Senin, 26 Agustus 2013

Kesabaran yang Hakiki

Mana Sabar, Mana Bukan Sabar

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"INNAMASH SHOBRU 'INDASH SHODMATIL UULAA"


(Hanyalah kesabaran itu pada benturan yang pertama)
-Muttafaqun 'Alaih-


Penjelasan:


Lafazh "INNAMA" dalam tinjauan ilmu nahwu disebut "Adaatul Hashr" (alat pembatasan). Fungsinya untuk membatasi konteks makna kalimat hanya pada maksud yang diinginkan.

Dikatakan, "Hanyalah kesabaran itu pada benturan yang pertama", artinya bahwa hanyalah disebut kesabaran secara syar'i, yang diridhoi di sisi Allah dan insyaAllah berpahala, adalah kesabaran yang diupayakan sejak awal mula kejadian/musibah. 

Adapun kesabaran yang baru muncul setelah beberapa masa/hari berlalu dari waktu kejadian, maka itu bukanlah kesabaran yang syar'i, bukan kesabaran yang dipuji dan dijanjikan berpahala. Karena kesabaran model seperti ini sejatinya bukanlah merupakan kesabaran, melainkan sikap "sudah mampu menenangkan diri, menghibur diri, serta melupakan kejadian sakit yang menimpanya".

Contoh:

Si Fulan ditimpa musibah rumahnya kebakaran. Seluruh hartanya ludes tak bersisa. Maka pada saat itu juga fulan bersabar, menguatkan hatinya, ridho atas segala yang menimpanya, lisannya tidaklah mengucapkan kecuali yang diridhoi oleh Allah, yakni dia berdoa:

"Innaa lillaahi wainnaa ilaihi rooji'uun...... Allahumma'jurniy fii mushiibatiy wakhluf liy khoiron minha.....".

Maka inilah kesabaran yang hakiki. Tabah dan ridho atas semua taqdir yang digariskan oleh Allah atas dirinya.

Berbeda halnya dengan si 'Allan. Dia juga mengalami musibah yang sama. Rumahnya hangus terbakar tak menyisakan apapun. Pada saat kejadian, 'Allan meraung-raung histeris. Ia menampar dan memukuli dirinya sendiri. Dia berteriak sumpah serapah memprotes taqdir Allah, seolah tak terima dengan nasib yang ia alami. Ia terus seperti itu hingga 3-4 hari berlalu.

Di hari ke-5, barulah 'Allan mulai reda. Mulai tenang. Mulai menguasai diri. Mulai bisa menerima keadaan. Mulai bisa merelakan semua kejadian. Kemudian dia mengatakan:

"Ya sudahlah, tidak apa-apa..... Semua sudah dikehendaki oleh Allah. Saya sabar dan ridho dengan semua ini......"

Allahul Musta'an...... Ini bukan ridho. Ini bukan sabar. Ini kesabaran yang semu. Kesabaran yang tidak teranggap dalam syari'at, dan belum tentu berpahala. Ini lebih disebut sebagai bentuk sikap menghibur diri dan berusaha melupakan kedukaan yang dirasakannya.

Nah......dari 2 contoh kasus tersebut, kita bisa membedakan mana sabar dan mana bukan sabar, serta relevansinya dengan hadits Rasulullah di atas.

Semoga kita selalu termasuk orang yang dijadikan sabar oleh Allah dengan kesabaran yang sesungguhnya. Aamiin.......

 
Barakallahu fiikum.

via Ustadz Ammi Ahmad Alawi Aac

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution