Rabu, 11 September 2013

Adakah Manusia Yang Sempurna

Manusia Tempat Salah dan Khilaf

Terkadang ketika kita melakukan kesalahan dan kehilafan, kita sering bergumam dalam hati manusia adalah tempatnya salah dan khilaf, tidak ada manusia yang sempurna”. Kalimat tersebut mempunyai dua nilai dan makna, kalau tidak hati-hati dalam memaknainya, kalimat tersebut bisa-bisa menjadi jembatan yang akan menjebak kita pada kesalahan, kekhilafan yang tak berujung. 

Makna pertama, kalimat tersebut bisa bernilai posistif dan bermakna tauhid manakala dijadikan sebagai bentuk pengakuan kita sebagai manusia yang lemah, manusia yang cenderung berbuat salah, manusia tanpa daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Alloh SWT.  Dengan pengakuan itu kita menjadikannya sebagai sarana bermuhasabah dalam menyelami kelemahan diri lalu kemudian memperbaikinya. Akan tetapi, pengakuan diri sebagai manusia yang lemah yang cenderung berbuat khilaf, bukan tidak mungkin akan menjadi bumerang karena tipu daya setan dalam menggelincirkan hati manusia.

Ketika siasat setan berhasil dalam menggelincirkan hati manusia, maka makna kalimat “manusia adalah tempatnya salah dan khilaf, tidak ada manusia yang sempurna” bisa menjadi makna negativ yang mengandung makna kelalaian, manakala kalimat tersebut dijadikan sebagai pembenaran dari sebuah kesalahan dan kekhilafan, bahkan pembenaran atas dosa dan maksiat. Kalimat tersebut bisa membuat kita terus berkilah dari kesalahan-kesalahan. Akibatnya, karena kita terus berkilah karena merasa ada pembenaran, kita tidak akan belajar dari sebuah kesalahan, kita tidak bermuhasabah dari kekhilafan, atau bahkan kita tidak akan menyesali sebuah perkara dosa dan maksiat. 

Dari Aisyah, Rasul bersabda, “sesungguhnya orang yang paling dibenci oleh Alloh adalah orang yang paling cerdik berkilah” (Shahih Al-Bukhari no. 2457, 4523, 7188; Shahih Muslim no. 6951; Sunan At-Tirmidzi no. 3242; Sunan An-Nasa’I no. 5440). Berkilah dari suatu kesalahan, kekhilafan, dosa dan maksiat dengan bersandar pada kalimat “manusia tempat salah dan khilaf” lambat-laun akan menyamarkan sebuah kesalahan, kekhilafan bahkan dosa dan maksiat menjadi sesuatu yang mudah dimaklumi, diwajarkan dan dimahfumi. 

Disinilah perlu kehati-hatian kita dalam merenungi setiap kesalahan dalam kehidupan kita. Tidak ada satu kesalahan, kehilafan, dosa dan maksiat yang dapat kita maklumi, wajarkan dan mahfumi, yang harusnya kita renungkan dari setiap kesalahan dan kekhilafan manusia adalah dengan menyesalinya, bermuhasaban kemudian melakukan perbaikan. Ibarat pepatah, “keledai pun tidak akan jatuh untuk yang kedua kalinya pada lubang yang sama”, maka agar kita tidak jatuh pada kesalahan yang sama, kekhilafan yang sama, dosa dan maksiat yang sama, maka jangan jadikan kalimat kalimat “manusia tempat salah dan khilaf” sebagai kalimat pemakluman, pewajaran dan pemahfuman apalagi pembenaran. 

Rasululloh juga bersabda, “Manusia tidak akan binasa sampai mereka membuat ‘udzur untuk dirinya sendiri” (Sunan Abu Dawud no. 4347, Shahih Al-Jami’ no. 5231). Pengertian Udzur bisa disamakan dengan membuat-buat alasan dan berkilah dari sebuah perkara, terlebih untuk menghindari perkara yang disyariatkan dan diperintahkan atau perkara yang ingin mengingkari sesuatu yang dilarang. Mari kita senantiasa untuk selalu waspada akan tipu daya setan yang halus, termasuk tipu daya yang menggelincirkan kalimat yang mengandung makna tauhid menjadi kalimat yang mengandung unsur kelalaian.
 
dosen FISIP Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution