Selasa, 20 Agustus 2013

Kewajiban Sebagai Pemimpin

Bekal Diri agar Tak Jadi Pemimpin Dzalim


“Ya Allah, barangsiapa memegang urusan umatku (memimpin rakyat) lalu ia bersikap kejam, maka kejamilah dirinya.” 
 

SETIAP manusia adalah pemimpin, baik itu pemimpin bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri. Presiden adalah pemimpin bagi seluruh rakyat di negerinya. Suami adalah pemimpin bagi istri dan anak-anaknya. Istri adalah pemimpin rumah tangga jika suaminya telah tiada. Pembantu adalah pemimpin yang mengatur dan menyediakan kebutuhan tuannya, demikian seterusnya. Pada intinya, masing-masing kita adalah pemimpin yang memiliki hak dan kewajiban yang dengannya kelak akan diminta pertanggungjawaban.

Kewajiban sebagai pemimpin adalah mengayomi orang-orang yang mengikutinya, berbuat adil kepada semua yang dipimpinnya, serta mencegah terjadinya kemunkaran di muka bumi ini. Dan setiap kewajiban harus dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Pencipta kehidupan ini. Sebenarnya, amanah yang kita emban sebagai khalifah di muka bumi cukup berat. Sampai-sampai langit, gunung, lautan dan lainnya tiada yang sanggup menerima amanah tersebut. Hanya manusia yang berani dan siap ditunjuk menjadi pengelola bumi ini demi kemaslahatan umat-Nya.

Sayangnya, banyak manusia di sekitar kita yang ingkar atas amanah yang telah ia dapatkan. Banyak pemimpin yang mengabaikan hak-hak rakyatnya, tidak jarang suami yang menganiaya istri dan anaknya, serta tak terhitung jumlah istri yang telah menghianati suaminya. Inilah sebagian fakta yang tidak dapat kita pungkiri, karena sering terjadi di depan ‘batang hidung’ kita. Akibatnya, sejumlah ketidak-adilan dan kezaliman menjadi tradisi yang turun-temurun di setiap generasi umat manusia.

Maraknya kekerasan, pembantaian, pertikaian dan perilaku kriminal lainnya menjadi indikasi jika umat manusia hingga detik ini belum memiliki jiwa kepemimpinan yang adil lagi bijaksana. Karena pemimpin yang adil selalu menerapkan aturan kepada siapa saja tanpa ‘pandang bulu’, sementara pemimpin yang bijak akan memanfaatkan kekayaan alam untuk kesejahteraan umat manusia.

Logikanya, jika umat sudah hidup adil dan sejahtera, buat apa mereka melakukan tindak kejahatan? Toh, semua yang dibutuhkan sudah mereka dapatkan sesuai porsinya.

Fenomena yang ada, teramat banyak manusia yang hanya mementingkan diri atau kelompoknya sendiri. Sehingga mereka dengan rakusnya menilap hak-hak orang lain demi memenuhi ambisinya. Tak terhitung jumlah pemimpin-pemimpin yang berbuat kejam terhadap para bawahan atau pengikutnya. Dan yang sedang marak beberapa dekade belakangan ini, banyaknya oknum penguasa pemerintahan yang telah menelantarkan rakyatnya selama ia menduduki kursi jabatannya. Krisis kepemimpinan yang berkepanjangan tersebut telah melanda banyak negeri, termasuk negeri kita tercinta Indonesia.

Carut-marutnya sistem pendidikan nasional, tingginya harga bahan-bahan pokok, mahalnya biaya kesehatan, centang-perenangnya roda pemerintahan penyebab lemahnya hukum dan meningkatnya tindak kriminal. Serta ketidak-adilan lainnya menjadi bukti bahwa sebagian besar pemimpin bangsa ini telah melalaikan kewajibannya. Alhasil, mayoritas kehidupan rakyat di tanah air ini masih berkutat dengan kemiskinan dan keterbelakangan.

Lalu, dimanakah akar permasalahannya? Inilah yang harus segera kita uraikan agar kezaliman di muka bumi, khususnya di Indonesia dapat segera berakhir. Kita semua tentu sudah bosan mendengar kasus pencabulan, perkosaan, kerusuhan, tawuran pelajar, pertikaian berkepanjangan, peperangan dan pembantaian. Saatnya kini, semua itu segera dihapuskan dan digantikan menjadi kehidupan yang adil, sejahtera, aman dan sentosa.
Peringatan bagi yang Zalim.

Sebagai makhluk yang telah dipercaya mengelola bumi beserta isinya, jiwa kepemimpinan dalam diri setiap kita harus ditumbuh-kembangkan. Kepedulian terhadap hak-hak orang lain merupakan salah satu landasan dalam memimpin, baik itu memimpin diri sendiri maupun memimpin orang lain. Jika setiap individu mampu tampil sebagai pemimpin yang adil lagi peduli, tidak mustahil kehidupan umat manusia mencapai titik kedamaian.

Anjuran bagi setiap pemimpin khususnya para pemimpin rakyat, agar melaksanakan kewajibannya dan menunaikan hak-hak rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin harus bersungguh-sungguh dalam membimbing pengikutnya untuk meraih ridha Allah semata. Sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an,

إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

”Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS an-Nahl [16]: 90).

Sebaliknya, peringatan tegas kepada para pemimpin yang zalim berupa kesulitan-kesulitan dan ancaman siksaan baik di dunia maupun di akhirat. Tidak hanya pemimpin rakyat, siapaun yang berbuat kezaliman kepada orang lain, dirinya dilarang Allah memasuki surga-Nya.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, artinya, “Apabila ada hamba atau pemimpin yang diamanahi mengurusi umat lalu ia tidak berusaha keras untuk membantu dan tidak pula menasehati umatnya, maka Allah mengharamkan surga baginya.” (Riwayat Muslim).

Perintah kepada para pemimpin agar tidak berbuat kejam dan zalim kepada rakyatnya merupakan pilar membangun suatu bangsa. Kezaliman yang dimaksud diantaranya penindasan dan perampasan hak-hak rakyat. Pemimpin juga diperintahkan untuk menyeru dan mencegah terjadinya perbuatan munkar. Bukan hanya diam melihat keterpasungan rakyatnya dalam penderitaan, sementara dirinya hidup dalam kemewahan.

Bahkan, Rasulullah pernah berdoa, yang artinya, “Ya Allah, barangsiapa yang memegang urusan umatku (memimpin rakyat) lalu ia bersikap kejam, maka kejamilah dirinya. Dan barang siapa memegang urusan umatku dan ia bersikap sayang, maka sayangilah dirinya.” (Riwayat Muslim).

Pelajaran dari hadis tersebut diantaranya; Rasulullah meminta kepada Allah untuk memberi balasan yang setimpal kepada apa yang telah dilakukan para pemimpin. Selain itu, bentuk perhatian Rasulullah kepada urusan umat menjadi teladan bagi kita semua dalam melaksanakan tugas sebagai seorang pemimpin. Jangankan kepada rakyat, hidup bertetangga saja kita diperintahkan untuk saling peduli dan saling memperhatikan.

Menjadi seorang pemimpin tidak semestinya meninggalkan kesederhanaan dan kepedulian terhadap orang lain. Pemimpin yang bijak tentu akan berlaku santun kepada siapa saja, terlebih-lebih kepada orang yang mengikutinya. Dalam hal ini, Allah telah memerintahkan kepada setiap pemimpin untuk merendahkan diri di hadapan rakyat atau orang yang dipimpinnya, terutama orang-orang yang beriman. (QS. Asy-Syuara: 215).
Rakyat Wajib Mengingatkan.

Manusia adalah makhluk yang bergelimang dosa. Wajar jika kemudian ada orang, baik itu pemimpin atau bukan pemimpin yang pernah berbuat kesalahan. Namun, tidak dibenarkan jika kesalahan itu menjadi suatu kebiasaan dan menyengsarakan orang banyak. Lumrah ada pemimpin yang khilaf sehingga menyakiti hati rakyatnya, asalkan pemimpin itu segera sadar gdiri dan memperbaiki kesalahannya itu.

Apabila ada pemimpin yang tetap melakukan kesalahan, wajib bagi rakyat memperingatkannya. Dalam hal kebaikan, semua manusia memiliki kewajiban yang sama untuk saling mengingatkan, tanpa harus membedakan usia maupun jabatan. Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Ashr ayat ke-3, yang artinya, “…dan saling menasehati agar kalian mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.”

Di dalam hadisnya, Rasulullah juga menjelaskan ketika ada pemimpin yang buruk dan zalim, maka kita dilarang menjadi bagian dari kezaliman itu. Jika ada pemimpin yang mengajak dan memerintahkan perbuatan maksiat, kita harus menolaknya dengan santun dan semampunya mengingatkan pemimpin tersebut untuk kembali pada kebaikan. Sebagaimana pesan Rasulullah kepada Ubaidillah bin Ziyad yang kemudian diteruskan kepada anaknya, Aidz bin Amr RA.

Sungguh, sebaiknya-baiknya umat yang saling mencintai. Pemimpin mencintai rakyatnya dan rakyat mencinta pemimpinnya. Pemimpin selalu mendoakan kesejahteraan untuk rakyatnya dan rakyatnya mendoakan kebaikan untuk pemimpinnya. Maka, sikap saling peduli inilah yang akan menumbuhkan rasa cinta, kasih sayang, keamanan dan ketentraman. Pertanyaannya, bolehkah rakyat memberontak kepada pemimpinnya? Jawabnya, Rasulullah melarang pemberontakan kepada pemimpin yang masih melaksanakan shalat sesuai syari’at-Nya.

Kesimpulannya

Menjadi pemimpin merupakan fitrah manusia yang telah dibawanya sejak manusia itu lahir ke dunia fana ini. Hanya saja, perkembangannya tergantung pada potensi masing-masing individu. Apakah dirinya mampu menjadi pemimpin umat, atau hanya menjadi pemimpin bagi orang disekitarnya, bahkan hanya mampu memimpin dirinya sendiri, itu semua terletak dalam bakat setiap manusia. Bersyukurlah mereka yang telah mampu dan diberi amanah mengurusi kepentingan umat, serta memiliki kekuasaan untuk mengatur dan membuat kebijakan publik.

Orang yang diamanahi menjadi pemimpin rakyat akan mendapat peluang besar meraih surga, apabila dirinya mampu menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya.

“Sesungguhnya, orang-orang yang berbuat adil kelak di sisi Allah berada di atas mimbar-mimbar cahaya. Orang-orang yang berbuat adil dalam keputusannya, adil terhadap keluarga dan dalam kepemimpinannya.” (Riwayat Muslim).

Rasulullah juga telah menjelaskan, diantara penghuni surga adalah terdapat orang-orang yang memiliki kekuasaan lalu berbuat adil, orang yang memiliki sifat penyayang kepada keluarga dan setiap orang disekitarnya, serta orang yang menanggung beban keluarga dan banyak orang lainnya namun dirinya tidak mau hidup meminta-minta. Termasuk meminta atau menerima gratifikasi dan sejenisnya.

Pada akhirnya, apabila masing-masing orang dalam kepemimpinannya secara sadar dan ikhlas memberikan apa yang menjadi hak orang lain, maka tidak akan terjadi yang namanya korupsi.

Karena perilaku korup hanya dipraktekan oleh pemimpin-pemimpin yang tidak mempedulikan hak orang banyak, mereka hanya mementingkan diri atau golongannya sendiri. Marilah kita tumbuhkan jiwa kepemimpinan yang dapat mengayomi diri sendiri dan orang-orang disekitar, terlebih-lebih seluruh umat manusia. 

Insya Allah.
Dosen STKIP Hidayatullah Batam

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution