkata,
“Kami pernah mendatangi Anas bin Malik. Kami mengadukan tentang
(kekejaman) Al Hajjaj pada beliau. Anas pun mengatakan, “Sabarlah,
karena tidaklah datang suatu zaman melainkan keadaan setelahnya lebih
jelek dari sebelumnya sampai kalian bertemu dengan Rabb kalian. Aku
mendengar wasiat ini dari Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(HR. Bukhari no. 7068).
Beberapa faedah dari hadits:
1. Bolehnya orang yang berilmu mengadu pada pemimpin atau hakim.
2. Kepemimpinan Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqofi terkenal bengis.
3. Orang yang berilmu memiliki pandangan yang lebih jauh dan mendalam dibanding orang awam.
4. Dianjurkan untuk bersabar ketika menghadapi fitnah.
5. Perintah untuk segera beramal sholih karena zaman berikutnya dikabarkan lebih parah dari sebelumnya.
6. Di akhir zaman banyak kerusakan yang timbul.
7. Tidak boleh keluar dari ketaatan pada penguasa.
8. Menolak masfadat (kerusakan) yang lebih besar dengan mengambil
mafsadat yang lebih ringan. Seandainya Anas bin Malik mewasiatkan untuk
memberontak tentu akan timbul kerusakan yang besar ketika itu. Namun
beliau perintahkan untuk bersabar sebagaimana wasiat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Fathul Bari bi Syarh Shahih Al Bukhari, Al Hafizh Ahmad bin ‘Ali bin
Hajar Al ‘Asqolani, terbitan Dar Thiybah, cetakan keempat, tahun 1432 H,
13: 20.
Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Abu
Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilali, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan
pertama, tahun 1430 H, 1: 153.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Facebook
0 komentar:
Posting Komentar